Wall Street Anjlok Setelah Inflasi AS Sentuh Level Tertinggi dalam 40 Tahun

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones merosot 880 poin atau 2,73 persen ke posisi 31.392,79.

oleh Agustina Melani diperbarui 11 Jun 2022, 07:01 WIB
Ekspresi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street turun tajam pada perdagangan Jumat, 10 Juni 2022 seiring antisipasi laporan inflasi AS yang menunjukkan lebih cepat dari yang diharapkan. Sektor saham konsumer sentuh level terendah.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones merosot 880 poin atau 2,73 persen ke posisi 31.392,79. Indeks S&P 500 susut 2,91 persen ke posisi 3.900,86. Indeks Nasdaq anjlok 3,52 persen menjadi 11.340,02.

Aksi jual terjadi pada perdagangan jelang akhir pekan sehingga membuat saham di indeks Dow Jones berada di zona merah. Koreksi saham di bursa saham New York melampaui kenaikan lebih dari 5 banding 1. Saham Apple turun hampir 3,9 persen. Saham Microsoft dan Dow Inc masing-masing turun sekitar 4,5 persen dan 6,1 persen.

Saham Salesforce merosot 4,6 persen dan Amazon turun lebih dari 5 persen. Saham yang merosot pada Jumat pekan ini membuat wall street alami minggu terburuk dalam beberapa bulan.

Indeks Dow Jones merosot 4,58 persen dalam minggu ke-10 dan 11 minggu terakhir. Indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing turun 5,05 persen dan 5,6 persen untuk minggu kesembilan dalam 10 minggu dan minggu terburuk sejak Januari 2022.

Laporan indeks harga konsumen pada Mei 2022 mencapai level tertinggi sejak 1981, memberikan tekanan pada pasar saham. Laporan tersebut menunjukkan harga naik 8,6 persen year over year dan 6 persen jika tidak termasuk harga makanan dan energi.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Inflasi Jadi Alarm untuk Wall Street

Reaksi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan kenaikan dari tahun ke tahun sebesar 8,3 persen untuk indeks acuan dan 5,9 persen untuk indeks inti. “Ini mengkonfirmasi beberapa ketakutan yang saya dengar dari investor minggu ini,” ujar Head of US Equity Strategy RBC Capital Markets Lori Calvasina seperti dikutip dari CNBC, Sabtu (11/6/2022).

Ia menuturkan, alarm atas inflasi telah mendorong saham lebih rendah pekan ini. “Apakah itu semacam memaksa saham untuk tetap berada di bawah kisaran yang sudah ada?Mungkin. Saya tidak berpikir ini cukup untuk memaksanya turun ke posisi terendah baru,” ia menambahkan.

Inflasi yang memanas telah memicu kekhawatiran tentang potensi resensi ekonomi AS di antara investor dan masyarakat umum. Pembacaan awal Juni untuk indeks sentimen konsumen Universitas Michigan berada jauh di bawah harapan mencapai rekor terendah.

“Itu hanya memperkuat dampak angka CPI terjada konsumen. Kita bisa menebak ini akan memiliki dampak negatif di masa depan pada belanja konsumen. Ini angka yang mengejutkan, tapi inilah yang dilakukan inflasi saat memanas,” ujar Peter Boockvar dari Bleakley Advisory Group.


Pelaku Pasar Bersiap Hadapi Kebijakan Agresif The Fed

Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas

Pelaku pasar tampaknya bersiap untuk bank sentral AS atau the Federal Reserve yang lebih agresif dalam menanggapi lonjakan harga.

Imbal hasil obligasi AS bertenor dua tahun yang dipandang sebagai salah satu yang paling sensitif terhadap kenaikan suku bunga the Fed, melonjak di atas 3 persen pada Jumat pekan ini untuk mencapai level tertinggi sejak 2008.

Saham teknologi berada di bawah tekanan karena investor bergulat dengan tingkat bunga lebih tinggi dan potensi resesi. Saham Netflix turun lebih dari 5 persen setelah penurunan peringkat dari Goldman Sachs. Saham raksasa chip Nvidia turun hampir 6 persen.

Saham bank dan siklikal juga melemah yang diperkirakan mencerminkan kekhawatiran resesi. Saham Wells Fargo turun 6 persen. Saham Goldman Sachs melemah lebih dari 5 persen. Saham Boeing susut 5 persen.

Pada Mei 2022, saham berada di posisi terendah di tengah spekulasi kalau mungkin inflasi terburuk dan laporan IHSG pada Jumat pekan ini menekan harapan itu. Indeks saham S&P 500 pun turun hampir 19 persen dari rekornya.


Penutupan Wall Street pada Kamis 10 Juni 2022

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot tajam pada perdagangan Kamis, 9 Juni 2022. Koreksi wall street ini terjadi jelang laporan inflasi utama karena investor tentang keadaan ekonomi AS.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones anjlok 638,11 poin atau 1,94 persen ke posisi 32.272,79. Indeks S&P 500 merosot 2,38 persen menjadi 4.017,82. Indeks Nasdaq tergelincir 2,75 persen ke posisi 11.754,23.

Sektor saham teknologi berjuang dengan saham Meta Platforms terperosok 6,4 persen dan Amazon turun lebih dari 4 persen. Saham Apple turun 3,6 persen.

Saham kasino mencatat kinerja terburuk di indeks sektor saham S&P 500. Saham Las Vegas Sands turun 5,6 persen dan Caesars Entertainment melemah 3,8 persen. Saham teknologi China membalikkan kenaikan baru-baru ini dan menyeret indeks Nasdaq dengan Pinduoduo merosot 9,6 persen.

Di sisi lain, saham Boeing mencatat kinerja buruk di Dow. Saham Boeing melemah lebih dari 4 persen. Koreksi saham terjadi menjelang laporan indeks harga konsumen Mei 2022 pada Jumat waktu setempat. Investor mencari petunjuk untuk melihat apakah inflasi telah mencapai puncaknya atau apakah the Federal Reserve perlu lebih agresif untuk menekan kenaikan harga.

“Fakta bahwa orang-orang telah benar-benar membicarakan laporan ini selama beberapa hari terakhir menggambarkan seberapa besar masalah inflasi bagi pasar selama enam bulan terakhir sejak ketua the Fed Powell pertama kali mulai mengambil pendekatan inflasi yang lebih hawkish,” tulis Bespoke Investment Group kepada klien mengutip laman CNBC, Jumat , 10 Juni 2022.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya