Liputan6.com, Jakarta - Ekspor kain (Harmonized System Code/HS Code 56 – 60) yang merupakan bagian dari industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) secara kumulatif pada Januari – Maret 2022 mencapai USD 146,55 juta. Angka ekspor kain ini naik 14,63 persen dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Sementara itu, volume ekspor kain tercatat sebesar 30,93 ribu ton. Angka ini meningkat 7,57 persen year on year (yoy).
Advertisement
Peningkatan ekspor kain mencapai 83,93 persen selama Kuartal I 2022 ditopang oleh total ekspor kain Indonesia seperti kain ditenun berlapis (HS Code 59) yang meningkat 43,19 persen yoy, diikuti kenaikan penjualan kapas gumpalan dan tali (HS Code 56) sebesar 6,25 persen yoy, serta kain rajutan (HS Code 60) sebesar 12,44 persen yoy.
Kepala Divisi Indonesia Eximbank Institute (IEB Institute), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)/Indonesia Eximbank Rini Satriani menjelaskan, secara umum, peningkatan penjualan kain didorong oleh pulihnya permintaan apparel, seiring dengan aktivitas sosial yang kembali normal pasca terkendalinya penyebaran varian Omicron.
"Penggunaan platform e-commerce di tengah pandemi turut menjadi katalis positif karena penjualan ekspor kain Indonesia didukung platform yang lebih besar dari sebelumnya, sehingga mampu meningkatkan basis konsumen," jelas Rini, Rabu (15/6/2022).
Berdasarkan data yang diolah oleh IEB Institute, selama kuartal I 2022, nilai dan pertumbuhan ekspor kelima negara tujuan ekspor kain Indonesia yaitu ke Jepang sebesar USD 28,33 juta atau tumbuh 13,78 persen (YoY), Vietnam sebesar USD 18,15 juta dengan tumbuh 11,50 persen (YoY), Amerika Serikat sebesar USD 11,07 juta atau naik 11,91 persen (YoY) dan India sebesar USD 10,25 juta atau tumbuh 31,05 persen (YoY).
Sedangkan untuk periode yang sama ekspor kain Indonesia ke Korea Selatan mengalami penurunan 11,50 persen atau mencapai USD 8,23 juta.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Seasonal Effect
Pertumbuhan ekspor kain ke negara tujuan utama mengalami peningkatan, kecuali Korea Selatan yang diakibatkan oleh tingginya kasus infeksi Covid-19 selama tiga bulan pertama pada tahun ini.
“Permintaan yang meningkat tinggi dari Jepang seiring dengan seasonal effect berupa kebutuhan produksi pakaian untuk musim semi serta adanya pelonggaran pembatasan aktivitas per 1 Maret 2022. Selanjutnya, adanya peningkatan permintaan dari Vietnam selain dikarenakan pengendalian penyebaran infeksi Covid-19, juga disebabkan adanya pengalihan order dari Tiongkok ke Vietnam sebagai salah satu negara produsen kain,” ujar Rini.
Secara terpisah Direktur Pelaksana Bidang Hubungan Kelembagaan LPEI, Chesna F. Anwar menambahkan, LPEI memiliki program Penugasan Khusus Ekspor UKM yang diperuntukan bagi pelaku usaha berorientasi ekspor untuk menjaga kesinambungan usahanya.
"Program ini merupakan bagian dari pemulihan ekonomi nasional yang diberikan Pemerintah kepada kami. Harapan kami, para pelaku dapat menggunakan program ini," pungkas Chesna.
Advertisement
Ekspor RI Diproyeksi Makin Kinclong Seiring Kenaikan Harga Komoditas
Sebelumnya, ekspor Indonesia pada April 2022 tercatat sebesar USD 27,32 miliar, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya serta tumbuh sebesar 47,76 persen (year on year). Ekspor migas dan nonmigas sama-sama mengalami pertumbuhan yang tinggi yaitu sebesar 48,92 persen dan 47,7 persen (yoy).
“Potensi penguatan nilai ekspor masih akan terus tinggi seiring tren positif harga komoditas di pasar global yang diperkirakan masih berlanjut ke depannya. Hal ini juga terus diimbangi dengan baik oleh pertumbuhan ekspor nonmigas yang konsisten kuat. Ini bukti nyata perbaikan struktur ekonomi yang fundamental. Pemerintah akan terus berupaya agar perbaikan ini berkesinambungan,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (18/5/2022).
Meskipun dampak langsungnya diperkirakan relatif kecil bagi kinerja perdagangan Indonesia, Pemerintah terus memantau potensi dampak ketegangan Rusia-Ukraina salah satunya melalui transmisi volume dan harga komoditas global.
Di satu sisi, kenaikan harga komoditas global membawa dampak positif pada ekspor kita khususnya terkait komoditas energi, mineral dan logam dimana Indonesia mengekspor dalam jumlah yang besar sehingga menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional.
“Menguatnya ekspor diharapkan terus menopang surplus neraca perdagangan sehingga terus memberikan dampak positif bagi aktivitas sektor riil. Likuiditas yang meningkat yang diperoleh dari aktivitas ekspor akan berdampak positif bagi aktivitas konsumsi dan investasi domestik, sehingga diharapkan dapat menjaga momentum pemulihan ekonomi”, lanjut Febrio.
Namun demikian, Pemerintah akan terus mewaspadai dampak tak langsung dari konflik Rusia-Ukraina, baik terkait pelemahan kinerja ekonomi global maupun terkait dengan lonjakan harga komoditas. Disrupsi perdagangan global akan menekan laju pemulihan ekonomi global yang diproyeksikan semakin melambat.
Harga Komoditas
Sementara itu, lonjakan kenaikan harga komoditas, khususnya energi dan pangan, akan mendorong kenaikan inflasi di dalam negeri.
Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah untuk menjaga kestabilan harga dan kecukupan ketersediaan kebutuhan pangan pokok dan energi, termasuk memberikan bantalan kebijakan berupa bansos minyak goreng untuk kelompok berpendapatan rendah.
Kualitas ekspor Indonesia juga terus terlihat. Buktinya, ekspor sektor manufaktur sebagai komponen penyumbang tertinggi ekspor nonmigas tetap tumbuh secara konsisten, dengan pertumbuhan tahunan nyaris 30 persen yaitu 27,92 persen persen(yoy). Sektor manufaktur adalah sektor yang memiliki nilai tambah tinggi dalam perekonomian, terutama dari sisi penciptaan lapangan kerja.
Perbaikan sektor ini terpantau sejalan dengan penyerapan tenaga kerja pada Februari 2022. Arah kebijakan Pemerintah akan terus menggalakkan ekspor yang bernilai tambah tinggi dengan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia.
Beberapa contoh produk tersebut adalah besi, baja dan feronikel sebagai olahan mineral kini mulai menopang ekspor Indonesia dengan pertumbuhan yang pesat. Prioritas hilirisasi SDA Pemerintah adalah tambang dan mineral (nikel hidrat, besi dan baja), CPO (margarin, sabun mandi), migas dan Batubara (etilena, propilena, dan lain-lain).
Sementara itu, impor Indonesia di bulan April tahun 2022 tercatat tetap kuat meski sedikit melambat dari bulan sebelumnya pada USD 19,76 miliar, atau tumbuh sebesar 21,97 persen (yoy). Secara tahunan, impor migas dan nonmigas masih tumbuh pesat sebesar 88,48 persen (yoy) dan 12,47 persen(yoy).
Advertisement