Dampak JKN Terhadap Program Keluarga Berencana Masih Minim

Program JKN dianggap masih belum optimal dalam meningkatkan cakupan pemanfaatan layanan KB.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 07 Jun 2022, 10:30 WIB
Warga menunggu untuk melakukan pelayanan di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Kota Tangerang, Rabu (7/1/2020). Iuran BPJS Kesehatan resmi naik per hari ini untuk kelas I menjadi sebesar Rp150.000 per orang per bulan dan Rp100.000 per orang per bulan untuk kelas II. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Cakupan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) semakin luas, namun layanan kesehatan untuk Keluarga Berencana (KB) dianggap masih belum optimal.

Nadhila Adani selaku analis ThinkWell Institute di bidang ekonomi memaparkan beberapa data dan fakta terkait isu Keluarga Berencana di Indonesia.

"Terkait dengan prevalensi penggunaan kontrasepsi modern selama era JKN, metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah suntik, pil, dan implan," katanya dalam diskusi “The Effect of Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) coverage on paying out-of-pocket (OOP) for familyplanning services in Indonesia” yang diselenggarakan Lembaga Demografi FEB UI.

Nadhila mengatakan, setelah JKN mulai diimplementasikan pada tahun 2014, layanan KB mulai dimasukkan sebagai manfaat promotif dan preventif.

"Selama era tersebut, capaian modern Contraceptive Prevalence Rate (mCPR) wanita juga tergolong stagnan yaitu sekitar 57 persen dengan target RPJMN 2020 sebesar 61,8 persen," jelasnya.

Pada isu prevalensi penggunaan KB pasca-salin, selama era JKN terjadi peningkatan sekitar 7 persen prioritas menggunakan KB suntik, dan KB pasca-salin paling banyak dilakukan di faskes pemerintah dibandingkan di praktik bidan.

Berdasarkan hasil estimasi efek JKN terhadap pengeluaran out of pocket (OOP), secara agregat JKN sudah cukup membantu.

Masyarakat yang memiliki JKN mengeluarkan OOP 6 persen lebih kecil dibandingkan yang tidak memiliki JKN (dalam jangka pendek), dan efek JKN bagi peserta PBI juga dinilai menghemat 22 persen untuk metode jangka panjang dan bagi peserta non-PBI berhasil menghemat 2 persen.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Isu yang berkaitan dengan implementasi KB

Kendati demikian, lanjut Nadhila, diungkapkan pula bahwa masih ada empat isu besar yang hingga kini masih melingkupi implementasi KB dalam program JKN yaitu terkait regulasi, pembiayaan, sosialisasi, dan kapasitas sumber daya manusia.

"Berdasarkan temuan lapangan, ada beberapa isu yang masih melingkupi keterkaitan JKN dengan keluarga berencana, antara lain adalah perlu adanya klarifikasi yang dimulai dari tingkat nasional agar tidak terjadi misinterpretasi di tingkat daerah; perlu adanya sinkronisasi dana dari pusat BOKB (Bantuan Operasional Keluarga Berencana) dari BKKBN pusat ke daerah."

Lalu, perlu adanya penyediaan sumber daya OPD (Operasi Perangkat Daerah) untuk KB yang diwujudkan melalui sinergitas Program Keluarga Berencana dan Petugas Lapangan KB. Perlu adanya SDM (sumber daya manusia) khusus untuk menangani klaim ke BPJS Kesehatan

Kemudian, Nadhila mengungkap perlu adanya solusi penyelesaian terkait metode jangka panjang dan program KBPP (Keluarga Berencana Pasca Persalinan) yang hingga kini masih memiliki isu negatif.

 


Strategi UHC

Direktur BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti sebelumnya menjabarkan strategi untuk memperluas kepesertaan JKN-KIS, mencapai Universal Health Coverage (UHC), meningkatkan mutu pelayanan, serta menjaga sustainabilitas Program JKN-KIS.

Sejumlah topik hangat seperti rencana implementasi paket manfaat berbasis Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) dan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) juga diulas Ghufron secara khusus dala Buku “Menyulam Program Jaminan Kesehatan Nasional Menjadi Andalan dan Kebanggaan Bangsa Indonesia” yang ditulis dirinya.

“Di samping itu, ekosistem digital jaminan kesehatan perlu dibangun untuk menghadirkan kemudahan, kecepatan, kenyamanan, peningkatan mutu, dan efisiensi dalam penyelenggaraan Program JKN-KIS."

"Begitu pula dengan pengelolaan maha data (big data) di BPJS Kesehatan yang berguna untuk mendukung proses pengembangan inovasi, artificial intelligent, dan otomatisasi dalam berbagai aspek. Kompleksitas ekosistem digital jaminan kesehatan ini menggelitik saya untuk menuangkannya ke dalam buku,” ucap Ghufron. 

 


Pengembangan klinik dan rumah sakit

Ghufron juga menyinggung tentang pengembangan klinik dan rumah sakit percontohan yang menerapkan ide baru sebagai benchmark bagi fasilitas kesehatan lainnya. Termasuk bagaimana meningkatkan kesetaraan (equity) bagi peserta JKN-KIS dalam hal sarana, prasarana, SDM kesehatan, dan alat kesehatan di masing-masing daerah yang berbeda.

Tak hanya itu, Ghufron juga menulis uraian singkat tentang mulai bergesernya status pandemi COVID-19 menjadi endemi. Hal ini tentu berdampak terhadap pelayanan kesehatan, pola pembiayaan, hingga sustainabilitas Program JKN-KIS ke depannya. 

 

Infografis Sanksi Berat Penunggak Iuran BPJS Kesehatan. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya