Liputan6.com, Jakarta Komisi XI DPR RI mengundang Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk rapat kerja dengan agenda pengambilan keputusan asumsi dasar dalam pembicaraan pendahuluan RAPBN tahun anggaran 2023.
Dalam kesempatan yang sama, Komisis XI DPR RI juga mengundang Menteri PPN/Kepala Bappenas, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS). Rapat ini dibuka dan dipimpin Ketua Komisi XI DPR RI Kahar Muzakir.
Advertisement
"Menurut laporan sekretariat Komisi XI telah hadir fisik sebanyak 25 orang, luar biasa ini, hadir virtual 10 jadi 35 orang, fraksi komplit. Dengan demikian rapat bisa kita buka dan dapat mengambil keputusan," kata Kahar, dalam Rapat kerja dengan Menkeu, di Gedung DPR, Rabu (8/6/2022).
"Agenda rapat kerja hari ini adalah pengambilan keputusan asumsi dasar dan target pembangunan dalam kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2023," tambahnya.
Adapun hasil pembahasan panja, asumsi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023 menjadi landasan dalam penyusunan nota keuangan dan RAPBN 2023 untuk memperkirakan pendapatan negara, desain kebijakan fiskal untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan pembangunan sektor-sektor produksi sehingga memiliki nilai tambah ekonomi.
Penetapan Asumsi Makro
Oleh karena itu, dalam memperkuat struktur perekonomian nasional dan peningkatan produktivitas lapangan usaha, maka diperlukan berbagai upaya, kebijakan, dan program pembangunan.
“Pemerintah menetapkan perkiraan pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran sebagai berikut, pertumbuhan PDB tahun 2023 berada pada 5,3 – 5,9 persen,” kata Kahar.
Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani telah menyampaikan asumsi dasar dalam rapat paripurna DPR, Jumat (20/5) lalu, dengan rincian Pertumbuhan ekonomi 5,3-5,9 persen, Inflasi 2,0-4 persen, Nilai tukar rupiah Rp 14.300-14.800/USD, tingkat bunga SUN 10 tahun 7,34-9,16 persen, ICP USD 80-100 per barel.
Kemudian, lifting minyak bumi 619.000-680.000 barel per hari, lifting gas bumi 1,02 juta hingga 1,11 juta barel setara minyak per hari.
Advertisement
Bank Dunia Pangkas Ramalan Pertumbuhan Ekonomi Global Jadi 2,9 Persen
Bank Dunia memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global dan memperingatkan banyak negara dapat jatuh ke dalam resesi, karena ekonomi tergelincir ke dalam periode stagflasi seperti di era tahun 1970-an.
Dilansir dari CNBC International, Rabu (8/6/2022) laporan terbaru Bank Dunia bertajuk Global Economic Prospects mengatakan bahwa ekspansi ekonomi global diperkirakan turun menjadi 2,9 persen tahun ini dari 5,7 persen pada 2021.
Angka tersebut 1,2 poin persentase lebih rendah dari perkiraan 4,1 persen pada Januari.
Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan berada di sekitar level tersebut hingga tahun 2023 dan 2024.
Sementara inflasi tetap di atas target di sebagian besar ekonomi, menurut laporan Bank Dunia, menunjuk pada risiko stagflasi.
Perang Rusia-Ukraina dan lonjakan harga komoditas yang diakibatkannya telah memperparah kerusakan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 pada ekonomi global, yang menurut Bank Dunia sekarang memasuki apa yang mungkin menjadi "periode pertumbuhan lemah yang berlarut-larut dan inflasi yang meningkat".
"Perang di Ukraina, lockdown di China, gangguan rantai pasokan, dan risiko stagflasi memukul pertumbuhan. Bagi banyak negara, resesi akan sulit dihindari," kata Presiden Bank Dunia David Malpass.
Ekonomi Negara Maju
Laporan Bank Dunia juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju akan melambat tajam menjadi 2,6 persen tahun ini dari 5,1 persen pada 2021, dan bakal semakin melambat menjadi 2,2 persen pada tahun 2023 mendatang.
Adapun ekspansi di pasar negara berkembang dan ekonomi negara berkembang yang juga diproyeksikan turun menjadi 3,4 pesen pada tahun 2022 dari 6,6 persen pada tahun 2021.
Angka itu jauh di bawah rata-rata tahunan sebesar 4,8 persen dari tahun 2011 hingga 2019.
Penurunan itu datang karena inflasi terus meningkat baik di negara maju dan berkembang, mendorong bank sentral untuk memperketat kebijakan moneter dan menaikkan suku bunga untuk menahan lonjakan harga.
Advertisement