KLHK Klaim Indonesia Berhasil Jalankan Diplomasi Lingkungan dalam Bingkai Konferensi Stockholm 1972

Konferensi Stockholm 1972 telah meletakkan dasar pengaturan global mengenai perlindungan lingkungan dan dalam hubungan pembangunan dengan alam dan manusia.

oleh Henry diperbarui 14 Jun 2022, 18:02 WIB
Menteri LHK Siti Nurbaya mendampingi Presiden Jokowi meninjau lokasi Ibu Kota Negara di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan di sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. (dok. KLHK)

Liputan6.com, Jakarta - Memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan para pihak menggelar beragam kegiatan untuk mendorong gerakan masyarakat cinta lingkungan.

Ada kegiatan seperti bersih sungai yang dipusatkan di Sungai Ciliwung, bike to work pada momen Car Free Day Jakarta, dan pameran lingkungan disertai rangkaian talkshow yang mengangkat tema menjaga lingkungan. Puncaknya dilakukan di Persemaian Rumpin di Bogor, Jawa Barat, yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menurut Sigit Reliantoro, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) dalam Media Briefing di Gedung PPKL di Kebon Nanas, Jakarta Timur, Senin, 13 Juni 2022, tahun ini menjadi momen penyelenggaraan pertemuan internasional Stockholm +50 di Swedia yang menandai 50 tahun Konferensi Stockholm.

Pertemuan ini mengundang Kepala Negara dan Menteri Lingkungan Hidup sedunia untuk mengembalikan semangat Stockholm untuk direfleksikan relevansinya pada kondisi sekarang dan pada muatan berbagai perjanjian multilateral internasional.

Sigit mengatakan, Konferensi Stockholm 1972 telah meletakkan dasar pengaturan global mengenai perlindungan lingkungan dan dalam hubungan pembangunan dengan alam dan manusia.

Sampai saat ini, perjalanan pembangunan lingkungan hidup di Indonesia selama 50 tahun dapat terlihat refleksinya dalam hal-hal antara lain: catatan konvensi internasional; regulasi dan kelembagaan nasional; serta progres dan capaian kondisi pembangunan lingkungan pada setiap dekade di Indonesia.

Sigit menambahkan, Indonesia berperan penting dalam berbagai forum diplomasi lingkungan global dan telah menyampaikan berbagai capaian, termasuk penurunan angka deforestasi dan berbagai kebijakan untuk mendorong penurunan emisi gas rumah kaca. "Sebetulnya kita berhasil dari sisi diplomasi lingkungan menyuarakan kepentingan Indonesia, juga keberhasilan Indonesia. Kalau dilihat kita diundang secara spesifik di forum G7, artinya peran Indonesia semakin penting di forum-forum diplomasi lingkungan," terangnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Hasil Konvensi Stockholm

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL), Sigit Reliantoro.  (Liputan6.com/Henry)

Sigit menambahkan, bidang lingkungan hidup dimulai sejak 1970-an ketika cikal bakal KLHK berdiri usai Konferensi Stockholm 1972, yang merupakan konferensi pertama PBB terkait lingkungan hidup. Sejak saat itu, Indonesia mengikuti berbagai konvensi global terkait lingkungan hidup, termasuk meratifikasi Perjanjian Paris lewat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016.

Indonesia juga terlibat dalam pencetusan target penyerapan bersih (net sink) karbon di sektor kehutanan dan penggunaan lahan (forestry and other land use/FoLU) pada 2030.

Deklarasi Stockholm menandai dialog pertama negara industri dan negara berkembang yang membahas pertumbuhan ekonomi, pengendalian pencemaran, dan kelangsungan hidup manusia di seluruh dunia, sekaligus menandai ditetapkannya 5 Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia dan Pembentukan United Nations on Environment Programmes (UNEP).

Secara nasional, Konvensi Stockholm menjadi dasar ditetapkannya:

1. Keppres 16 Tahun 1972 tentang Pembentukan Panitia Perumus dan Rencana Kerja Pemerintah di bidang pengembangan lingkungan hidup

2. Konsensus politik bangsa dituangkan TAP MPR RI No. IV/MPR/1973 tentang GBHN, arah dan kebijakan pengelolaan lingkungan

3. Pembentukan Kantor Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (MENPPLH) di tahun 1978

4. Hhadirnya UU Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Perlindungan Lingkungan Hidup.


Isu di G20

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL), Sigit Reliantoro.  foto: dok. KLHK

Diplomasi lingkungan Indonesia juga terus dilakukan dan membuahkan hasil mengingat Indonesia memiliki berbagai faktor penting untuk menangani perubahan iklim, seperti gambut, mangrove, hutan dan keanekaragaman hayati. "Itu sangat esensial untuk mendukung penanganan perubahan iklim dan keanekaragaman hayati," ucap Sigit.

Dalam Presidensi G20, Indonesia akan mendorong pembuatan platform pembelajaran untuk restorasi dan rehabilitasi mangrove serta gambut. "Isu yang akan kita angkat salah satunya di G20 adalah kita akan membuat platform pembelajaran untuk rehabilitasi mangrove dan gambut," tuturnya.

Didorong adanya platform itu, Indonesia telah memiliki regulasi yang kuat terkait pelaksanaan restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove. Adanya kebijakan itu juga disertai dengan langkah implementasi nyata di tingkat tapak yang telah dan terus dilakukan oleh pemerintah bersama berbagai pemangku kepentingan

Hal itu menjadikan telah banyak ilmu dan pelajaran yang didapat Indonesia dari penanganan restorasi dan rehabilitasi gambut serta mangrove. "Diplomasi lingkungan Indonesia itu menjadi semakin penting untuk memperkuat posisi Indonesia di kancah diplomasi internasional," ucap Sigit.


Tantangan Global

Peringati World Bicycle Day dan Hari Lingkungan Hidup Sedunia dengan Menggunakan Energi Terbarukan. foto: dok. Kementerian LHK

Sejak 2014, aspek pembangunan bidang lingkungan hidup dan kehutanan aktualiasasi di Indonesia semakin mengemuka meski tetap ada banyak tantangan yang dihadapi.

Hal itu didorong oleh tantangan global yang semakin besar dalam Paris Agreement, agenda perubahan iklim pada aspek-aspek kebijakan sektor dan mobilisasi sumberdaya, keuangan, teknologi dan investasi dengan prinsip kemitraan dan berorientasi hijau.

Pada perjalanan pembangunan lingkungan hidup di dekade kelima usai Stockholm 1972, tercatat beberapa kondisi yang semakin nyata mendekati sasaran pembangunan lingkungan hidup dengan ciri-ciri:

1. Kejelasan arah pembangunan lingkungan (Upaya memperbaiki kondisi lingkungan, orientasi green economy)

2. Keberadaan instrumen yang jelas dan konkret

3. Kebijakan tentang gambut dan mangrove

4. Upaya keterlibatan masyarakat

5. Pola investasi pemulihan lingkungan dalam kerja sama pemerintah, badan usaha dan masyarakat.

Selain itu juga terlihat dari lahirnya berbagai kebijakan terkait lingkungan hidup, antara lain, Undang-Undang 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention.

Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya