Dikira Naik Berat Badan, Wanita di China Idap Tumor 11 Kilogram di Perut

Wanita di provinsi Jiangsu, China, mengira ia naik berat badan, ternyata ada tumor ditubuhnya.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 13 Jun 2022, 21:00 WIB
Ilustrasi rumah sakit/dok. Unsplash Insung Yoon

Liputan6.com, Nanjing - Seorang wanita di provinsi Jiangsu, China, mengira dirinya mengalami kenaikan berat badan, padahal selama ini beratnya relatif stabil. Ia terus olahraga untuk menurunkan berat badannya, hingga akhirnya mengetahui bahwa ada tumor di perut. 

Tumor tersebut memiliki berat 11 kilogram, sehingga lebih berat dari kebanyakan bayi yang baru lahir. 

"Saya pikir saya tambah berat badan, jadi saya olahraga untuk mengatasi lemak itu," ujar wanita yang punya marga Lin itu, dikutip South China Morning Post, Senin (13/6/2022). 

Sebelumnya, berat badan Lin ada di sekitar 50 kilogram. Mendadak, berat badannya terus naik meski ia sudah terus-terusan olahraga. Perutnya juga melebar sehingga tampak seperti ada kehamilan. 

Pihak keluarga akhirnya meyakinkan Lin untuk pergi ke rumah sakit, dan dokter menyebut Lin mengidap tumor besar di perutnya. 

Para dokter pun berhasil mengangkat tumor berukuran 46 cm pada 2 Juni lalu.

Para dokter berkata jika tumor itu tidak diangkat maka akan memberikan tekanan ke organ-organ tubuhnya dan memicu dampak lebih lanjut. Stasiun TV di Jiangsu juga menyebut ada risiko sel-sel tumor itu bisa menyebar ke bagian tubuh lain. 

Saran untuk melakukan check-up secara reguler pun diberikan oleh para dokter agar menghindari situasi serupa. Cerita dari Lin ini menjadi viral di China Daratan sehingga beberapa orang merasa resah usai mengetahui berita tersebut. 

Pada 2017, seorang wanita 51 tahun sempat mengira mengalami obesitas ketika ada masalah di perutnya. Namun, dokter menemukan tumor sebesar 5 kilogram ketika wanita itu check-up.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Konsep One Health

Hidup lebih sehat pasca makan besar saat Lebaran. Simak tips dari ahli gizi berikut ini! (pexels/nur agustra).

Menteri Kesehatan China dalam 15th Health Ministers Meeting and Related Meetings (AHMM) telah mempromosikan pendekatan One Health dalam menghadapi wabah penyakit.

Hal ini mengingat selama 19 tahun, ASEAN dan China telah menghadapi beberapa wabah yang disebabkan oleh penyakit zoonosis, seperti SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. Sebelumnya, ada pula Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS) dan flu burung (H5N1) pada tahun 2003.

Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia (RI) Budi Gunadi Sadikin, mempromosikan One Health sangat penting untuk menghadapi wabah lain yang berpotensi menyebabkan pandemi. Ini bertujuan mengatasi akar penyebab pandemi. Wilayah ASEAN perlu mendeteksi dan mengurangi ancaman dan wabah zoonosis dengan lebih baik.

"Kita setuju dengan MoU meng-cover kegiatan-kegiatan ASEAN dan China. Pada intinya tetap fokusnya ke cara kita mencegah pandemi ke depannya tapi lebih banyak ke konsep One Health," kata Budi dalam 15th AHMM di Bali, Minggu (15/5) mengutip keterangan pers.

Hampir semua pandemi, virus, bakteri, atau parasitnya loncat dari hewan ke manusia, lanjut Budi. Seperti halnya virus flu burung dari unggas ke manusia.

"Untuk mencegah terjadinya pandemi kita harus memonitor ekosistem hewannya supaya jangan sampai virusnya loncat. Kalaupun virusnya loncat yang tadinya menular hanya di antara hewan kemudian pindah dari hewan ke manusia itu harus dideteksi lebih dini lagi," tuturnya.


Komitmen Indonesia

Petugas Promosi Kesehatan Puskesmas Kecamatan Menteng menunjukkan cara mencuci tangan saat sosialisasi pencegahan Hepatitis Akut di Rukun Warga 03, Kelurahan Cikini, Jakarta, Senin (23/5/2022). Sosialisasi guna mencegah penyebaran sekaligus mengimbau warga menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) agar terhindar penyakit Hepatitis Akut yang marak menyerang anak-anak. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Selain itu, dalam forum pertemuan Menkes se-ASEAN dan China, dibahas komitmen Indonesia untuk mempromosikan pendekatan One Health antara lain dengan memperkuat kapasitas daerah dalam menerapkan pendekatan One Health.

“Saya ingin mengusulkan pembagian informasi dan pengawasan yang lebih ketat pada hewan di antara negara anggota ASEAN dan China,” ucap Menkes Budi.

Pengoptimalan harus melibatkan data besar, kecerdasan buatan, dan internet untuk memungkinkan surveilans global terintegrasi secara real-time terhadap penyakit manusia, hewan dan tumbuhan.

Tak hanya itu, pemerintah harus mengembangkan pusat dan jaringan penelitian regional. Seperti yang pernah dialami selama pandemi COVID-19, yakni data genom global yang dipelajari oleh para peneliti telah memungkinkan penemuan dan pengembangan vaksin dan menyelamatkan nyawa.

Pemerintah juga harus membangun manufaktur lokal penanggulangan medis di ASEAN dengan memanfaatkan keahlian dan pengetahuan Tiongkok.

Semua upaya ini, kata Menkes Budi, akan membutuhkan personel yang berkinerja tinggi di One Health. Oleh karena itu, perlu membangun kapasitas personel yang bekerja di area One Health dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperbarui untuk menerapkan pendekatan One Health di kawasan Asia Tenggara.

“Saya berharap dapat melihat optimalisasi program ini secara maksimal untuk mencapai tujuan bersama ASEAN dengan pendekatan One Health,” ucap Menkes Budi.


Antara Kesehatan dan Lingkungan

Ilustrasi Olahraga dengan Pasangan (Photo created by pressfoto on Freepik)

Sebelumnya, Mantan Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara Prof. Tjandra Yoga Aditama sempat menjelaskan terkait konsep One Health.

Menurutnya, One Health adalah konsep yang melihat adanya satu hubungan erat dan langsung antara kesehatan dan lingkungan.

One Health juga diartikan sebagai suatu pendekatan yang menyadari bahwa kesehatan manusia sangat berhubungan langsung dengan kesehatan hewan dan lingkungan hidup.

“Salah satu contohnya adalah perusakan hutan yang tidak terkendali, dampak asap kebakaran hutan pada paru dan pernapasan. Kerusakan lingkungan juga akan memaksa binatang jadi lebih mendekat ke lingkungan urban, dengan berbagai akibatnya,” kata Tjandra dalam keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com pada November 2021.

Contoh lain, lanjutnya, beberapa produsen pabrik dan fasilitas kesehatan yang tidak bertanggung jawab mungkin saja membuang limbah antibiotika dan antimikroba lain ke sungai misalnya, sementara di ujung lain sungai itu ada penduduk yang minum airnya. Artinya, secara tidak langsung orang meminum antibiotika dan antimikroba lain dalam dosis yang tidak jelas.

Hal ini dapat menyebabkan Antimicrobial Resistance (AMR) di mana bakteri, virus, jamur, atau parasit tidak dapat dibunuh oleh antimikroba karena sudah kebal.

Infografis Olahraga Benteng Kedua Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya