Jumlah Pekerja Anak Diperkirakan Bertambah 9 Juta pada 2022

Pekerja anak masih menjadi masalah serius di berbagai negara. Studi global International Labour Organization (ILO) tahun 2020 menunjukan bahwa ada sekitar 160 juta pekerja anak.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 15 Jun 2022, 12:00 WIB
ilustrasi pekerja anak. (Gambar oleh Pexels dari Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Pekerja anak masih menjadi masalah serius di berbagai negara. Studi global International Labour Organization (ILO) tahun 2020 menunjukan bahwa ada sekitar 160 juta pekerja anak di dunia.

Angka tersebut mewakili 63 juta anak perempuan dan 97 juta anak laki-laki, setara dengan 1 dari 10 anak di seluruh dunia.

Selain itu, kemungkinan peningkatan kemiskinan akibat COVID-19 dapat membalikkan kemajuan bertahun-tahun dalam memerangi pekerja anak. Diperkirakan, akan ada tambahan 9 juta anak yang berisiko menjadi pekerja anak pada 2022.

Di Indonesia, berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2020, diketahui 3,36 juta anak Indonesia bekerja dan 1,17 juta anak di antaranya adalah pekerja anak.

Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki sektor pertanian yang kuat dan dikenal sebagai produsen kakao terbesar ketiga di dunia. Sebagai peringkat ketiga di dunia, sektor pertanian ini menghadapi tantangan berat karena menjadi penyumbang pekerja anak terbesar, utamanya bagi masyarakat pedesaan.

“Meskipun data Sakernas 2021 mengungkapkan jumlah pekerja anak usia 15-17 tahun turun 500.000, tetapi pekerja anak masih marak ditemukan di wilayah pedesaan, dan ini sangat mengkhawatirkan.”

“Di mana pun anak tinggal, hak-hak mereka harus dipenuhi, termasuk terbebas dari risiko menjadi pekerja anak atau mengalami bentuk pekerjaan terburuk untuk anak (BPTA),” jelas Tata Sudrajat Deputi Chief of Program impact Creation Save the Children Indonesia mengutip keterangan pers Rabu (15/6/2022).

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Sistem Perlindungan Perlu Diperkuat

Ilustrasi perlindungan anak. (AP Photo/Channi Anand)

Meningkatnya kasus eksploitasi dan kekerasan terhadap anak, termasuk di dalamnya Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (BPTA) menjadi indikasi bahwa sistem perlindungan terhadap anak masih perlu diperkuat. Ini agar penyadaran, pencegahan, dan penanganan pekerja anak dapat ditingkatkan.

Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, penguatan sistem perlindungan anak dibutuhkan agar terjadi perubahan norma sosial yang melindungi, meningkatkan partisipasi, dan mengembangkan kecakapan hidup anak. Serta melibatkan masyarakat dalam monitoring dan penanganan pekerja anak yang komprehensif.

Masalah kekerasan terhadap anak ini juga terjadi pada masyarakat petani, sebagian besar dipengaruhi oleh kemiskinan, pendidikan yang rendah, dan ekosistem layanan perlindungan anak yang tidak memadai.

Melihat maraknya eksploitasi anak, banyak pihak telah bergerak, di antaranya masyarakat pentahelix sesuai dengan kewenangan dan kapasitas yang dimiliki.

Pemerintah Indonesia melalui kebijakan Zona Bebas Pekerja Anak telah menggandeng pemerintah daerah, dunia usaha, akademisi, masyarakat dan media untuk mewujudkan Indonesia Bebas Pekerja Anak pada 2022.


Kota/Kabupaten Layak Anak

Ilustrasi kabupaten/kota layak anak. (SONY TUMBELAKA/AFP)

Sistem pembangunan yang menjamin pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak melalui skema Kota/Kabupaten Layak Anak (KLA) diterapkan sejak 2006. Hingga 2021 sudah 435 kabupaten/kota mendeklarasikan diri menuju KLA. Ini diperkuat dengan implementasi di tingkat hulu melalui Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) di mana penanganan pekerja anak menjadi salah satu indikator yang dievaluasi.

“Penghapusan pekerja anak di Indonesia merupakan salah satu dari lima arahan prioritas Presiden Joko Widodo kepada KemenPPPA. Untuk itu kami menargetkan jumlah pekerja anak usia 10-17 tahun yang bekerja, bisa terus kita turunkan angkanya sampai serendah-rendahnya," kata Bintang dalam keterangan pers.

Memperingati Hari Dunia Menentang Pekerja Anak yang jatuh pada 12 Juni setiap tahunnya, Save the Children melakukan peninjauan kembali implementasi Peta Jalan Menuju Indonesia Bebas Pekerja Anak tahun 2022.

Peninjauan dilakukan bersama Jaringan Penanggulangan Pekerja Anak (JARAK), KemenPPPA, Kementerian Ketenagakerjaan dan lembaga  terkait.

“Peninjauan ulang terhadap Peta Jalan Menuju Indonesia Bebas Pekerja Anak menjadi hal yang sangat penting saat ini. Ada tiga faktor penting yang harus didiskusikan, di antaranya adalah periode waktu, percepatan respons terutama disaat pandemi COVID-19, serta penyelarasan terhadap tujuan pembangunan global,” kata Direktur Eksekutif JARAK, Misran Lubis.


Sistem Pemantauan dan Remediasi Pekerja Anak

Ilustrasi anak kecil. Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com.

Selain itu, lanjut Misran, langkah penting berikutnya adalah menetapkan prioritas sektor pekerja anak yang akan diintervensi dengan melihat sebaran tertinggi dan penguatan pada upaya pencegahan, pengawasan serta remediasi.

Save the Children Indonesia melalui program Perlindungan Anak dan Penanganan Kemiskinan pada Anak di Sulawesi Selatan, Lampung, dan Sumatera Barat, mengimplementasikan pendekatan  Child Labour Monitoring and Remediation System (CLMRS) atau  Sistem Pemantauan dan Remediasi Pekerja Anak.

Sistem ini diperkuat dengan tujuan agar secara aktif dapat memastikan aktivasi dan koordinasi pemantauan yang tepat dan respons yang efektif terhadap masalah pekerja anak. Sehingga, anak mendapat dukungan untuk kesejahteraannya (well-being) dan terhindar menjadi pekerja anak.

Selain itu, Save the Children juga memberikan pelatihan dan peningkatan kapasitas kepada kader Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) dan turun langsung untuk meningkatkan kesadaran bagi petani kakao, orangtua, dan masyarakat setempat bahwa anak-anak punya hak yang harus dipenuhi.

Tata Sudrajat menambahkan, dari pengalaman dan temuannya di lapangan, sangat terlihat jelas bahwa pencegahan dan penanganan pekerja anak tidak hanya bisa ditangani dari satu sektor saja.

“Tetapi harus menyeluruh pada sektor lainnya yang berkaitan dengan ekosistem pemenuhan hak anak seperti hak pendidikan, kesehatan, perlindungan, dan perlindungan sosial termasuk hak mendapat perlindungan keamanan jika berkaitan dengan perdagangan orang.”

Menuju Indonesia Bebas Pekerja Anak 2022, Save the Children mendorong  pemerintah untuk segera melakukan intervensi pada seluruh ekosistem pemenuhan hak anak tersebut.

Infografis eksploitasi seksual anak (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya