Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan mengecek pembukuan PT Summarecon Agung Tbk. Pengecekan dilakukan demi mendalami dua kasus dugaan suap yang menyeret nama PT Summarecon Agung.
"Ya tentunya, dari sana lah (pembukuan), tentu pasti kami akan dalami ya," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (7/6/2022).
Baca Juga
Advertisement
Summarecon Agung terseret dalam dua kasus suap, yakni suap terhadap eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti dan Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi.
Ali menyatakan, pembukuan PT Summarecon Agung diselisik untuk memperkuat dugaan tindak pidana yang diduga dilakukan perusahaan tersebut.
"Karena kemarin dugaannya ada pemberian dan penerimaan uang ya. Pasti nanti sumber uang itu pasti kami akan dalami," tutur Ali.
PT Summarecon Agung di dalam dakwaan disebut turut menyuap Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen. Summarecon disebut menyuap Rahmat Effendi sejumlah Rp 1 miliar.
Uang sebesar Rp 1 miliar dari PT Summarecon Agung itu diterima Rahmat Effendi melalui yayasan miliknya dan keluarga, yakni Yayasan Pendidikan Sakha Ramdan Aditya. Penerimaan itu terjadi dua tahap, yakni sebesar Rp 500 juta pada 29 November 2021 dan Rp 500 juta pada 7 Desember 2021.
PT Summarecon Agung sendiri membantah pemberian uang itu merupakan bentuk suap. Summarecon mengklaim uang Rp 1 miliar kepada Rahmat Effendi bentuk donasi untuk pembangunan masjid.
Petinggi Summarecon Jadi Tersangka Suap
Sementara dalam kasus mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, nama Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Oon Nusihono (ON) turut dijerat sebagai tersangka.
Oon diduga menyuap Haryadi sebesar USD 27.258 demi memuluskan izin mendirikan bangunan (IMB) apartemen Royal Kedaton di kawasan Malioboro, Yogyakarta.
KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yakni eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana, dan sekretaris pribadi Haryadi Triyanto Budi Yuwono sebagai penerima suap.
Lalu tersangka pemberi suap yakni Vice President Real Estate Summarecon Agung Oon Nusihono.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan konstruksi kasus dugaan suap Wali Kota Yogyakarta (2017-2022) Haryadi Suyuti (HS).
Menurut dia, kasus dimulai pada sekitar 2019. Saat itu, tersangka Oon Nusihono (ON) selaku Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk melalui Dandan Jaya selaku Dirut PT JOP (Java Orient Property), mengajukan permohonan IMB (izin mendirikan bangunan). PT JOP adalah anak usaha dari PT. Summarecon Agung Tbk.
Advertisement
Suap IMB Apartemen di Malioboro
"Mengatasnamakan PT JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah Cagar Budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta," kata Alex saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022).
Kemudian, kata Alex, proses permohonan izin berlanjut pada 2021 dan untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, Oon dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan Haryadi Suyuti yang saat itu menjabat selaku Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022.
"Diduga ada kesepakatan antara ON (Oon) dan HS (Haryadi) antara lain HS berkomitmen akan selalu 'mengawal' permohonan izin IMB dimaksud dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan izin IMB dan dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama proses pengurusan izin berlangsung," beber Alex.
Dia mengungkap, dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR, ditemukan adanya beberapa syarat yang tidak terpenuh, yaitu terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.
Suap USD 27.258
Alex memastikan, Haryadi mengetahui terjadi kendala di lapangan. Dia pun menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodasi permohonan Oon dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga IMB dapat diterbitkan.
“Selama proses penerbitan izin IMB ini, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar sejumlah Rp 50 juta dari ON untuk HS melalui NWH (Nurwidhihartana), Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta, dan TBY (Triyanto Budi Yuwono), Sekretaris Pribadi merangkap ajudan HS,” bongkar Alex.
Atas skema tersebut, akhirnya pada 2022, IMB pembangunan Apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT JOP bisa terbit dan pada 2 Juni 2022. ON pun datang ke Yogyakarta untuk menemui HS di rumah dinas jabatan wali kota dan menyerahkan uang sejumlah sekitar USD 27.258.
“Uang itu dikemas dalam tas goodiebag melalui TBY sebagai orang kepercayaan HS dan sebagian uang tersebut juga diperuntukkan bagi NWH,” tutur Alex.
Advertisement