Liputan6.com, Jakarta - Di antara sederet warisan budaya, kain Indonesia terbilang salah satu yang menonjol. Indah dengan corak yang memikat dan sarat makna merupakan beberapa faktor pemikatnya. Namun, penggunaannya kini tak seperti dulu. Mayoritas hanya digunakan perempuan pada saat acara penting saja, seperti pernikahan atau kelulusan.
Situasi itu mendorong Swara Gembira bergerak. Pelopor Gerakan Berkain itu ingin menjadikan kain kembali tren di kalangan remaja. Mereka pun menghadirkan Pesta Wastra yang digelar mulai Jumat, 10 Juni 2022, hingga Kamis, 16 Juni 2022, di kawasan SCBD, Jakarta Selatan.
Baca Juga
Advertisement
"Pesta Wastra adalah program tahunannya Swara Gembira yang memang tujuan utamanya adalah mencoba untuk meremajakan, mempopulerkan, dan meleburkan wastra atau kain nusantara menjadi budaya populer," ujar Rifan Rahman, Direktur Swara Gembira, kepada Liputan6.com, pada Sabtu, 11 Juni 2022.
Pesta Wastra menghadirkan tiga acara utama, yaitu pameran wastra, pasar wastra, dan panggung wastra. Lewat pameran, mereka ingin menghadirkan seni yang bisa dinikmati dengan nyaman oleh anak muda.
"Karena itu, kita menciptakan pameran wastra yang saat ini lakukan, yakni menciptakan kain yang sifatnya sangat modern. Bukan kain tradisional tetapi dengan teknik tradisi, pengembangan corak, teknik warna, dan lainnya," ia menjelaskan.
Pihaknya berkolaborasi dengan empat artis untuk menciptakan 12 kain yang dipamerkan di acara tersebut, yakni Tara Basro, Rachel Amanda, Eva Celia, dan Arawinda. Masing-masing menciptakan tiga kain.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Proses Kreatif
Rifan mengatakan proyek kolaborasi itu digarap tak sengaja. Itu bermula dari diskusi santai antara Tara Basro dan Swara Gembira dan Orang Indonesia (OI) yang sama-sama memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu aksi nyata untuk Indonesia.
Rifan menuturkan saat itu Tara merasa ada sesuatu yang kurang dengannya. Obrolan pun bermuara pada sosok Kartini, mengingat saat itu masih merayakan Hari Kartini.
"Akhirnya, Swara Gembira bilang Kartini itu sosok yang bukan sekedar pejuang emansipasi wanita, tetapi dia juga pejuang seni budaya karena Kartinilah yang mendorong industri Jepara yang akhirnya go international," ujarnya.
Dari situ, pikiran Tara terbuka dan obrolan ringan berubah menjadi kesepakatan untuk membuat kain dengan Swara Gembira. Tara pula yang mengajak Eva, Rachel, dan Arawinda bergabung. Keseriusan mereka juga didukung sejumlah pihak, seperti Bank Indonesia dan Citra.
Swara Gembira membebaskan keempat artis berkreasi dalam menciptakan corak. Masing-masing menciptakan dua corak dan memilih palet warna sendiri. Tara Basro misalnya membuat corak burung elang, dan Manda membuat corak beragam emoji.
"Tara Basro sendiri dia nunjukkin ada beberapa corak, yaitu 4 yang menunjukan identitas dia sebagai wanita. Ada vulva, ada alat reproduksi yang menunjukkan kalau itu perempuan," ujarnya.
Advertisement
Buka Sampai Pagi
Swara Gembira lalu mengolah corak dasar itu menjadi selembar kain panjang. "Semua individu itu punya makna, ekspresi, dan ingin dituangkan karena bagi kita karya batik itu merespons ekspresi diri. Kalau sekarang bilang batik cuma boleh make corak lama, nah itu bikin batik malah jadi enggak berkembang karena mindset yang lama," kata Rifan.
Tak hanya pameran, acara itu juga menjual produk lewat Pasar Wastra. Komponen kedua ini, kata Rifa, untuk mendorong transaksi jual beli, khususnya bagi mereka yang suka kain agar bisa dipakai sehari-hari. Kain yang dijual berasal dari perajin yang dikurasi dari Sabang sampai Merauke.
"Kita jual dengan harga yang terjangkau," kata dia.
Sementara, Panggung Wastra adalah sebutan untuk acara hiburan yang diisi oleh musisi Ibu Kota. Sajian pelengkap itu berlangsung dari sore ke malam hari, mengingat target pasar mereka adalah anak muda.
"Kita sendiri buka acaranya sampai (jam) 2 pagi, jadi kita buat lebih ramah (untuk anak muda). Kemarin, 900 orang di hari pertama," ia menjelaskan.
Sehari-hari
Rifan menyebut ada tiga prinsip yang dipegang Swara Gembira dalam mempopulerkan budaya lokal di negara sendiri, yakni perhatikan, kembangkan, dan di-Indonesia-kan. Tiga hal itu harus terus dilakukan agar menjadi sebuah industri yang berkelanjutan di Indonesia.
Acara itu nyatanya mampu menarik perhatian anak muda. Syifa, misalnya. Ia tertarik datang karena belum pernah datang ke acara seperti itu.
"Pesannya bagus, seru juga, ada banyak acara. Enggak cuma beli, tapi sekalian diedukasi juga," ujarnya.
Ia mengaku sudah berkain sejak 2019 karena berteman dengan salah satu anggota Swara Gembira. Kini, ia terbiasa berkain dan memadupadankannya dengan atasan biasa selama ke mal, pergi ke kampus, dan lainnya.
"Aku juga make sneakers juga," kata dia. (Natalia Adinda)
Advertisement