Liputan6.com, Jakarta Untuk urusan pasokan cabai merah keriting dan rawit hijau, masyarakat Jabodetabek tak perlu khawatir. Pasalnya, petani Banjarnegara yang sudah sangat terbiasa berbudidaya aneka cabai secara konsistensi mengirim pasokannya mencapai 17 ton per hari menyebar ke berbagai pasar termasuk pasar induk dan pasar-pasar satelit sekitar Jakarta.
Salah satu Champion Cabai Nasional, Teguh mengungkapkan kalau Banjarnegara memiliki lahan yang cocok untuk menanam cabai. Petani menyesuaikan agroklimat dan kecocokan tanah.
Advertisement
“Sejak dulu, pendahulu Kami tidak menanam cabai rawit merah karena pertimbangan teknis. Kalau rawit yang cocok di dataran tinggi Banjarnegara adalah cabai rawit hijau sehingga hasil produksi Kami berlimpah,” papar Teguh,
“Saat ini kurang lebih ada sekitar 370 ha pertanaman cabai rawit hijau yang tersebar di Kecamatan Pejawaran, Karangkobar dan Batur,” tambah Teguh.
Rawit Hijau Melimpah di Banjarnegara
Hal senada juga disampaikan penyuluh Pejawaran, Miftahuddin yang menegaskan warga Banjarnegara tidak pernah kesulitan untuk menemukan aroma pedas di setiap menu masakan sepanjang tahun karena ketersediaan rawit hijau melimpah.
“Masyarakat sini sudah terbiasa menggunakan rawit hijau untuk membuat sambal. Kalau masalah warna memang kurang menarik dibandingkan dengan rawit merah, tetapi rasa tetap pedas.” ungkapnya.
Perihal awal Juni 2022 tersebar kabar dari pasar yang menyatakan harga cabai rawit merah di Banjarnegara mencapai Rp. 1.000 per buah. Namun, pemantauan langsung ke beberapa pedagang eceran di Pasar Pucang Banjarnegara, dengan harga Rp. 5.000 konsumen mendapatkan cabai sebanyak 50 gram (kurang lebih 20 buah).
Advertisement
Cara Kementan Jaga Pasokan Cabai
Dihubungi terpisah, Dirjen Hortikultura Prihasto Setyanto memahami adanya cuaca ekstrim dengan curah hujan yang relatif tinggi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap volume panen dan pasokan.
“Memang karena cuaca ekstrem ini volume panen dan pasokan cabai menjadi berkurang. Namun hal ini sudah kita antisipasi melalui berbagai langkah. Salah satunya dengan melakukan mobilisasi pasokan dari daerah surplus yang produksinya tidak terganggu seperti dari Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sumatera Utara, dan dalam waktu dekat pasokan kembali normal,” papar Prihasto, Sabtu (11/6).
Namun demikian, Beliau juga menegaskan bahwa harga ini sangat dipengaruhi banyak faktor yang terkadang tidak juga semata karena pasokan dan belum ada standarisasi harga selayaknya produk pabrikan.
“Namun patut disyukuri bahwa NTP petani cabai sedikit meningkat pasca pandemi. Sebelumnya petani cabai sempat terseok-seok dengan harga pasar di bawah BEP,” imbuhnya.
(*)