Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembangkan kasus dugaan korupsi Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono. KPK menduga ada tindak pidana lain yang dilakukan Budhi Sarwono.
"Dalam pengusutan penyidikan perkara awal, tim penyidik KPK berdasarkan adanya kecukupan alat bukti kembali menemukan adanya dugaan perbuatan pidana lain yang diduga dilakukan oleh Tersangka BS (Budhi Sarwono) dan lainnya," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (13/6/2022).
Baca Juga
Advertisement
Ali mengatakan, pidana lain yang diduga melibatkan Budhi yakni terkait proses pengadaan barang dan jasa. Selain itu, Ali menyebut Budhi diduga menerima gratifikasi dan tak melapornya ke KPK selama 30 hari kerja pasca-penerimaan gratifikasi.
"Yaitu dugaan tindak pidana korupsi terkait penyelenggara negara yang dengan sengaja baik langsung maupun tidak langsung ikut serta dalam proses pengadaan barang dan jasa di Pemkab Banjarnegara, Jawa Tengah Tahun 2019-2021 dan dugaan penerimaan gratifikasi," kata Ali.
Ali mengatakan, hingga kini tim penyelidik masih mengumpulkan alat bukti dengan memeriksa para saksi. Rencananya, KPK akan memanggil anak dari Budhi Sarwono, anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat Lasmi Indaryani, besok Selasa, 14 Juni 2022.
"Benar, KPK memanggil saksi antara lain Lasmi Indaryani/anggota DPR RI dalam perkara dugaan korupsi di Banjarnegara," kata Ali.
Ali mengimbau Lasmi kooperatif terhadap proses hukum di KPK. Lasmi rencananya akan diperiksa di Kejati Jawa Tengah.
"Kami berharap saksi koperatif hadir memenuhi panggilan untuk dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik KPK bertempat di Kejati Jawa Tengah di Semarang pada Selasa 14 Juni 2022," jelas Ali.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Vonis Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono
Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono divonis 8 tahun penjara denda Rp 700 juta subsider 6 bulan kurungan. Budhi dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa suap terkait proyek di Kabupaten Banjarnegara tahun 2017 hingga 2018.
Tah hanya Budhi, vonis 8 tahun penjara juga ditujukan kepada Kedy Afandi selaku orang kepercayaan Budhi.
"Pidana masing-masing 8 tahun dan denda Rp 700 juta subsider 6 bulan," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis 9 Juni 2022.
Vonis tersebut dibacakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Sidang pimpin Hakim Ketua Rochmad dengan Hakim Anggota Rajendra dan Lujianto. Panitera pengganti yakni Endang Hartiningsih.
Ali menyebut, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Semarang menyatakan Budhi dan Kedy terbukti melanggar Pasal 12 huruf i UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Namun hakim membebaskan keduanya dari Pasal 12B UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 65 ayat KUHP. Hakim menilai perbuatan gratifikasi keduanya tak terbukti.
Hal-hal yang memberatkan vonis yakni Budhi sebagai kepala daerah tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Budhi juga selaku kepala daerah dengan kewenangan yang dimiliki seharusnya berperan aktif ikut mencegah praktik-praktik korupsi di wilayahnya, Budhi malah terlibat dalam melanggengkan praktik-praktik korupsi.
"Terdakwa I (Budhi) dan Terdakwa II (Kedy) tidak mengakui perbuatannya," kata Ali.
Sementara hal yang meringankan yakni keduanya dianggap sopan selama persidangan dan mempunyai tanggungan keluarga.
Advertisement
Pikir-Pikir Untuk Banding
Atas vonis tersebut, Ali mengatakan baik Budhy, Kedy, maupun tim jaksa penuntut umum pada KPK menyatakan pikir-pikir. Mereka meminta waktu apakah menerima atau melakukan upaya hukum banding atas vonis tersebut.
Vonis terhadap keduanya ini lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK. Budhi dituntut 12 tahun penjara sementara Kedy 11 tahun penjara.
Jaksa juga meminta hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 26,02 miliar terhadap Budy. Jika tidak dibayarkan dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harya bendanya akan disita dan dilelang.
Namun jika harta bendanya tak mencukupi, maka akan diganti dengan kurungan selama 5 tahun.
Budhi didakwa menerima suap dan gratifikasi sekitar Rp 26 miliar. Jumlah tetsebut berasal dari dugaan gratifikasi sebesar Rp 7,4 miliar dan hasil keuntungan dari sejumlah pengerjaan proyek yang diikuti beberapa perusahaan milik Budhi sebanyak Rp 18,7 miliar.
Budhi disebut mengikutsertakan perusahaannya untuk mengerjakan proyek pekerjaan di Kabupaten Banjarnegara. Budhi selaku penerimaan manfaat dari perusahaan tersebut mengatur atau mem-ploting perusahaannya ikut serta dalam paket pekerjaan yang dibiayai APBD dan APBD-P 2017 serta DAK dan APBD 2018.
Total pekerjaan berjumlah Rp 93 miliar, serta mendapatkan keuntungan finansial dari paket pekerjaan tersebut dengan total seluruhnya berjumlah sekitar Rp 18,7 miliar.
Budhi dinilai jaksa turut mengatur atau mengendalikan sejumlah perusahaan, baik operasional maupun dalam hal keuangan, meskipun Buhdi tidak tercatat sebagai pengurus perusahaan.
Budhi juga menempatkan orang-orang terdekatnya mengisi posisi penting di beberapa perusahaan. Di antaranya menempatkan sopirnya sebagai Direktur Utama PT Sutikno Tirta Kencana. Kemudian menempatkan menantunya untuk mengisi posisi Direktur Utama di PT Buton Tirto Baskoro.
Adapun nilai gratifikasi Rp 7,4 miliar sebagaimana yang didakwakan jaksa terhadap Budhi Sarwono, diperoleh dari belasan pengusaha yang sudah mendapatkan paket pekerjaan. Nilainya bervariasi antara Rp 20 juta hingga Rp 250 juta.
Budhi Sarwono didakwa dengan Pasal 12 huruf i dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Belakangan, Budhi juga dijerat dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).