Harga Minyak Dunia Tembus USD 121 per Barel Gara-Gara Ulah Arab Saudi

Harga minyak mencapai USD 120 per barel dalam perdagangan berombak pada hari Senin.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 07 Jun 2022, 08:00 WIB
Harga minyak

Liputan6.com, Jakarta Harga minyak dunia mencapai USD 120 per barel dalam perdagangan berombak pada hari Senin. Ini didukung oleh Arab Saudi menaikkan harga minyak mentah Juli tetapi di tengah keraguan bahwa target produksi yang lebih tinggi untuk produsen minyak OPEC+ akan mengurangi pasokan yang ketat.

Dikutip dari CNBC, Selasa (7/6/2022), Harga minyak mentah Brent menyentuh tertinggi intraday USD 121,95 per barel sebelum diperdagangkan turun 0,5 persen pada USD 118,23.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik ke level tertinggi dalam tiga bulan diperdagangkan sebentar di USD 120,99 per barel; mereka menetap 37 sen, atau 0,3 persen, pada USD 118,50 per barel.

Arab Saudi menaikkan harga jual resmi (OSP) Juli untuk minyak mentah ringan Arab andalannya ke Asia sebesar $2,10 dari Juni menjadi premi $6,50, tertinggi sejak Mei, ketika harga mencapai level tertinggi sepanjang masa karena kekhawatiran gangguan pasokan dari Rusia.

Kenaikan harga mengikuti keputusan minggu lalu oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, bersama-sama disebut OPEC+, untuk meningkatkan produksi untuk Juli dan Agustus sebesar 648.000 barel per hari, atau 50 persen lebih banyak dari yang direncanakan sebelumnya.

Target yang meningkat tersebar di semua anggota OPEC+, namun, banyak di antaranya memiliki sedikit ruang untuk meningkatkan produksi dan termasuk Rusia, yang menghadapi sanksi Barat.

 


Prediksi Harga Minyak

Penguatan dolar dan produksi minyak Rusia serta ekspor Irak tinggi membuat harga minyak dunia merosot 5 persen.

"Dengan hanya segelintir peserta OPEC+ dengan kapasitas cadangan, kami memperkirakan peningkatan produksi OPEC+ menjadi sekitar 160.000 barel per hari pada Juli dan 170.000 barel per hari pada Agustus," kata analis JP Morgan dalam sebuah catatan.

Pada hari Senin, Citibank dan Barclays menaikkan perkiraan harga mereka untuk 2022 dan 2023, dengan mengatakan mereka memperkirakan produksi dan ekspor Rusia turun sekitar 1-1,5 juta barel per hari pada akhir 2022.

Secara terpisah, Eni Italia dan Repsol Spanyol dapat mulai mengirimkan volume kecil minyak Venezuela ke Eropa segera bulan depan, lima orang yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada Reuters.


Keseimbangan Eksternal RI Tetap Kuat Hadapi Lonjakan Harga Minyak Dunia

Sejumlah kendaraan mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Kuningan Jakarta, Sabtu (5/5). Pemerintah berencana untuk menambah subsidi solar di tengah harga minyak dunia yang sedang naik. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Ketahanan eksternal Indonesia tetap terjaga salah satunya ditopang oleh kinerja neraca transaksi berjalan yang konsisten baik.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan, ini merupakan kinerja yang sangat baik mengingat banyak sekali risiko yang dihadapi, seperti lonjakan harga minyak dunia yang didorong oleh eskalasi tensi geopolitik yang menekan neraca perdagangan migas.

"Jelas bahwa upaya reformasi struktural Indonesia berhasil menciptakan surplus neraca perdagangan nonmigas Indonesia yang konsisten tinggi bahkan terus meningkat sehingga berhasil menyerap risiko yang berasal dari kenaikan harga minyak,” jelas dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (24/5/2022).

Neraca transaksi berjalan kuartal I 2022 mencatat surplus sebesar USD0,2 miliar atau 0,1 persen dari PDB. Surplus ini sedikit menurun diakibatkan kenaikan harga minyak dunia yang menyebabkan defisit di sektor migas.

Sedangkan, neraca perdagangan nonmigas tetap kuat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya meskipun sedikit menurun karena faktor eksternal yaitu perlambatan ekspor ke negara mitra dagang utama Indonesia, seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang.

 


Srolus Non Migas

Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan ekspor barang dan jasa kuartal II/2020 kontraksi 11,66 persen secara yoy dibandingkan kuartal II/2019 sebesar -1,73. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Surplus neraca perdagangan nonmigas tercatat sebesar USD 17 miliar (kuartal I 2021: USD9,9 miliar, kuartal IV: USD17,5 miliar). Sedangkan, Neraca Perdagangan Migas pada kuartal I 2022 mencatat defisit sebesar USD5,9 miliar (kuartal I 2021: USD2,3 miliar, kuartal IV 2021: USD5,0 miliar).

Penurunan surplus neraca transaksi berjalan juga disebabkan oleh jasa keuangan dan jasa perjalanan, seiring dengan pemulihan ekonomi dan peningkatan perjalanan (dibukanya kembali penyelenggaraan ibadah umroh) dan wisata nasional ke luar negeri yang mempengaruhi neraca jasa.

“Kinerja neraca transaksi berjalan diharapkan terus positif dengan berbagai kebijakan reformasi struktural untuk mendorong kinerja ekspor nonmigas melalui penguatan infrastruktur, sumber daya manusia, hilirisasi, revitalisasi industri, dan ekonomi hijau. PMI Manufaktur Indonesia yang semakin ekspansif juga menjadi indikasi dini masih kuatnya kinerja ekspor ke depan,” lanjut Febrio.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya