Liputan6.com, Jakarta - Kolonel Priyanto, terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap dua pasangan sejoli di Nagreg, Jawa Barat pada Desember 2021 lalu telah divonis hukuman penjara seumur hidup oleh Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II.
Hakim Ketua di Pengadilan Militer Tinggi II, Cakung, Jakarta Timur menjatuhkan vonis seumur hidup terhadap Kolonel Priyanto pada Selasa 7 Juni 2022.
"Penjara seumur hidup dan dipecat dari dinas militer," ujar Hakim Ketua di Pengadilan Militer Tinggi II, Cakung, Jawa Timur, Selasa 7 Juni 2022.
Baca Juga
Advertisement
Hakim Ketua menyatakan bahwa Kolonel Priyanto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana. Termasuk dengan sengaja berusaha menghilangkan mayat korban dalam rangka menghilangkan bukti kasus.
"Memerintahkan terdakwa tetap ditahan," kata Hakim Ketua.
Sementara itu, disampaikan Jubir Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Chk Hanifan, usai hasil vonis telah berkekuatan hukum tetap maka Kolonel Priyanto tidak lagi mendapatkan haknya usai pensiun dari TNI.
"Iya, jadi konsekuensi dari pemecatan itu semua hak-hak rawatan kedinasannya itu dicabut. Jadi sudah tidak ada lagi untuk menerima pensiun atau pun tunjangan-tunjangan lainnya," tutur Hanifan di Pengadilan Militer Tinggi II, Cakung, Jakarta Timur, Selasa 7 Juni 2022.
Hanifan menyebut, masih ada rentang waktu tujuh hari bagi Kolonel Priyanto untuk menyatakan sikap, yakni apakah menerima putusan majelis hakim atau mengajukan banding atas vonis tersebut.
Berikut sederet fakta terkait vonis Kolonel Priyanto, terdakwa kasus dugaaan pembunuhan berencana terhadap dua pasangan sejoli di Nagrek, Jawa Barat dihimpun Liputan6.com:
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
1. Divonis Penjara Seumur Hidup, Dipecat dari TNI, dan Tetap Ditahan
Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II menjatuhkan vonis seumur hidup terhadap Kolonel Priyanto, terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap dua pasangan sejoli yang dibuang ke sungai di Nagrek.
"Penjara seumur hidup dan dipecat dari dinas militer," tutur Hakim Ketua di Pengadilan Militer Tinggi II, Cakung, Jakarta Timur, Selasa 7 Juni 2022.
Hakim Ketua menyatakan bahwa Kolonel Priyanto terbukti secara sah dan meyakinlan melakukan tindak pidana. Termasuk dengan sengaja berusaha menghilangkan mayat korban dalam rangka menghilangkan bukti kasus.
"Memerintahkan terdakwa tetap ditahan," kata Hakim Ketua.
Sebelumnya, Oditurat Militer Tinggi II Jakarta menuntut terdakwa Kolonel Priyanto dengan hukuman penjara seumur hidup atas kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap dua pasangan sejoli yang dibuang ke sungai.
Sebagaimana tuntutan yang dibacakan Oditur Militer Tinggi Kolonel Sus Wirdel Boy dalam sidang di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, pada Kamis 21 April 2022.
"Selanjutnya kami memohon agar majelis Pengadilan Tinggi II Jakarta menjatuhkan hukuman terhadap kolonel Infantri Priyanto dengan pidana pokok penjara seumur hidup," kata Wirdel saat pembacaan draft tuntutan.
Selain pidana pokok, Oditurat juga meminta agar majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pemecatan terhadap Kolonel Inf Priyanto dari Instansi TNI AD.
Tuntutan ini telah mempertimbangkan hal-hal, di antaranya yang meringankan yakni terdakwa selama persidangan telah terus terang yang mempermudah jalannya persidangan.
"Terdakwa belum pernah dihukum, dan terdakwa telah menyesali perbuatannya," kata Wirdel.
Advertisement
2. Kolonel Priyanto Tak Lagi Dapat Tunjangan Pensiun
Jubir Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kolonel Chk Hanifan menyampaikan, usai hasil vonis telah berkekuatan hukum tetap maka Kolonel Priyanto tidak lagi mendapatkan haknya usai pensiun dari TNI.
"Iya, jadi konsekuensi dari pemecatan itu semua hak-hak rawatan kedinasannya itu dicabut. Jadi sudah tidak ada lagi untuk menerima pensiun atau pun tunjangan-tunjangan lainnya," tutur Hanifan di Pengadilan Militer Tinggi II, Cakung, Jakarta Timur, Selasa 7 Juni 2022.
Menurut Hanifan, masih ada rentang waktu tujuh hari bagi Kolonel Priyanto untuk menyatakan sikap, yakni apakah menerima putusan majelis hakim atau mengajukan banding atas vonis tersebut.
"Nanti setelah dalam waktu tujuh hari berkekuatan hukum tetap, terdakwa menjalani pidananya itu bukan lagi di penjara militer namun di lapas sipil karena dia sudah dipecat," kata Hanifan.
3. Hal yang Memberatkan Vonis Kolonel Priyanto
Hakim Ketua, Faridah Faisal menyampaikan bahwa Kolonel Priyanto terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana berupa pembunuhan berencana, perampasan kemerdekaan orang lain, dan menghilangkan mayat.
Dalam putusan ini, hal yang memberatkan hukuman adalah pelaku merupakan seorang prajurit aktif berpangkat perwira menengah yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat, namun justru membunuhnya.
"Bahwa terdakwa dalam kapasitasnya selaku prajurit berpangkat kolonel dididik, dilantik, dan dipersiapkan oleh negara untuk berperan dalam melaksanakan tugas-tugas selain perang, yang dibebankan negara kepadanya dalam hakikatnya untuk melindungi kelangsungan, dalam itu melindungi kelangsungan hidup negara dan masyarakat, bukan untuk membunuh rakyat yang tidak berdosa," tutur Faridah.
Faridah mengatakan, perbuatan Kolonel Priyanto telah merusak citra TNI khususnya Angkatan Darat (AD) dan kesatuan di mata masyarakat. Perbuatan terdakwa pun bertentangan dengan kepentingan militer yang senantiasa menjaga soliditas dengan rakyat, dalam rangka mendukung tugas pokok TNI.
"Aspek rasa keadilan masyarakat, bahwa perbuatan terdakwa bertentangan dengan nilai kearifan lokal di masyarakat. Perbuatan terdakwa bertentangan dengan norma hukum yang tertuang dalam pancasila dan tidak mencerminkan nilai peri kemanusiaan yang beradab," jelas dia.
Lebih lanjut, perbuatan Kolonel Priyanto telah merusak ketertiban, keamanan, dan kedamaian dalam masyarakat.
"Bahwa mengingat perbuatan terdakwa yang sedemikian berat, maka kondisi psikologis masyarakat secara umum dan secara khusus kondisi psikologis para keluarga korban, sehingga dalam penjatuhan pidana terdakwa harus setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya," tegas Faridah.
Advertisement
4. Kolonel Priyanto dan Oditur Militer Masih Pikir-Pikir Banding
Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II telah menjatuhkan vonis seumur hidup terhadap Kolonel Priyanto, terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap dua pasangan sejoli yang dibuang ke sungai di Nagreg.
Terkait hal itu, terdakwa bersama kuasa hukum sepakat untuk pikir-pikir sebelum menentukan sikap atas putusan tersebut.
"Pikir-pikir," tutur Priyanto kepada Hakim Ketua di Pengadilan Militer Tinggi II, Cakung, Jakarta Timur, Selasa 7 Juni 2022.
Senada, Oditur Militer Tinggi Kolonel Sus Wirdel Boy juga menyatakan pikir-pikir usai majelis hakim mengabulkan tuntutan, yakni dengan menjatuhkan vonis seumur hidup terhadap Kolonel Priyanto, terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap dua pasangan sejoli yang dibuang ke sungai di Nagreg.
"Untuk putusan yang kita pertimbangkan yang pertama itu jenis pidananya, berapa lama pidana, bagaimana pembuktian unsur atau pasal yang dibuktikan, yang ketiga status barang bukti. Di dalam tuntutan, kita kan menuntut kemarin pasal 340, 328 penculikan, sama yang menghilangkan mayat. Sementara untuk Pasal yang kedua, kan dibuktikan oleh majelis hakim bahwa itu merampas kemerdekaan. Itu merupakan salah satu celah nanti untuk kita bisa melakukan banding," tutur Wirdel.
Kemudian mengenai barang bukti, lanjut Wirdel, pihaknya dapat mengajukan upaya banding lantaran status dari penentuan barang bukti di kasus tersebut.
"Kemarin kami meminta bahwa karena mobil sama handphone dipakai untuk memudahkan mereka melakukan tindak pidana ya, seharusnya itu dirampas karena menjadi alat dipakai untuk melakukan tindak pidana. Jadi perbedaan ini bisa menjadi argumentasi atau dalil kita mengajukan upaya banding," jelas dia.
Menurut Wirdel, dalam dunia peradilan militer sendiri upaya banding memang harus berkonsultasi dengan Pimpinan terlebih dahulu sebelum memutuskan upaya hukum banding. Kembali dia menjelaskan, hal yang berbeda antara tuntutan dengan vonis hakim adalah terkait pembuktian pasal dan penentuan status barang bukti.
"Perampasan kemerdekaan (Putusan), dan penculikan (Tuntutan). Dampak terhadap vonis kan memang sesuai dengan tuntutan, tetapi kebenaran objektif kan harus kita kemukakan. Karena kan sangat memungkinkan adanya upaya banding dari terdakwa maupun oditur," Wirdel menandaskan.
(Belinda Firda)