Wall Street Anjlok Imbas Investor Khawatir Perlambatan Ekonomi

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones anjlok 269,24 poin atau 0,81 persen ke posisi 32.910,90.

oleh Agustina Melani diperbarui 09 Jun 2022, 07:39 WIB
Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot pada perdagangan Rabu, 8 Juni 2022. Investor memantau tanda-tanda potensi perlambatan ekonomi dan mengawasi pasar obligasi.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones anjlok 269,24 poin atau 0,81 persen ke posisi 32.910,90. Indeks S&P 500 susut 1,08 persen menjadi 4.115,77. Indeks Nasdaq susut 0,73 persen ke posisi 12.086,27.

Pergerakan wall street terjadi karena investor mempertimbangkan pembaruan dari perusahaan besar dan tanda-tanda pertumbuhan ekonomi mungkin melambat.  Saham Credit Suisse yang diperdagangkan di Amerika Serikat turun 1 persen setelah bank mengeluarkan peringatan laba untuk kuartal II 2022. Hal ini seiring kebijakan moneter lebih ketat dan perang di Ukraina.

Saham Intel turun lebih dari 5 persen setelah manajemen memperingatkan melemahnya permintaan semikonduktor pada konferensi industri.

Sementara itu, pelacak the Atlanta Federal Reserve’s GDPNow menunjukkan tingkat pertumbuhan hanya 0,9 persen untuk kuartal II, turun dari 1,3 persen pekan lalu. Permintaan hipotek mencapai level terendah dalam 22 tahun pekan lalu, menurut the Mortgage Bankers Association.

Ekonom Deutsche Bank AS Matthew Luzzetti sebelumnya menyerukan resesi pada akhir 2023, dalam catatan kepada klien pada Rabu, 8 Juni 2022 menyebutkan kemungkinan resesi akan meningkat dalam beberapa bulan mendatang.

“Kesimpulan utama kami adalah kemungkinan resesi yang berwawasan ke depan cenderung terlihat jauh lebih buruk akhir tahun ini karena kondisi keuangan yang semakin ketat,” ujar Luzzetti.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kekhawatiran Kebijakan The Fed

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Kepada CNBC, Chief Economic Allianz Mohamed El-Erian menuturkan, ketike the Fed terus memperketat kondisi moneter, kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perusahaan dapat berdampak lebih besar pada saham.

“Pasar telah menerima berita ini jauh lebih baik daripada yang seharusnya, tetapi jika saya sepenuhnya berinvestasi sekarang, saya akan menunggu valuasi lebih untuk diciptakan,” kata dia.

Di sisi lain imbal hasil obligasi pemerintah AS kembali bebani sentimen di pasar.  Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun kembali di atas 3 persen. Harga minyak juga naik dengan patokan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat mendorong jauh di atas USD 120 per barel.

Sektor saham energi adalah titik terang untuk pasar. Hal ini seiring sektor saham energi ditutup ke posisi tertinggi sejak Agustus 2014. Saham teknologi China memberikan dukungan ke indeks Nasdaq dengan saham JD.com dan Pinduoduo yang diperdagangkan di AS naik sekitar 7,7 persen dan 9,7 persen.


Gerak Saham di Wall Street

Ilustrasi wall street (Photo by Patrick Weissenberger on Unsplash)

Sementara itu, saham Robinhood turun 3,9 persen setelah Ketua Komisi Sekuritas dan Bursa Gary Gensler merinci potensi perubahan aturan seputar eksekusi perdagangan seperti kemungkinan mengharuskan pesanan ritel untuk dialihkan ke lelang. Saham Moderna naik hampir 2,2 persen setelah suntikan booster COVID-19 yang dimodifikasi menunjukkan respons yang lebih kuat terhadap varian baru.

Di sisi pendapatan, Campbell Soup menguat 1,5 persen setelah laporan kuartalan yang lebih kuat dari perkiraan. Investor melihat ke arah pembacaan indeks harga konsumen Mei 2022 pada Jumat pekan ini. Rilis data ekonomi tersebut akan sangat penting untuk kebijakan the Fed dengan menaikkan suku bunga 50 basis poin.

“Kami percaya pasar saham akan reli pada tanda-tanda jeda dalam siklus kenaikan suku bunga yang diharapkan,” ujar Strategist Wells Fargo, Scott Wren.


Wall Street Bak Roller Coaster

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Ia menuturkan, data konsumen yang positif juga dapat membantu sejumlah kekhawatiran pertumbuhan tetapi juga sejumlah keadaan dapat menjadi kekhawatiran lebih lanjut the Fed lebih agresif untuk meredakan inflasi.

“Reli pasar saham pada titik ini akan melihat hambatan dan tidak berarti tindak lanjut sampai ada tanda-tanda yang jelas the Fed mengendalikan inflasi,” ujar dia.

Bursa saham Amerika Serikat bak roller coaster seiring kenaikan suku bunga the Fed yang agresif memicu kekhawatiran resesi. Indeks S&P 500 turun sekitar 14 persen dari level tertinggi sepanjang masa pada Januari 2022. Indeks Nasdaq merosot sekitar 25 persen dari rekor tertingginya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya