Liputan6.com, Jakarta - Sidang perdana kasus dugaan suap pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah atau suap Dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021 digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hari ini Kamis (16/6/2022).
Tim jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membacakan surat dakwan terhadap mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto.
Baca Juga
Advertisement
"Sesuai dengan penetapan hari sidang, hari ini (16/6) tim jaksa KPK akan membacakan surat dakwaan Terdakwa M Ardian di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (16/6/2022).
Ali mengatakan, jaksa KPK akan membeberkan dugaan perbuatan pidana Ardian dalam surat dakwaan. Surat dakwaan sudah disusun berdasarkan keterangan dan alat bukti selama proses penyidikan.
"Akan dipaparkan secara lengkap dugaan perbuatan yang dilakukan para terdakwa. Berikutnya, tim Jaksa KPK juga akan beberkan seluruh alat bukti yang diperoleh selama proses penyidikan," kata Ali.
Sebelumnya, KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto (MAN) sebagai tersangka suap pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021.
Selain Ardian, KPK juga menjerat Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar. Laode dan Ardian ditetapkan sebagai penerima suap. Sementara pihak pemberi, KPK menjerat Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur.
Kronologi Kasus Suap
Ardian selaku pejabat Kemendagri memiliki kewenangan menyusun surat pertimbangan Mendagri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah.
Kemudian pada Maret 2021, Andi Merya menghubungi Laode agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur. Selanjutnya, sekitar Mei 2021, Laode mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di kantor Kemendagri, Jakarta.
Dalam pertemuan itu Andi mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 Miliar dan meminta agar Ardian mengawal dan mendukung proses pengajuannya. Namun Ardian meminta fee 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman.
Andi meyanggupinya dan mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik Laode.
Dari uang itu, diduga dilakukan pembagian di mana Ardian menerima SGD 131 ribu setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung dirumah kediaman pribadinya di Jakarta dan Laode Rp 500 juta.
Advertisement
Pengembangan Suap Dana Hibah BNPB
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap terkait proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menjerat Andi Merya Nur dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Koltim Anzarullah.
Kasus ini bermula pada Maret hingga Agustus 2021 di mana Bupati Andi dan Anzarullah menyusun proposal dana hibah BNPB berupa dana rehabilitasi dan rekonstruksi (RR) serta dana siap pakai (DSP). Setelah proposal tersebut jadi, keduanya mendatangi kantor BNPB Pusat di Jakarta pada awal September 2021.
Mereka menyampaikan paparan terkait dengan pengajuan dana hibah logistik dan peralatan, dimana Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB yaitu hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp 26,9 Miliar dan hibah dana siap pakai senilai Rp 12,1 Miliar.
Tindak lanjut atas pemaparan tersebut, Anzarullah meminta Bupati Andi agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut nantinya dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaannya dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur.
Bupati Kolaka Timur Minta Fee Rp 250 Juta
Anzarullah kemudian menerima pengerjaan paket belanja jasa konsultasi perencanaan pekerjaan jembatan 2 unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp 714 juta dan belanja jasa konsultasi perencaaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp 175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.
Bupati Andi menyetujui permintaan Anzarullah. Dia sepakat akan memberikan fee kepada Bupati Andi sebesar 30 persen. Sebagai realisasi kesepakatan, Bupati Andi diduga meminta uang sebesar Rp 250 juta atas 2 proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarullah tersebut.
Anzarullah kemudian menyerahkan uang sebesar Rp 25 Juta lebih dahulu kepada Bupati Andi dan sisanya sebesar Rp 225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi Bupati Andi. Namun saat hendak penyerahan, mereka terjaring operasi tangkap tangan tim penindakan.
Advertisement