KPK Duga Ada Pemberian Uang dalam Pengurusan Pinjaman Dana PEN

KPK menduga ada pemberian dan penerimaan uang dalam mengurus pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kabupaten Kolaka Timur.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 16 Jun 2022, 13:35 WIB
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). KPK merilis Indeks Penilaian Integritas 2017. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada pemberian dan penerimaan uang dalam mengurus pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kabupaten Kolaka Timur.

Dugaan itu didalami tim penyidik KPK saat memeriksa Direktur PT Muria Wajo Mandiri bernama Mujeri Dachri Muchlis, Kepala Bappeda Litbang Kolaka Timur periode 2016 - 2021 Mustakim Darwis, Staf Bangwil Bappeda Litbang Kab. Kolaka Timur Harisman, dan Honorer di Bagian Umum Pemkab Kolaka Timur Hermansyah.

Mereka diperiksa di Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sultra, Jl. Haluoleo Nomor 1, Mokoau, Kec. Kambu, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, pada Rabu, 15 Juni 2022.

"Para saksi dikonfirmasi antara lain terkait dengan keikutsertaan dari pihak-pihak yang terkait dengan perkara ini untuk mengurus dana PEN Kolaka Timur yang diduga adanya aliran sejumlah uang dalam proses pengurusannya," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (16/6/2022).

Tersangka Baru

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan suap pengajuan pinjaman Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN Daerah) Tahun 2021.

"Tim penyidik KPK telah mengembangkan pengusutan perkara ini. KPK kembali tetapkan tersangka baru dalam perkara dugaan suap dana PEN," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (15/6/2022).

Ali mengatakan, berdasarkan kecukupan alat bukti, diduga ada keterlibatan pihak lain baik selaku pemberi mau pun penerima dalam dugaan suap perkara ini. Namun Ali belum bersedia membeberkan pihak yang dijerat tim penyidik.

"Mengenai identitas pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, pasal yang disangkakan mau pun uraian dugaan perbuatan pidana yang dilakukan, akan kami sampaikan pada saat upaya paksa penangkapan dan penahanan dilakukan," kata Ali.

Ali menyatakan KPK bakal menyampaikan setiap perkembangan kegiatan penanganan perkara ini sebagai bentuk keterbukaan informasi terhadap publik.

"KPK berharap dukungan masyakarat untuk turut serta mengawasi proses penangangan perkara ini," kata Ali.

 


Tersangka

Pada perkara ini, KPK sudah menjerat mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto (MAN).

Selain Ardian, KPK juga menjerat Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar. Laode dan Ardian ditetapkan sebagai penerima suap. Sementara pihak pemberi, KPK menjerat Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur.

Ardian selaku pejabat Kemendagri memiliki kewenangan menyusun surat pertimbangan Mendagri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah.

Kemudian pada Maret 2021, Andi Merya menghubungi Laode agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur. Selanjutnya, sekitar Mei 2021, Laode mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di kantor Kemendagri, Jakarta.

Dalam pertemuan itu Andi mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 Miliar dan meminta agar Ardian mengawal dan mendukung proses pengajuannya. Namun Ardian meminta fee 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman.

Andi meyanggupinya dan mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik Laode. Dari uang itu, diduga dilakukan pembagian dimana Ardian menerima SGD 131 ribu setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung dirumah kediaman pribadinya di Jakarta dan Laode Rp 500 juta.

 


Pengembangan Kasus Lain

Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap terkait proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menjerat Andi Merya Nur dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Koltim Anzarullah.

Kasus ini bermula pada Maret hingga Agustus 2021 dimana Bupati Andi dan Anzarullah menyusun proposal dana hibah BNPB berupa dana rehabilitasi dan rekonstruksi (RR) serta dana siap pakai (DSP). Setelah proposal tersebut jadi, keduanya mendatangi kantor BNPB Pusat di Jakarta pada awal September 2021.

Mereka menyampaikan paparan terkait dengan pengajuan dana hibah logistik dan peralatan, dimana Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB yaitu hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp 26,9 Miliar dan hibah dana siap pakai senilai Rp 12,1 Miliar.

Tindak lanjut atas pemaparan tersebut, Anzarullah meminta Bupati Andi agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut nantinya dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaannya dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur.

 


Suap

Anzarullah kemudian menerima pengerjaan paket belanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan jembatan 2 unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp 714 juta dan belanja jasa konsultansi perencaaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp 175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.

Bupati Andi menyetujui permintaan Anzarullah dan sepakat akan memberikan fee kepada Bupati Andi sebesar 30%. Sebagai realisasi kesepakatan, Bupati Andi diduga meminta uang sebesar Rp 250 juta atas 2 proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarullah tersebut.

Anzarullah kemudian menyerahkan uang sebesar Rp 25 Juta lebih dahulu kepada Bupati Andi dan sisanya sebesar Rp 225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi Bupati Andi. Namun saat hendak penyerahan, mereka terjaring operasi tangkap tangan tim penindakan.

Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya