Liputan6.com, Jakarta - Dokter spesialis paru dari Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Erlina Burhan menjelaskan terkait data interim (sementara) Omicron subvarian BA.4 dan BA.5.
Menurutnya, transmisibilitas atau kemampuan menular dua subvarian tersebut kemungkinan lebih cepat ketimbang BA.1 dan BA.2.
Advertisement
“Namun, untuk tingkat keparahan, saat ini karena kasusnya masih sedikit belum ada indikasi lebih parah. Jadi minimal sama dengan varian Omicron yang original. Belum terlihat indikasi perbedaan mungkin karena baru sedikit (kasusnya),” ujar Erlina dalam seminar daring Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Minggu (12/6/2022).
Ia menambahkan, masa inkubasi dan penyembuhan dari varian Omicron lebih cepat dari COVID-19 biasa. Masa infeksiusnya yakni 1 hingga 2 hari sebelum gejala hingga kurang dari 10 hari setelah gejala muncul. Subvarian ini paling menular pada 1-2 hari sebelum bergejala hingga 2-3 hari setelah bergejala.
Sedangkan terkait gejalanya, Erlina mengatakan bahwa pada 29 April 2022 hingga saat ini terdapat sejumlah kecil kasus BA.4 dan BA.5. Sehingga terlalu dini untuk mengetahui secara pasti apakah ada gejala baru terkait dengan garis keturunan ini.
“Namun, mengingat bahwa garis keturunan masih diklasifikasikan sebagai Omicron dan bahwa sebagian besar mutasi terutama dalam protein lonjakan adalah sama, kemungkinan gejalanya akan serupa.”
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kemampuan Berkembang Biak
Erlina kemudian menyajikan data analisis dari UK Health Security Agency terkait kemampuan berkembang biak dari subvarian BA.4 dan BA.5.
“Dikatakan kemampuan berkembang biaknya ini lebih tinggi dibandingkan BA.2 tapi level kepercayaannya masih rendah karena ini varian baru sehingga datanya masih sedikit.”
Kemampuan berkembang biak yang tinggi dibuktikan dengan data yang tersedia dari Afrika Selatan yang menunjukkan bahwa BA.4 dan BA.5 meningkat dan mungkin sudah menjadi varian dominan.
Pada 26 April, insiden mingguan yang dilaporkan di Afrika Selatan meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan minggu sebelumnya dan hasil tes positifnya pun telah meningkat.
Sedangkan terkait transmisinya, sejauh ini data belum mencukupi sehingga belum ada data epidemiologi yang tersedia dari UK Health Security Agency.
Begitu pula terkait keparahan infeksi. Sejauh ini, data tidak mencukupi lantaran tidak ada data pembanding yang tersedia. Namun, ada sedikit peningkatan pada jumlah orang yang dirawat di rumah sakit dalam seminggu terakhir di Afrika Selatan.
Advertisement
Kemampuan Menghindari Sistem Imun
Terkait kemampuan untuk menghindari sistem imun, dua varian baru ini kemungkinan besar memiliki kemampuan tersebut.
Ada bukti beberapa perubahan antigenik dibandingkan dengan BA.2 berdasarkan pemodelan struktural. BA.4 dan BA.5 paling dekat hubungannya dengan BA.2. Pemodelan struktural menunjukkan kemungkinan ada perubahan antigenik yang terkait dengan L452R yang ditemukan di varian Delta DAN F486V yang keduanya dapat memengaruhi peningkatan antibodi.
“Ini level kepercayaannya sedang jadi mungkin kita lebih percaya bahwa BA.4 dan BA.5 ini mudah menular karena kemampuan menghindari sistem imun.”
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 sudah terdeteksi masuk Indonesia. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun sedang memonitor dua subvarian tersebut.
Hasil deteksi genom sekuensing subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 baru-baru ini keluar, yang berasal dari laporan masuk pada akhir Mei 2022. Laporan kasus yang masuk dari empat orang di Bali yang terpapar kedua subvarian tersebut.
"Untuk informasi, varian Omicron BA.4 dan BA.5 itu sudah ditemukan di Indonesia. Kemarin di Bali, sudah ada empat orang yang ditemukan terkena BA.4 dan BA.5," ungkap Budi Gunadi usai Kick Off Integrasi Layanan Kesehatan Primer di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta pada Jumat, 10 Juni 2022.
"Nah, kita sekarang sedang monitor karena memang ini bisa menghindari imunitas yang dibentuk vaksin, penyebarannya cepat sama seperti Omicron."
Kekebalan Masyarakat Masih Tinggi
Walaupun sudah terdeteksi Omicron BA.4 dan BA.5, Budi Gunadi menekankan, kekebalan masyarakat Indonesia terhadap COVID-19 masih tinggi.
Hal ini berdasarkan hasil sero survei antibodi yang dilakukan Kemenkes bekerja sama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI).
Diakui, adanya dua subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 itu menjadi penyebab terjadinya kenaikan kasus COVID-19 dalam beberapa pekan terakhir. Namun, kenaikan kasus tidak terjadi signifikan.
"Tapi berhubung imunitas kita masih tinggi yang sero survei bulan Maret kemarin dan kenaikannya kita lihat masih dalam tahap level yang aman," terang Budi Gunadi.
Di tengah penyebaran subvarian Omicron BA.4 dan BA.5, perkembangan kasus COVID-19 nasional dalam tahap terkendali. Angka positivity rate -- proporsi orang positif dari keseluruhan orang yang dites -- dan transmisi komunitas -- level penularan COVID-19 yang terjadi dalam suatu lingkungan tertentu -- terkontrol.
"Ada dua yang kita lihat, yaitu positivity rate kita di bawah 5 persen. Sekarang kan positivity rate kita masih 1,15 persen, paling tinggi Jakarta itu 3 persen-an," Menkes Budi Gunadi Sadikin menambahkan.
"Untuk indikator transmisi ada pengaturannya dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) itu 20 per 100.000 penduduk per minggu. Kita sekarang masih 1 per 100.000 penduduk per minggu. Dua indikator ini masih terkontrol."
Advertisement