Liputan6.com, Jakarta - Tindakan karantina massal untuk mencegah penyebaran Covid-19 akhir pekan lalu di Shanghai, termasuk penutupan jalan raya, berdampak parah pada truk yang membawa barang-barang ekspor menuju pelabuhan kota.
Masalah itu diungkapkan oleh perusahaan logistik Orient Star Group.
Advertisement
"Truk yang memuat kargo dan peti kemas tidak dapat memasuki terminal Shanghai," kata perusahaan tersebut, yang juga berkontribusi pada Supply Chain Heat Map CNBC, dikutip dari laman CNBC International, Selasa (14/6/2022).
Peta panas adalah alat data baru yang dibuat CNBC dengan 13 penyedia data maritim dan logistik top dunia untuk memberi investor wawasan yang lebih baik tentang arus inventaris secara real time.
"Banyak klien tidak punya pilihan selain mengubah pelabuhan muat ke Ningbo atau pelabuhan kecil lainnya di sepanjang Sungai Yangtze," ungkap Orient Star Group.
Pelabuhan Ningbo yang menjadi tujuan alternatif logistik ekspor besar juga menunjukkan peningkatan kemacetan karena kasus Covid-19 terus bermunculan di beberapa distrik di kota Shanghai.
"Produksi dan manufaktur pada dasarnya dilanjutkan di Shanghai, tetapi begitu ada karantina, transportasi dan drayage terpengaruh sampai batas tertentu," jelas perusahaan tersebut.
DHL Global Forwarding juga mengungkapkan bahwa pengemudi truk yang masuk dan keluar dari wilayah Shanghai masih menghadapi tantangan.
Selama lockdown Covid-19 di China, perlambatan truk menyebabkan kekurangan bahan baku untuk perusahaan otomotif seperti Volkswagen dan Tesla.
Sebelum pembatasan terbaru, pengemudi truk masih diharuskan untuk memberikan hasil tes negatif Covid-19 dalam 48 jam dan izin lalu lintas nyang diakui secara nasional, kata Akil Nair, wakil presiden manajemen operator global dan strategi laut Seko Logistics untuk Asia-Pasifik.
Dalam praktiknya, Akil Nair menyebut, banyak otoritas daerah juga meminta agar tes dilakukan kembali secara lokal dan di jalan raya.
"Beberapa pengemudi berhati-hati dalam pengiriman ke Shanghai dan kapasitas belum sepenuhnya pulih ke volume pra-lockdown," bebernya.
Pelabuhan AS Ikut Terdampak
Adapun distrik-distrik di Shanghai lainnya, termasuk Pudong, yang merupakan lokasi pabrik besar Tesla, Merck, Covestro, L'Oreal, Thermo Fisher, SC Johnson, Siemens, Bosch, SAIC-GM, dan Advanced Micro-Fabrication Equipment; dan distrik manufaktur bahan kimia khusus Xuhui yang melihat pembatasan aktivitas di luar rumah.
Perusahaan ternama Apple, Sony, hingga Volkswagen semuanya mengatakan pembatasan "nol Covid-19" di Shanghai telah memengaruhi pasokan bahan yang dibutuhkan untuk membuat produk mereka.
Kemacetan pun terjadi di pelabuhan Los Angeles dan Long Beach, California, hingga mempengaruhi Pelabuhan Oakland, California, yang dilewati oleh operator laut yang mencari waktu untuk jadwal mereka.
Hal ini berdampak pada jumlah peti kemas ekspor AS yang meninggalkan pelabuhan.
Manajer logistik di sana juga mencoba untuk mendapatkan kembali kendali dengan memindahkan lebih banyak kontainer ke Pantai Timur dan Pantai Teluk. Sekarang pelabuhan-pelabuhan itu juga tersumbat.
"Kemacetan yang diukur dalam jumlah kapal kargo yang menunggu di luar pelabuhan utama sekarang lebih buruk di pantai Timur dan Teluk daripada di Pantai Barat, perubahan besar dibandingkan dengan awal 2022," kata Mirko Woitzik, direktur solusi intelijen di Everstream Analytics.
"2022 menunjukkan kepada kita bahwa pelabuhan Pantai Timur sama rentannya dengan kemacetan," ungkap Brian Bourke, chief growth officer di perusahaan jasa pengiriman dan penyedia logistik Project44.
Advertisement
Covid-19 di China dan Perang Rusia-Ukraina Bikin Bisnis AS Lesu pada Mei 2022
Aktivitas bisnis Amerika Serikat melambat secara moderat pada bulan Mei 2022, dipicu oleh harga yang lebih tinggi mendinginkan permintaan untuk layanan sementara kendala pasokan baru karena lockdown Covid-19 di China.
Selain Covid-19 di China, perang Rusia-Ukraina yang menghambat produksi di pabrik juga menjadi salah satu faktor lambannya aktivitas bisnis AS.
Dikutip dari US News, Rabu (25/5/2022) S&P Global mengatakan bahwa Indeks Output IMP Komposit AS, yang melacak sektor manufaktur dan jasa, turun ke angka 53,8 bulan ini dari yang semula 56,0 pada bulan April.
Laju pertumbuhan itu, yang merupakan yang paling lambat dalam empat bulan, dikaitkan dengan "tekanan inflasi yang meningkat, penurunan lebih lanjut dalam waktu pengiriman pemasok dan pertumbuhan permintaan yang lebih lemah."
Sementara itu, angka di atas 50 menunjukkan ekspansi di sektor swasta.
Indeks tetap konsisten dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat di pertengahan kuartal kedua.
Ekonomi AS juga telah mengalami kontraksi pada kuartal pertama di bawah beban rekor defisit perdagangan, meskipun permintaan domestik tetap solid karena rumah tangga meningkatkan pengeluaran dan bisnis meningkatkan investasi.
Harga konsumen tahunan AS pun meningkat pada kecepatan tercepat dalam 40 tahun, mendorong Federal Reserve untuk mulai menaikkan suku bunga pada bulan Maret dan semakin mengadopsi postur kebijakan moneter yang agresif.
"Perusahaan melaporkan bahwa permintaan datang di bawah tekanan dari kekhawatiran atas biaya hidup, suku bunga yang lebih tinggi dan perlambatan ekonomi yang lebih luas," kata Chris Williamson, kepala ekonom bisnis di S&P Global Market Intelligence.