Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan mengenakan bea meterai untuk sejumlah transaksi digital. Namun, belum ada target kapan pelaksanaan kebijakan bea meterai ini berlaku.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Neilmaldrin Noor mengatakan, pihaknya masih melakukan pembahasan terkait hal ini. Sehingga belum menetapkan waktu penerapannya.
Advertisement
"Enggak (ada target penerapan), ini masih dalam pembahasan," kata dia kepada wartawan di Gedung Kementerian Keuangan, Kamis (16/6/2022).
Pembahasan yang dimaksudnya, mengenai penentuan kriteria mana yang akan dikenakan bea meterai Rp 10.000 tersebut. Pihaknya masih mengkaji dengan pihak terkait.
"Itu masih dalam pembahasan dengan idEA (Indonesia E-Commerce Association) untuk term and condition secara elektronik itu, apakah nanti, yang seperti apa yang akan kita kenakan bea mererai," paparnya.
Ia menampik pengenaan bea meterai ini untuk menambah jenis pajak baru. Ia menyebut pengenaan bea meterai di transaksi elektronik untuk membawa unsur keadilan.
"ini gunanya bukan untuk menambah jenis pajak baru, karena term and condition kalau bikin perjanjian selama ini sudah kena meterai," kata dia.
"Yang ingin kita bahas kalau dia bentuknya elektronik, e-commerce, agar level of playing field-nya sama antara perdagangan elektronik dan konvensional, makanya ini dibahas. ini masih dalam pembahasan," tambah dia menerangkan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kriteria
Pada pemberitaan sebelumnya, Pemerintah akan mengenakan bea meterai Rp 10 ribu untuk term and condition (T&C) berbagai platform digital. Hal ini termasuk belanja online di e-commerce.
Hal tersebut dipastikan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor. Pengenaan bea materai ini sesuai dengan UU 10 tahun 2020 tentang Bea Materai.
"Atas Transaksi pada e-commerce dapat dikenakan bea meterai dalam hal terdapat dokumen yang merupakan objek bea meterai sesuai dengan Pasal 3 UU 10 tahun 2020," tutur dia kepada Liputan6.com, Selasa (14/6/2022).
Beberapa jenis dokumen yang dapat dikenai pada transaksi e-commerce seperti:
a. surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis;
b. dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nominal lebih dari Rp 5 juta.
"Dalam hal tidak terdapat dokumen-dokumen sebagaimana tersebut, maka tidak akan dikenakan bea meterai," kata dia.
Advertisement
Masyarakat Indonesia Banyak Belanja Online
Sebelumnya, semakin banyak masyarakat Indonesia Indonesia yang ingin membeli produk bahan pokok seperti makanan dan minuman dari rumah. Hal tersebut terungkap dalam data Google Trends yang menunjukkan penelusuran terkait bahan pokok naik 24 persen di kuartal I 2022 jika dibanding kuartal I 2021.
"Tren ini sejalan dengan laporan 2021 e-Conomy SEA yang menunjukkan bahwa ekonomi digital Indonesia didorong oleh e-commerce, yang tumbuh sekitar 52 persen per tahun dan nilainya diperkirakan akan mencapai USD 104 miliar (CAGR) hingga 2025," jelas Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf, Jakarta, Kamis (12/5/2022).
Pandemi telah menciptakan tambahan 21 juta pengguna internet di Indonesia hingga akhir Semester I 2021. Maka tidak mengherankan jika saat ini ada begitu banyak pengguna yang berbelanja bahan pokok secara online.
"Mengingat kemudahan dan kemajuan yang terjadi di berbagai area utama seperti logistik dan manajemen inventaris," kata Randy.
Baru 2 Persen
Laporan e-Conomy menunjukkan bahwa di Asia Tenggara, belanja bahan pokok yang dilakukan secara online baru 2 persen dibandingkan dengan 25 persen populasi yang kini senang berbelanja online untuk produk-produk selain bahan pokok.
Laporan lain dari L.E.K Insights pada November 2021 menunjukkan bahwa penjualan bahan pokok secara online tumbuh 4 hingga 5 kali lipat dari 2019 hingga 2020 dan nilainya diperkirakan akan mencapai 5 hingga 6 miliar USD hingga 2025.
Advertisement