Liputan6.com, Jakarta - Alih-alih memberikan antibiotik, ayam di Thailand, kendati tidak semua, telah diberikan ganja agar tetap kuat dan sehat. Ayam-ayam itu kemudian jadi bahan utama menu nasi ayam yang terbukti populer, lapor The Nation, seperti dikutip dari Mothership, Kamis, 16 Juni 2022.
Sebuah komunitas peternak di Lampang, Thailand utara melakukan percobaan, bekerja sama dengan Fakultas Pertanian Universitas Chiang Mai, untuk memberi makan ganja pada ayam-ayam mereka. Konon, ini dipercaya membantu meningkatkan kualitas daging dan telur.
Advertisement
Sirin Chaemthet, presiden perusahaan komunitas Peth Lanna, mengatakan bahwa peternak memilih ganja setelah ayam masih menderita bronkitis burung meski menerima suntikan antibiotik. Ayam-ayam tersebut dilaporkan mengembangkan kekebalan lebih tinggi terhadap penyakit sebagai respons konsumsi ganja, selain dapat menahan cuaca buruk.
Perusahaan komunitas memutuskan untuk menghilangkan antibiotik dan hanya memberi makan ganja pada ayam mereka, katanya. Presiden Dewan Peternak Nasional Thailand, Prapat Panyachatrak, mengatakan bahwa memberi makan ganja juga membantu meningkatkan nilai komersial produk ayam.
Ia juga mengingatkan, antibiotik pada daging dan telur ayam membahayakan kesehatan konsumen, seperti menurunnya kekebalan dan berpotensi menimbulkan alergi. Perusahaan telah menjual daging ayam seharga 100 baht (sekitar Rp42 ribu) per kg dan telur masing-masing seharga 6 baht (sekitar Rp2,5 ribu) melalui situs webnya.
Menurut Sirin, respons terhadap nasi ayam dari ayam yang diberi pakan ganja sudah baik. Perusahaan berencana menjual ayam panggang di masa depan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Legalisasi Ganja di Thailand
Masih tentang legalisasi ganja di Thailand pada 9 Juni 2022, para turis asing di Khaosan Road, Bangkok, telah terlihat menyerbu salah satu truk N Louis Happy Buds yang menjual ganja. Mereka membeli ganja yang telah dihapus dari daftar narkotika di bawah hukum Negeri Gajah Putih.
Truk penjual ganja di Bangkok itu kini jadi lokasi populer bagi turis asing maupun penduduk lokal. Menurut AsiaOne, truk itu menjual beberapa jenis ganja seperti "Amnesia," "Jack Haze," dan "Night Nurse."
Para staf terlihat menimbang dan mengemas kuncup dan daun ganja pesanan turis asing dan penduduk lokal. Mereka menjual ganja seharga 700 baht (sekitar Rp294 ribu) per gram.
Para staf mengatakan bahwa "obat" itu dapat memengaruhi pengguna dengan berbagai cara, seperti membantu mereka tidur lebih nyenyak atau mengurangi kecemasan. Dilihat dari kanal YouTube Lepetitjournal De Bangkok, truk berwarna hijau itu berada di dalam bar yang gelap.
Advertisement
Mimpi yang Jadi Kenyataan
Seorang pelanggan dari Kanada bernama Keira Gruttner termasuk di antara turis yang mengantre di truk di surga wisata Khaosan Road. Ia sabar menunggu staf yang sedang menimbang dan mengemas kuncup dan daun ganja yang dihancurkan.
"Saya pikir ini akan membawa orang dari negara-negara yang tidak melegalkan ganja. Juga, bisa jadi daya tarik pariwisata lain bagi banyak orang," kata wanita berusia 32 tahun tersebut.
Kentaro Kajima, pelanggan asing lainnya, juga turut senang dengan kehadiran truk tersebut. Ia menggambarkan pembeliannya sebagai "mimpi yang jadi kenyataan," terutama saat berdansa dengan seorang teman di depan truk.
Pekan lalu, Thailand jadi negara Asia pertama yang melegalkan pertumbuhan ganja. Kini, mereka bisa mengonsumsinya dalam makanan dan minuman karena sudah dihapuskan dari daftar narkotika.
Pemerintah Thailand berharap langkah itu akan membantu sektor pertanian dan penelitian medis ekonomi. Selain itu, penjual obat terimbas pandemi COVID-19 juga mendapat dorongan.
Namun, merokok ganja di tempat umum dapat melanggar undang-undang kesehatan. Parlemen masih memperdebatkan rancangan undang-undang peraturan ganja yang berarti ada kebingungan tentang bagaimana ganja dapat digunakan secara legal.
Undang-Undang Narkotika Thailand
Menurut laporan kanal Global Liputan6.com, Menteri Kesehatan Thailand Anutin Charnvirakul mengumumkan, Badan Pengendalian Narkotika negara itu setuju menghapus ganja dari daftar obat terlarang kementerian tersebut, dikutip dari VOA Indonesia.
Penghapusan ganja dari daftar Badan Pengawas Pangan dan Obat kementerian itu perlu ditandatangani secara resmi oleh menteri kesehatan dan mulai berlaku 120 hari setelah diterbitkan dalam lembaran pemerintah. Bulan lalu, ganja ditarik dari daftar obat terlarang berdasar Undang-Undang Narkotika Thailand.
Polisi dan pengacara yang dihubungi kantor berita Associated Press mengatakan bahwa tidak jelas apakah memiliki ganja tidak lagi dianggap sebagai pelanggaran dan pemiliknya tidak bisa ditangkap pihak berwajib.
Kerumitan undang-undang terkait berarti produksi dan kepemilikan ganja tetap diatur untuk sementara ini, dan status hukum penggunaan ganja untuk rekreasi masih belum jelas. Thailand pada 2020 jadi negara pertama di Asia yang mendekriminalisasi produksi dan penggunaan ganja untuk tujuan pengobatan.
Thailand mempromosikan ganja sebagai tanaman penghasil uang bagi petani. Selain itu, menanam ganja juga bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan lain. "Setiap orang berhak menanam mariyuana, bekerja sama dengan rumah sakit provinsi untuk keperluan medis," kata wakil juru bicara pemerintah Thailand Traisulee Traisoranakul.
Advertisement