Indonesia Bikin Negara Lain Susah, Kok Bisa?

Dulu Indonesia diremehkan namun sekarang Indonesia memiliki kekuatan yang membuat negara lain kesusahan.

oleh Tira Santia diperbarui 13 Jun 2022, 09:30 WIB
Pendiri Rumah Perubahan Rhenald Kasali. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Akademisi dan pakar bisnis Profesor Rhenald Kasali, mengatakan dulu Indonesia diremehkan namun sekarang Indonesia memiliki kekuatan yang membuat negara lain kesusahan. Hal itu tentunya tidak terlepas dari sikap dan kebijakan dari Pemimpin negara.

Rhenald sebelumnya sempat bertanya-tanya, lantaran beberapa hari yang lalu Presiden Jokowi baru saja berkunjung ke pasar dan menurutnya pengawalan yang diberikan sangat minimalis, beliau sederhana seperti biasa bercakap-cakap dalam jarak yang tidak terlalu jauh dengan pedagang,  dan dalam keadaan macet presiden juga tidak memerintahkan pada Paspampres untuk segera mengambil langkah pengamanan.

“Jadi menurut saya biasa saja, tapi kemudian saya mencoba memahami dari percakapan yang muncul, akhirnya mereka menyampaikan kepada saya Presiden Jokowi telah membuat kepala-kepala negara lain menjadi lebih susah,” kata Rhenald dikutip pembahasan Geopolitik - Bisnis: Benarkah Jokowi & Indonesia Dalam Keadaan Bahaya, diakun Youtube pribadinya, Senin (13/6/2022).

Kata “Susah” ini mengartikan bahwa semua kepala negara saat ini sedang mengalami kesusahan, misalnya Amerika Serikat, China, India semuanya sedang meningkatkan jumlah utangnya, karena mereka ingin negaranya hadir di mata rakyatnya.

Jumlah utang telah meningkat pesat belakangan ini, kemudian juga ekonomi ternyata belum bangkit-bangkit ditambah dengan saat ini negara dipaksa untuk meningkatkan besarnya pajak demi untuk meningkatkan pendapatan.

“Sementara rakyatnya belum begitu kuat, tapi mereka mengatakan lagi kepada saya ini sudah terjadi sebelum pandemi di mana presiden punya keinginan yang lebih besar untuk menguasai resources dan inilah yang dianggap sebagai pemimpin yang nasionalis,” jelasnya.

Di Barat kata “nasionalis” adalah pemimpin yang banyak muncul pada era tahun 1940-an, yaitu pemimpin yang bukan hanya mencintai kepentingan domestiknya tetapi dianggap yang memusuhi bangsa lain.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Dibandingkan dengan Malaysia

Pemandangan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Tentu saja, lanjut Rhenald menyatakan tidak beranggapan nasionalis seperti itu dan mereka mengatakan kalau memang tujuannya adalah cinta kepada bangsa sendiri bukan nasionalis tetapi patriotism. Jadi, ada seperti itu pandangan di negara-negara lain.

Tapi menurutnya wajar saja setiap kepala negara memang ditugaskan oleh konstitusinya, dan siapapun presidennya konstitusi memerintahkan agar resources itu digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.

“Jadi wajar saja yang pertama tentu kita menang Malaysia banyak sekali politisi di Malaysia yang sering memberi contoh atau membandingkan perdana menterinya dengan Presiden Republik Indonesia,” ujarnya.

Malaysia mengatakan Indonesia dulu di belakangnya, tapi sekarang Indonesia telah menyusul Malaysia. Artinya secara tidak langsung mereka mempermalukan kekuasaan yang ada di Malaysia, dianggapnya Indonesia sekarang jauh lebih maju daripada mereka.

“Tapi negara-negara barat juga tidak happy karena mereka tidak bisa mengambil barang tambang Indonesia dengan mudah begitu saja kita ketahui. Sekarang timah, tembaga, aluminium semua dicoba untuk dibuat di Indonesia jadi presiden telah melarang untuk dipakai ekspor begitu saja dalam bentuk mentah,” katanya.

 


Ekspor

ilustrasi abu batu bara. (dok. Andraberila/Pixabay/Tri Ayu Lutfiani)

Kedua, diketahui awal tahun ini presiden telah melarang untuk ekspor batubara kecuali sudah bisa dipenuhi dalam negeri, dan itu membuat sejumlah negara yang krisis energi mengalami kesulitan. Beruntunglah akhirnya dibuka kembali tapi harganya saat ini memang sedang baik sekali bagi Indonesia.

“Saya kira ada banyak sekali contoh-contoh lain ketika presiden akhirnya Berpidato mengatakan Bila perlu kita menggunakan mata uang di luar dolar misalnya, itu pasti telah menimbulkan kegundahan bagi Amerika Serikat,” ujarnya.

Ditambah lagi dengan Presiden kemudian umumkan mengambil blok rokan Mahakam, tambang emas di Freeport, dan lain sebagainya. Maka tidak mengherankan kalau terjadi Gejolak di Papua yang mungkin juga ada indikasi-indikasi yang perlu dibaca.

“Jadi ini adalah hal-hal yang kita lihat barang kali dianggap sebagai ancaman bagi presiden kita, tapi tambahnya presiden tidak peduli tetap dengan kata termasuk gagasan untuk memindahkan ibukota Walaupun ada sejumlah orang yang mencoba untuk menghalang-halangi dan menyatakan ketidaksetujuannya,” pungkasnya.

Infografis Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Produk Domestik Bruto 2019-2021. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya