BA.4 dan BA.5 Masuk RI, Kemenkes Ungkap Karakteristik 2 Subvarian Omicron Ini

BA.4 dan BA.5 mudah menular, memiliki kemampuan immune escape tapi tingkat keparahan bila terinfeksi dua subvarian Omicron ini rendah.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 11 Jun 2022, 06:50 WIB
Ilustrasi varian Covid-19 Omicron. Credits: pexels.com by Edward Jenner

Liputan6.com, Jakarta Dua subvarian Omicron COVID-19, BA.4 dan BA.5 sudah masuk Indonesia. Terdeteksi ada satu orang terkena BA.4 dan tiga orang warga negara asing terkena COVID-19 dengan subvarian Ba.5.

Dua varian ini disebut-sebut sebagai biang kerok peningkatan kasus di banyak negara. Singapura, Portugal, Afrika Selatan, dan Chile menyebut kehadiran dua turunan Omicron ini membuat kasus COVID-19 di negara tersebut meningkat.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Muhammad Syahril mengatakan di tingkat global secara epidemiologi subvarian BA.4 sudah dilaporkan sebanyak 6.903 sekuens melalui GISAID. Laporan tersebut berasal dari 58 negara dan ada 5 negara dengan laporan BA.4 terbanyak, antara lain Afrika Selatan, Amerika Serikat, Britania Raya, Denmark, dan Israel.

Sedangkan BA.5 sudah dilaporkan sebanyak 8.687 sekuens dari 63 negara. Ada 5 negara dengan laporan sekuens terbanyak yaitu Amerika, Portugal, Jerman, Inggris, dan Afrika Selatan.

"Penyebarannya cepat ya tapi tidak tingkat keparahannya tidak berat. Lebih ringan dari Omicron yang terdahulu, yang kita tahu Omicron awal-awal itu lebih ringan dari Delta," kata Syahril kepada wartawan pada Jumat, 10 Juni 2022.

Bila menilik kasus empat orang yang teridentifikasi dengan dua subvarian tersebut di Indonesia, hanya satu yang bergejala dengan kategori ringan.

"Dia merasakan sakit tenggorokan dan badan pegal," kata Syahril mengungkap gejala yang dialami WNA terpapar BA.5.

Meski begitu, Syahril mengingatkan bahwa dua subvarian ini bisa menyelinap atau lolos dari perlindungan yang diberikan lewat vaksinasi maupun kekebalan alami.

"Yang mungkin perlu kita waspadai yaitu immune escape."

"Artinya, subvarian ini menghindari dari imunitas seseorang, memiliki kemungkinan bisa menghindar, lolos dari perlindungan kekebalan yang sudah ada baik pada mereka yang sudah divaksinasi maupun yang dapat kekebalan alamiah. Itu kenapa penyebarannya cepat ya," kata Syahril yang juga dokter spesialis paru itu.

 


Jangan Panik dan Prokes Tetap Ketat

Melihat karakteristik pada dua subvarian yang mulai masuk pada akhir Mei 2022 itu, Syahril meminta masyarakat tidak panik.

"Kita tidak perlu panik, walaupun nanti ada kenaikan kasus, tetapi gejalanya ringan bahkan tidak ada gejala dan kita bisa melakukan isolasi mandiri," katanya.

Ia pun tetap mengatakan bahwa masyarakat tetap bisa beraktivitas namun dengan menerapkan protokol kesehatan yang disiplin. Salah satunya dengan penggunaan masker saat berada di dalam ruangan, kendaraan umum, kerumunan.

"Juga bagi lansia, orang dengan komorbid itu tetap disarankan masker dipakai terus," kata Syahril.

Ia juga mengingatkan bagi yang belum mendapatkan vaksinasi COVID-19 dosis lengkap dan booster untuk segera mendapatkannya.

"Demi meningkatkan kekebalan tubuh yang sudah turun."

 

 


Soal Kenaikan Kasus COVID-19 di RI

Warga yang mengenakan masker berjalan melintasi mural berisi imbauan terkait COVID-19 di Menteng, Jakarta, Kamis (7/10/2021). Pemerintah menyiapkan langkah implementasi prokes 3M, implementasi surveilans 3T, percepatan vaksinasi dan persiapan fasilitas rumah sakit. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Di tengah kenaikan kasus beberapa hari terakhri, Syahril mengungkapkan bahwa positivity rate di Indonesia masih relatif rendah yakni 1,15 persen. Masih lebih rendah dari standar positivity rate yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni sebesar 5 persen.

"Artinya apa? Kita masih dalam keadaan pandemi yang terkontrol kalau dilihat dari positivity rate ini," kata Syahril.

Sayang, capaian vaksinasi lengkap (dosis satu dan dua) di Indonesia sendiri masih kurang dari standar WHO. Menurut Syahril, hal tersebutlah yang menjadi tugas kedepannya untuk segera dipenuhi.

Capaian vaksinasi dosis lengkap Indonesia saat ini adalah 62,16 persen. Sedangkan target WHO adalah 70 persen untuk dapat disebut mencapai herd immunity.

Begitupun dengan vaksinasi booster yang capaiannya masih rendah. Dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, baru lima diantaranya yang mencapai 30 persen.

"Ini menjadi tugas kita bersama karena vaksinasi ini merupakan upaya kita untuk memberikan kekebalan atau imunitas pada seseorang atau komunitas yang ada di masyarakat kita," ujar Syahril.


Pelonggaran Bakal Dievaluasi

Sejumlah pengunjung memadati pusat perbelanjaan di Jakarta, Rabu (3/11/2021). Setelah diterapkan PPKM Level 1 di Jakarta, pusat perdagangan atau mal boleh menerima pengunjung hingga 100 persen sampai dengan pukul 22.00 WIB. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Bila ada kenaikan usai pengendoran atau relaksasi aturan lalu terjadi kenaikan kasus yang signifikan dalam satu bulan mendatang maka pelonggaran tersebut pun akan dievaluasi.

"Kelonggaran pemakaian masker di luar ruangan terbuka tapi dengan perbatasan akan tetap dievaluasi. Apabila ada peningkatan kasus yang nanti memang ada kaitannya dengan kenaikan BA.4 atau BA.5, maka kita akan lebih memperketat protokol kesehatan," ujar Syahril.

"Karena protokol kesehatan ini menjadi upaya utama bagi kita semua di samping adalah vaksinasi. Tentu saja kita tidak ingin adanya lonjakan kasus lagi," tambahnya.

Infografis Boleh Lepas Masker Kode Keras Pandemi ke Endemi Covid-19 (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya