Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan cuaca berawan menyelimuti sebagian besar wilayah DKI Jakarta, Kamis pagi, 16 Juni 2022.
Siang hari, hujan intensitas ringan dilaporkan BMKG turun di wilayah selatan dan timur Ibu Kota.
Baca Juga
Advertisement
Sementara, kondisi cuaca di kota penyangga Jakarta Rabu pagi diprediksi hujan ringan. Siang hari hujan yang turun diselingi petir dan angin kencang hingga malam hari.
"Waspada potensi hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang pada siang hingga menjelang malam hari di Kab dan Kota Bogor, Kab dan Kota Bekasi," kata BMKG.
Untuk wilayah Tangerang, pagi diperkirakan cerah berawan, sedangkan siang diguyur hujan dan kembali berawan di malam hari. Namun, patut diwaspadai adanya hujan lebat di sebagian wilayah Tangerang.
"Waspada potensi hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang di wilayah Kab. Pandeglang bagian Utara, Kab. Lebak bagian Utara dan Tengah, Kab. Serang bagian Selatan dan Tengah, Kab. Tangerang bagian Barat," jelas BMKG.
Berikut informasi prakiraan cuaca untuk wilayah Jabodetabek selengkapnya yang dikutip Liputan6.com dari laman resmi BMKG www.bmkg.go.id:
Kota | Pagi | Siang | Malam |
Jakarta Barat | Berawan | Berawan | Berawan |
Jakarta Pusat | Berawan | Berawan | Berawan |
Jakarta Selatan | Cerah Berawan | Hujan Ringan | Berawan |
Jakarta Timur | Cerah Berawan | Hujan Ringan | Berawan |
Jakarta Utara | Berawan | Cerah Berawan | Berawan |
Kepulauan Seribu | Berawan | Cerah Berawan | Berawan |
Bekasi | Hujan Ringan | Hujan Petir | Berawan |
Depok | Hujan Ringan | Hujan Petir | Berawan |
Bogor | Hujan Ringan | Hujan Petir | Berawan |
Tangerang | Cerah Berawan | Hujan Ringan | Berawan |
BMKG Ajak Insinyur Hadapi Ancaman Multi Bencana Dampak Perubahan Iklim
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengajak para insinyur Indonesia untuk berkolaborasi menghadapi ancaman multi bencana akibat perubahan iklim ataupun fenomena tektonik-vulkanik.
Menurut dia, peran insinyur sangat dibutuhkan dalam upaya mitigasi bencana alam.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di atas cintin api dan seismik aktif, sehingga rentan terhadap risiko multi-bencana alam baik berupa gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, banjir bandang, banjir rob, puting beliung, dan longsor.
"Realitas ini menjadi tantangan bagi kita semua termasuk para insinyur Indonesia, untuk sama-sama bergotong royong mewujudkan zero victim," kata Dwikorita dalam Webinar HUT Persatuan Insinyur Indonesia (PII) ke-70, Sabtu (4/6/2022).
Dia mengatakan, insinyur Indonesia harus senantiasa mengedepankan atau mengintegrasikan manajemen risiko bencana pada setiap pekerjaan perencanaan, pembangunan, operasional dan pemeliharaan infrastruktur, dengan menempatkan komunitas masyarakat sebagai mitra aktif.
Selain itu, lanjut Dwikorita, perlu pemberdayaan melalui edukasi dan literasi agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam menjaga, memelihara, bahkan ikut mendukung pengoperasian sistem atau infrastruktur yang dibangun.
Advertisement
Faktor Penguat Cuaca Ekstrem
Dengan demikian, menurut dia, efektivitas dan keamanan infrastruktur atau sistem yang dibangun dapat terwujud secara berkelanjutkan.
"Insinyur juga bertanggung jawab terhadap literasi kebencanaan masyarakat. Masyarakat perlu dikenalkan desain baru bangunan hingga material bangunan yang lebih baik untuk meminimalkan risiko kegagalan bangunan akibat gempa," kata Dwikorita.
Dwikorita mengungkapkan perubahan iklim menjadi faktor penguat terjadinya cuaca ekstrem di Indonesia. Mulai dari hujan lebat disertai kilat dan petir, siklon tropis, gelombang tinggi, hingga hujan es atau kekeringan panjang.
Karenanya, perlu upaya mitigasi yang dilakukan seluruh pihak dan lapisan masyarakat secara komprehensif dan terukur, guna menahan laju perubahan iklim, beradaptasi dan memitigasi dampaknya.
Menurutnya, bila situasi saat ini terus dibiarkan maka kenaikan suhu di seluruh pulau utama di Indonesia mencapai 3,5 hingga 4 derajat Celcius pada 2100. Kenaikan itu empat kali lipat dibandingkan zaman pra industri. Akibat kenaikan suhu ini pula, es di puncak Jaya Wijaya Papua pada 2025 mendatang diperkirakan akan hilang sepenuhnya.
"Mitigasi harus dilakukan segera, tidak bisa ditunda-tunda karena situasi kekinian sangat mengkhawatirkan. Contohnya, Siklon Seroja yang terjadi di NTT tahun 2021, semestinya tidak terjadi di wilayah tersebut. Namun, akibat kenaikan suhu muka laut di perairan NTT sebagai dampak perubahan iklim, siklon tersebut terjadi," kata dia.