Kajian ITB Sebut Produk Tembakau yang Dipanaskan Lebih Rendah Risiko ketimbang Rokok

Produk tembakau yang dipanaskan lebih rendah risiko dibanding rokok menurut kajian Sekolah Farmasi ITB.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 10 Jun 2022, 09:00 WIB
Setelah dilakukan kajian di Kemenkes, rokok elektrik dinilai sangat berbahaya karena memiliki efek ketergantungan, Jakarta, Selasa (19/05/2015). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan secara komparatif memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok konvensional. Hal ini berdasarkan hasil kajian literatur ilmiah dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (SF - ITB) yang berjudul Kajian Risiko (Risk Assessment) Produk Tobacco Heated System (THS) Berdasarkan Data dan Kajian Literatur.

Guru Besar Sekolah Farmasi SF - ITB Rahmana Emran Kartasasmita menyampaikan, komponen senyawa toksik yang disebut Harmful and Potentially Harmful Constituents (HPHC) dinilai lebih sedikit komponennya pada produk tembakau yang dipanaskan. HPHC yang dimaksud seperti nikotin, benzena, acrolein, dan 1,3-butadiene.

"Berprofesi di bidang farmasi maupun juga secara keilmuan, kami sangat tertarik mengenai aspek keamanan dari produk tembakau yang dipanaskan. Kita semua sudah mengetahui, kalau konsisten dengan cara dibakar itu kan pada proses pembakaran menghasilkan berbagai macam senyawa," ujar Emran saat diskusi terbatas di Hotel Novotel Cikini, Jakarta pada Rabu, 8 Juni 2022.

"Kalau kita berpikiran sederhana secara logika, ya tentu saja dengan dipanaskan itu seharusnya lebih sedikit komponen HPHC yang terbentuk secara kualitatif, jenis maupun kuantitatif kadarnya. Saya kira kita harus punya bukti-bukti secara kualitatif dan kuantitatif dari hasil pengujian."

Perbedaan mendasar produk tembakau yang dipanaskan dengan rokok konvensional terletak pada prosesnya. Pada produk yang dipanaskan tidak terjadi nyala api, sedangkan rokok konvensional ada nyala api.

"Namun, berbeda produk tembakau dengan cara dipanaskan. Karena tidak terjadi proses pembakaran (burning), tetapi dipanaskan dan suhunya terkontrol. Perbedaan yang mendasar antara dibakar akan terjadi nyala api bisa nyala. sedangkan pemanasan tidak terjadi nyala api," jelas Emran.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kajian Publikasi dan Jurnal Ilmiah

Tren Vape ternoda bandar narkoba (Foto: Awan Harinto)

Rahnmana Emran Kartasasmita melanjutkan prevalensi merokok di Indonesia tidak kunjung menurun meski pemerintah telah melakukan berbagai upaya. Seiring perkembangan teknologi dan inovasi yang didukung dengan penelitian selama dua dekade terakhir, lahir ragam produk tembakau alternatif.

Misal, produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, snus, dan kantong nikotin. Kehadiran dari produk ini dapat digunakan untuk membantu perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaannya karena memiliki proporsi risiko yang jauh rendah.

"Menjadi penting untuk kajian-kajian berdasarkan data-data yang di pabrik untuk melakukan kajian tersebut agar sesuai dengan kaidah-kaidah yang juga diakui secara internasional. Berdasarkan kajian yang disebut analisis risiko atau risk analysis disepakati bahwa analisis ini--produk tembakau yang dipanaskan--adalah tiga komponen yang berbasis sains," jelas Emran.

"Kajian dari publikasi ilmiah dan juga jurnal-jurnal ilmiah. Jurnal ilmiah dipublikasi secara resmi pada website otoritas regulasi negara. Contohnya di internasional seperti IARC (International Agency for Research on Cancer)."

Kajian Sekolah Farmasi ITB ini dilakukan berdasarkan metode standar di seluruh dunia untuk menghitung perkiraan tingkat risiko. SF-ITB mengacu pada lembaga-lembaga dunia misal, WHO (World Health Organization), IARC (International Agency for Research on Cancer, suatu lembaga di bawah WHO). Kemudian Centers for Disease Control and Prevention (CDC), dan US-EPA (Environmental Protection Agency) dalam proses kajiannya.

"Tapi kami menggunakan juga data yang relevan yang bisa kita manfaatkan dari data-data itu kualitatif kuantitatif terkait dengan komponen HPHC," lanjut Emran.


Penelusuran Data Produk Tembakau Dipanaskan

Penampakan rokok elektrik NCIG oleh Nasty dan Hex saat peluncuran di Jakarta, Jumat (22/3). Pemerintah menerapkan tarif cukai pada rokok elektrik. (Liputan6.com/HermanZakharia)

Menurut Rahnmana Emran Kartasasmita, produk tembakau yang dipanaskan dan standar rokok konvensional yang dibakar gunanya juga bisa dilihat dari hasil publikasi penelitian lain. Terutama apabila ingin melihat seberapa besar volume yang terpapar.

"Kita bisa lihat dan publikasi ilmiah. Jadi, kalau rokok itu berapa sih satu batang itu dibakar sampai habis itu orang terpapar, volumenya berapa? Kita bakal tahu konsentrasi nomor satu sifat bahaya atau karakteristik risiko," terang Emran.

"Paparan tampak maka kita bisa melihat karakterisasi risiko senyawa. Karena sifat senyawa itu secara garis besar ada dua dalam kajian risiko ambang keamanan. Intinya, udara yang ada tidak bersih 100 persen di bawah ambang risiko yang terjadi terdampak kesehatan."

Proses kajian risiko yang dilakukan Emran dan tim melalui beberapa tahapan, yaitu penelusuran literatur independen dan publikasi ilmiah untuk mencari data kualitatif dan kuantitatif terkait berbagai senyawa dalam produk tembakau yang dipanaskan dan standard cigarette sebagai komparator, beserta penggolongan karsinogenitasnya dengan merujuk pada IARC.


Risiko Kesehatan Lebih Rendah

Ilustrasi Merokok Credit: pexels.com/Irina

Setelah data diperoleh, anggota kajian produk tembakau yang dipanaskan, yakni Tim SF - ITB melakukan pencarian data karakterisasi bahaya untuk senyawa dengan nilai ambang (non-karsinogenik dan karsinogenik non-genotoksik).

Selain itu pencarian data dengan tanpa nilai ambang keamanan (karsinogenik genotoksik), penghitungan kajian paparan dengan kasus skenario terburuk. Kemudian penemuan karakterisasi risiko untuk non - karsinogenik dan substansi karsinogenik.

Berdasarkan hasil kajian SF-ITB, Prof. Emran mengatakan produk tembakau yang dipanaskan tidak sepenuhnya bebas risiko. Namun, produk ini terbukti memiliki profil risiko kesehatan lebih rendah dibandingkan dengan rokok.

“Produk tembakau alternatif harus didukung penggunaannya bagi perokok dewasa yang ingin beralih dari kebiasaannya," ujarnya. 

Hasil kajian di atas juga selaras dengan sejumlah riset lainya yang dilakukan lembaga-lembaga kesehatan di dunia. Misalnya, Public Health England dan German Federal Institute for Risk Assessment (BfR) yang menyimpulkan, bahwa produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok.

Infografis Bahaya Merokok

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya