Kemenkes: Peningkatan Kasus Akibat BA.4 dan BA.5 Tidak Ganggu Upaya Menuju Endemi

Masuknya COVID-19 varian Omicron BA.4 dan BA.5 ke Indonesia membawa peningkatan kasus, meski begitu, ini tak mengganggu upaya menuju endemi.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 14 Jun 2022, 11:00 WIB
Pengunjung memilih pakaian di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Senin (28/2/2022). Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah tengah menyusun strategi untuk mengubah status pandemi Covid-19 menjadi endemi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Masuknya COVID-19 varian Omicron BA.4 dan BA.5 ke Indonesia membawa peningkatan kasus walau tidak signifikan.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa peningkatan yang terjadi akan mengganggu upaya menuju endemi yang sudah digadang-gadang akan terjadi setidaknya pada akhir tahun ini.

Hal ini pun ditanggapi oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr Siti Nadia Tarmizi.

Menurut pengamatannya, peningkatan kasus COVID-19 terbilang sedikit dan positivity rate-nya masih sangat rendah di kisaran 1,4-1,5 persen.

Peningkatan kasus pun bukan hanya disebabkan oleh subvarian BA.4 dan BA.5, tapi mobilitas masyatakat yang tinggi saat Lebaran pun berkontribusi.

“Mobilitas masyarakat itu kan hampir 80 juta, jadi memang pergerakan itu sangat tinggi dan pergerakan itu selalu menyumbang penambahan kasus.”

Namun, jumlah yang terlihat seperti meningkat itu tidak menimbulkan klaster atau perluasan kasus secara luas.

“Jadi melihat angka tersebut kita menilai bahwa peningkatan kasus tadi itu adalah suatu hal yang wajar dan ini masih dalam jumlah yang rendah dan tidak mengganggu terhadap upaya menuju endemi.”

“Jadi pandemi yang terkendali ini dengan adanya jumlah kasus yang sedikit meningkat itu sebenarnya merupakan sebuah dinamika dari penularan tapi tetap dalam koridor bahwa pandemi ini masih terkendali.”

Hal ini dibuktikan dengan laju angka penularan yang cenderung di angka satu dalam 4 minggu terakhir. Bahkan sempat di bawah angka satu, 0,96. Artinya, pandemi COVID-19 ini masih dalam kondisi terkendali.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Jadi Endemi pada Agustus?

Menko Marves Luhut B. Pandjaitan saat memberikan keterangan pers usai Rapat Terbatas Evaluasi PPKM di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 3 Januari 2022. (Dok Humas Sekretariat Kabinet RI)

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyarankan Presiden Jokowi tidak buru-buru mencabut status COVID-19 dari pandemi menjadi endemi.

Luhut meminta Presiden Jokowi bersabar karena situasi COVID-19 belum sepenuhnya terkendali, apalagi belakangan terjadi kenaikan kasus harian mencapai 500 kasus. Luhut juga melaporkan di Amerika Serikat terjadi kenaikan dan muncul varian baru Covid-19.

Maka itu, sulit saat ini untuk mengubah status menjadi endemi.

"Sebabnya kita tidak buru-buru masuk di endemi. Dan itu saya sarankan pada Presiden minggu lalu, kita tunggu dulu dua bulan ini," kata Luhut saat rapat Banggar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/6/2022) mengutip News Liputan6.com.

Luhut menuturkan, bila dalam dua bulan ke depan Indonesia mampu mengendalikan COVID-19 dan tidak terjadi kenaikan kasus, maka Indonesia bisa menjadi endemi. Khususnya menjadi hadiah hari Kemerdekaan 17 Agustus.

"Kalau seumpama 2 bulan ini kita masih mampu bertahan dengan baik, saya kira nanti bisa hadiah 17 Agustus," kata Luhut.


Perlu Validitas Situasi Terkendali

Epidemiolog Dicky Budiman Soal Cacar Monyet atau Monkeypox. Foto: Dokumentasi Pribadi.

Dalam kesempatan lain, epidemiolog Dicky Budiman mengatakan bahwa saat ini COVID-19 di Indonesia memang belum terkendali.

“Kalau bicara terkendali, kita haru sabar. Karena terkendali itu bukan hanya melihat indikator kasus infeksi yang menurun atau tidak terdeteksi, bukan hanya melihat dari sisi kematian atau keparahan atau angka reproduksi dan test positivity rate saja.”

“Tapi bagaimana tren penurunan dan indikator yang ada saat ini bisa bertahan. Hingga berapa lama tren ini bisa bertahan,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara belum lama ini.

Ia menambahkan, ada ukuran waktu yang bisa menunjukkan bahwa tren saat ini memang benar-benar menuju pada situasi terkendali.

“Kita punya ukuran, paling cepat kita bisa mengatakan bahwa ini benar terkendali jika semua tren dan indikator bertahan selama tiga bulan berturut-turut, tidak naik turun. Ini perlu disertai deteksi dini, tes, dan telusur yang memadai.”

Deteksi dini, tes, dan telusur masih menjadi kelemahan di Indonesia. Maka dari itu, validitas situasi terkendali masih perlu ditunggu dengan tetap mempertahankan apa yang dicapai saat ini.

“Jadi apa sudah terkendali? Ya belum, karena pengalaman pandemi sebelumnya kita harus tunggu situasi bertahan tiga bulan atau paling bagus 6 bulan.”

“Kita tunggu sampai Agustus lah, kalau Agustus situasinya sama seperti ini, saya kira kita punya kepercayaan diri bahwa pandemi akan terkendali. Dari saat ini sampai Agustus kita harus berupaya menjaga bahkan meningkatkan cakupan level PPKM.” 


Indikator yang Perlu Dipenuhi

Petugas melakukan tes usap PCR kepada warga di Laboratorium Genomik Solidaritas Indonesia (GSI), Kamis (3/2/2022). Merebaknya varian Omicron membuat sejumlah lokasi tes COVID-19 ramai didatangi warga. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dicky juga sempat menjelaskan terkait indikator yang membuat status pandemi dapat dicabut.

“Status pandemi dapat dicabut ketika sepertiga negara di dunia berada dalam level endemi atau terkendali (sporadis). Jika mayoritas negara masih epidemi maka pandeminya masih berjalan lama,” kata Dicky pada Senin (21/3/2022).

Endemi artinya negara masuk ke dalam indikator di mana angka reproduksinya paling tinggi satu, dengan test positivity rate di bawah 5 persen. Kasus kematian juga tidak dalam tren meningkat, semakin menurun atau dalam angka yang rendah,

“Ini adalah kondisi yang memadai untuk masuk ke status endemi. Ini endemi dalam kondisi real-nya, tapi secara global masih pandemi.”

Sedangkan, terkait kondisi terkendali atau sporadis, Dicky menjelaskan bahwa hal ini ditandai dengan tidak adanya kasus selama berbulan-bulan atau berminggu-minggu. Baik kasus kematian maupun kesakitan.

“Ini yang harus dicapai oleh dunia. Kalau sepertiga negara di dunia sudah dalam level terkendali maka status pandemi bisa dicabut.”

Penetapan dan pencabutan status pandemi sendiri adalah kewenangan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO). Hal ini diatur dalam konvensi International Health Regulation.

“Jadi apapun yang terjadi, sebelum WHO mencabut status pandemi ya secara hukum global COVID ini tetap pandemi,”

Di sisi lain, pencabutan status pandemi memerlukan upaya bersama yang dimulai dari masing-masing negara, tutupnya.

Infografis 5 Cara Lindungi Diri dan Cegah Penyebaran Covid-19 Varian Omicron. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya