Kementerian PPN: Butuh Kerjasama Banyak Pihak Selesaikan Masalah Akses Air Bersih di Jakarta

Akses air layak belum bisa menjawab sepenuhnya kebutuhan masyarakat. Karena keterbatasan akses air aman, maka masyarakat terpaksa mengkonsumsi air isi ulang maupun air kemasan.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Jun 2022, 21:00 WIB
Seorang warga meminum air di kawasan Muara Angke, Jakarta, Sabtu (26/2/2022). Sejak tahun 1980-an, warga Muara Angke, Jakarta Utara, mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

 

Liputan6.com, Jakarta Direktur Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Tri Dewi Virgiyanti mengatakan sekitar 90,21 persen masyarakat Indonesia memiliki akses air yang dapat dikategorikan layak.

Namun baru sekitar 12 persen yang memiliki akses air yang dapat dikategorikan aman, yakni yang butuh sekali pengolahan untuk bisa langsung dikonsumsi.

Dalam diskusi yang digelar secara daring, Rabu, (08/06/2022), Tri Dewi Virgiyanti menjelaskan di Jakarta persentase akses masyarakat terhadap air layak dapat dikatakan tinggi, yakni mencapai sekitar 99 persen, dan kurang dari satu persen yang belum memiliki akses.

Namun sayangnya, akses air layak belum bisa menjawab sepenuhnya kebutuhan masyarakat. Karena keterbatasan akses air aman, maka masyarakat terpaksa mengkonsumsi air isi ulang maupun air kemasan. Hal serupa kata dia juga terjadi di kota-kota besar lainnya.

"Ada kecenderungan lain yang menguat di Indonesia, terutama di kota-kota besar. Karena air di sumur perlu di treatment satu kali, bergeserlah, mengandalkan air minum dalam kemasan atau isi ulang. Tapi berdasarkan studi, kualitas isi ulang jauh lebih rendah dari perpipaan. Sementara, air kemasan harganya tidak terjangkau dan tidak selalu tersedia setiap saat. Artinya air minum kemasan dan isi ulang ini bukan akses," ujar Tri Dewi Virgiyanti.

Dia akui bahwa menghadirkan air aman untuk seluruh warga DKI Jakarta bukankah perkara mudah. Pasalnya ibukota sendiri untuk urusan air layak, masih harus mendatangkan air dari luar kota. Menurutnya sumber-sumber air aman layak di Jakarta hanya bisa mengakomodir sekitar 6 persen dari kebutuhan warga. 

Sementara itu, Direktur Pelayanan PAM JAYA, Syahrul Hasan, dalam kesempatan yang sama menambahkan bahwa sudah sekitar 64 persen warga yang mendapatkan pelayanan dari PAM Jaya. Sisanya sebanyak 36 persen belum terlayani,  antara lain karena Jakarta masih kekurangan sumber air baku.

Kata dia, sumber-sumber air baku di Jakarta seperti sungai, danau maupun embung, tidak bisa memenuhi pasokan untuk 36 persen warga yang belum terlayani. 

PAM Jaya kata dia punya target untuk mengakses semua warga ibukota paling lambat pada 2030 mendatang. Namun upaya tersebut tidak bisa dilakukan tanpa bantuan pihak lain.

Menurut Syahrul Hasan dibutuhkan kerjasama dari banyak pihak mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah hingga swasta, agar 36 persen warga ibukota yang belum terlayani bisa mendapatkan akses, "Apakah swasta bisa terlibat, saya rasa dimungkinkan. Apakah nanti di pengelolaannya, atau didistribusinya," kata Syahrul Hasan.

Bantuan pihak lain menurutnya sangat dibutuhkan, terlebih karena pandemi Covid-19. Kata dia Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sama seperti pemerintah daerah lain,  mengalami permasalahan di anggaran akibat pandemi. PAM Jaya sendiri menurutnya diproyeksikan baru bisa menerima penanaman modal dari pemprov paling cepat pada tahun 2026 mendatang.

 


Libatkan Banyak Pihak

Penjual mengisi air bersih ke drigjen di kawasan Muara Angke, Jakarta, Sabtu (26/2/2022). Sejak tahun 1980-an, warga Muara Angke, Jakarta Utara, mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sementara itu, Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian  Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Herry Trisaputra Zuna, yang juga merupakan narasumber pada diskusi, menerangkan bahwa sesuai Undang-Undang, air diatur oleh negara. Namun untuk membantu sejumlah hal termasuk pendistribusian, pemerintah bisa menggandeng pihak swasta.

"Kalau berhubungan dengan masyarakat harus (dikelola) PDAM (atau) BUMD daerah. Tapi percepatan sambungan rumah, bisa dikerjasamakan, lingkupnya membangun," terangnya.

Menurut Herry Trisaputra Zuna penanganan permasalahan akses air di Jakarta, sudah diatur sejak lama. Penanganan tersebut kata dia melibatkan banyak pihak, termasuk pemerintah pusat.

Herry Trisaputra Zuna menjelaskan bahwa yang perlu dilakukan sekarang adalah semua pihak konsisten dan mulai segera melakukan segala upaya agar target 2030 dapat tercapai.

Infografis Waspada Krisis Air Ibukota (Liputan6.com/Yoshiro)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya