Polri Beberkan Duduk Perkara Korupsi Lahan Rusun di Cengkareng Pemprov DKI Jakarta

Polri memaparkan duduk perkara kasus dugaan korupsi dan TPPU untuk pembangunan rumah susun oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah (DPGP) Provinsi DKI Jakarta 2015 dan 2016.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 08 Jun 2022, 18:42 WIB
Kementerian PUPR telah menyelesaikan pembangunan rusun santri di Yayasan Pondok Pesantren Syekh Burhanuddin Kuntu, Kabupaten Kampar, Riau. (Dok PUPR)

Liputan6.com, Jakarta - Polri memaparkan duduk perkara kasus dugaan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam pengadaan tanah 4,69 hektare dan 1.137 meter persegi di Kecamatan Cengkareng untuk pembangunan rumah susun (rusun) oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah (DPGP) Provinsi DKI Jakarta 2015 dan 2016.

Dalam kasus ini sudah ditetapkan dua tersangka yakni Sukmana (SUK) selaku mantan Kepala Bidang Pembangunan Perumahan dan Permukiman Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan Rudy Hartono (RHI) selaku terdakwa kasus dugaan korupsi tanah di Munjul, Jakarta Timur.

Perkara ini mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 649 Miliar.

Dirtipikor Bareskrim Polri Brigjen Cahyono Wibowo menyampaikan, untuk tersangka Rudy Hartono juga dikenakan TPPU. Dalam praktiknya, tersangka membuat persyaratan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) secara tidak benar atau tidak sesuai dengan ketentuan.

"Sehingga terbit SHM atas nama saudari TNS. Nah, di dalam pendahuluan, pemeriksaan pendalaman kasus ini, telah terjadi perbuatan melawan hukum berupa suap terhadap para pihak yang barang buktinya sudah kita sita, sehingga ini menjadi satu modus di dalam korupsi pengadaan tanah," tutur Cahyono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (8/6/2022).

Setelah terbit SHM, lanjut Cahyono, tersangka Rudy Hartono menawarkan tanah tersebut kepada DPGP Provinsi DKI Jakarta dan tersangka Sukmana selaku pegawai DPGP Provinsi DKI Jakarta ikut mengambil peran dalam pengadaan pembangan rusun secara tidak benar.

"Jadi di sini ada fakta-fakta yang ditemukan, ada kesesuaian niat jahat antara SUK dengan RHI," ucap dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Bukti Lakukan Transfer

Rumah susun (rusun) para santri yang menuntut ilmu di Yayasan Luhur Amal Muli Pondok Pesantren Miftahul Huda, Kota Pekanbaru, Riau. (Dok Kementerian PUPR)

Setelah dilakukan pembayaran terhadap Rudy Hartono sebesar Rp 658 Miliar, tersangka Rudy Hartono pun langsung melakukan penarikan beberapa kali terhadap uang tersebut dan dilanjutkan dengan penukaran ke mata uang asing.

Uang hasil kejahatan itu turut digunakan untuk membeli beberapa aset yang ada di Jakarta, baik berupa bangunan atau pun lainnya.

"Kemudian juga ada berdasarkan fakta yang kita dapat, RHI juga ada melakukan transfer beberapa kali ke luar negeri. Dari sini kita akan dalami, di mana kita juga sudah bekerja smaa dengan otoritas luar negeri FBI untuk terkait masalah yang transfer ke luar negeri," kata Cahyono.

Sejauh ini, penyidik telah melakukan upaya penelusuran terhadap aliran uang hasil korupsi itu, baik di dalam maupun luar negeri antara lain Singapura dan Amerika Serikat.

Adapun yang berhasil terselamatkan dalam bentuk penyitaan dan pemblokiran terhadap 19 aset atau properti senilai Rp700.970.000.000.

"Berkas perkara akan segera dilimpahkan Tahap I kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung," Cahyono menandaskan.

 


Tetapkan Dua Tersangka

Ilustrasi tersangka. (Liputan6.com/Istimewa)

Sebelumnya, polisi menetapkan dua tersangka atas kasus dugaan korupsi pengadaan lahan seluas 4,69 hektare untuk pembangunan rumah susun atau rusun oleh Dinas Perumahan Gedung Pemerintah Daerah (DPGP) Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2015 di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat.

"Berdasarkan laporan polisi Nomor LP 656/VI/2016 Bareskrim tanggal 27 Juni 2016 di mana waktu kejadian pada tahun 2015 dengan dua tersangka atas nama S dan RHI," tutur Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan soal korupsi lahan itu di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu 2 Februari 2022.

Menurut Ahmad, barang bukti yang diamankan antara lain girik, dokumen persyaratan penerbitan SHM, warkah terkait tanah di Cengkareng, empat dokumen berkaitan dengan proses pengadaan tanah, dan dokumen berkaitan dengan proses pembayaran tanah.

Kemudian juga ada uang tunai sebanyak Rp 161 juta dari M Saleh selaku mantan Kasi Pemerintahan dan Trantip Cengkareng, uang Rp 500 juta dari Junaidi selaku mantan Camat Cengkareng tahun 2011-2014 , uang senilai Rp 790 juta dari Mas'ud Effendi selaku camat Cengkareng tahun 2014-2016.

Adapun tersangka Sukmana (S) merupakan mantan Kepala Bidang Pembangunan Perumahan dan Permukiman Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah DKI Jakarta, sementara Rudy Hartono (RHI) merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi tanah di Munjul, Jakarta Timur.

"Diduga telah terjadi tindak pidana korupsi terkait dengan pelaksanaan pengadaan tanah seluas 4,69 hektare dan 1.137 meter persegi di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, untuk pembangunan rusun tahun anggaran 2015 dan tahun anggaran 2016 dengan nilai pekerjaan sebesar Rp 684.510.250.000 dengan rincian tahun anggaran 2015 sebesar Rp 668.510.250.000 dan tahun anggaran 2016 sebesar Rp 16 miliar," jelas dia.

 


Kondisi Tanah Bermasalah

Terdakwa dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tanah di Munjul, Rudy Hartono Iskandar (tengah) usai sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/2/2022). Rudy Hartono Iskandar dituntut pidana penjara selama 7 tahun dan denda 500 juta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Ahmad mengatakan, objek tanah proyek tersebut diduga sebagian atau seluruhnya dalam kondisi bermasalah. Kemudian sertifikat hak miliknya juga diduga hasil rekayasa, sehingga tidak dapat dikuasai atau dimiliki dan dimanfaatkan sepenuhnya, yang tentunya mengakibatkan kerugiaan keuangan negara.

Dari situ, fakta yang ditemukan yakni patut diduga telah terjadi penyimpangan dalam proses pengadaan tanah seluas 4,69 hektare dan 1.137 meter persegi di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, yang merupakan perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan ketentuan dan pedoman pengadaan tanah pemerintah, sebagaimana diatur dalam UU No.2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dan Perpres No.40 tahun 2014 tentang perubahan atas Perpres No.71 tahun 2012 tentang penyelanggaran pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

Termasuk dugaan adanya aliran penerimaan uang dari pihak kuasa penjual kepada pejabat pengadaan dan pejabat lain, terkait proses pengadaan tanah seluas 4,69 hektar dan 1.137 meter persegi di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, untuk pembangunan rumah susun tahun anggaran 2015 dan 2016 yang telah menguntungkan diri sendiri.

"Patut diduga telah terjadi kerugian keuangan negara setelah dilakukan pembayaran atas pengadaan tanah seluas 4,69 hektar dan 1.137 meter di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, karena tanah atau lahan yang dibeli tidak dapat dikuasai, dimiliki, dan dimanfaatkan sepenuhnya oleh DPGP DKI Jakarta," Ahmad menandaskan.

Infografis 3 Jurus Cegah Korupsi Bansos Covid-19 (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya