Liputan6.com, Jakarta - Pejabat senior AS sedang berdiskusi tentang kemungkinan panggilan telepon antara Presiden Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping musim panas ini, kata seorang pejabat pemerintah pada Kamis (16 Juni).
Pengungkapan itu terjadi hanya beberapa hari setelah penasihat keamanan nasional Joe Biden, Jake Sullivan, mengadakan pembicaraan empat setengah jam di Luksemburg dengan diplomat top China Yang Jiechi tentang sejumlah masalah. Demikian seperti dikutip dari laman Channel News Asia, Jumat (16/6/2022).
Advertisement
Biden dan Xi terakhir berbicara pada 18 Maret, sebuah percakapan yang didominasi oleh kekhawatiran AS bahwa China mungkin memberikan dukungan material untuk Rusia dalam invasinya ke Ukraina.
Sejak itu, kekhawatiran meningkat bahwa Korea Utara mungkin merencanakan uji coba nuklir.
"Ada diskusi tentang kemungkinan keterlibatan Biden-Xi, tetapi kami tidak memiliki rencana atau konfirmasi apa pun saat ini," kata seorang pejabat pemerintah.
Sekitar tujuh bulan lalu, Xi Jinping dan Joe Biden melakukan komunikasi secara virtual.
Sejumlah isu mereka angkat dalam momen tersebut, mulai dari perdagangan, teknologi, situasi Taiwan, dan hak asasi manusia.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan kepada Presiden China Xi Jinping bahwa dia berharap untuk melakukan percakapan yang jujur tentang hak asasi manusia dan masalah keamanan. Hai ini disampaikan ketika keduanya bertemu secara virtual pada Senin 15 November malam waktu AS atau Selasa 16 November pagi waktu Indonesia. Tujuan pertemuan ini dimaksudkan untuk menurunkan ketegangan antara dua negara adidaya global ini.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Hubungan China-AS
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri China atas pertemuan tersebut, Xi menekankan bahwa hubungan China-AS yang "sehat dan stabil" diperlukan untuk "memajukan perkembangan kedua negara dan untuk menjaga lingkungan internasional yang damai dan stabil".
"China dan AS harus saling menghormati, hidup berdampingan dalam damai, dan mengupayakan kerja sama yang saling menguntungkan," kata Xi Jinping.
Biden mengatakan bahwa kedua pemimpin harus memastikan hubungan mereka tidak mengarah ke konflik terbuka. Dia pun berjanji untuk menangani bidang-bidang yang menjadi perhatian Washington, termasuk hak asasi manusia dan isu-isu lain di kawasan Indo-Pasifik.
Setelah sambutan pembukaan, Biden dan Xi memulai pembicaraan pribadi tentang berbagai masalah pelik yang telah meningkatkan ketegangan antara kedua belah pihak.
AS dan China, ekonomi terbesar di dunia, kerap berseberangan terhadap sejumlah masalah, termasuk penanganan pandemi COVID-19, perdagangan, teknologi dan persyaratan kompetisi, sikap Beijing di Laut China Selatan dan terhadap Taiwan, serta pelanggaran hak asasi manusia di Hong Kong dan Xinjiang.
Advertisement
Bahas Soal Taiwan
Sebelumnya para pejabat China mengatakan Taiwan akan menjadi isu utama dalam pembicaraan tersebut.
Beijing memandang Taiwan sebagai sebagai provinsi China yang memisahkan diri dari China daratan. Beijing pun berupaya untuk mengendalikan Taiwan dengan segala cara, bahkan dengan kekerasan jika perlu.
China telah mengirim semakin banyak jet tempurnya di Selat Taiwan, berkontribusi pada ketegangan yang semakin meningkat dan dikhawatirkan memicu konflik militer yang tidak diinginkan.
"Masalah Taiwan menyangkut kedaulatan dan integritas teritorial China, serta kepentingan utama China," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian, Senin (15/11). "Ini adalah masalah paling penting dan sensitif dalam hubungan China-AS."
Dalam menghadapi apa yang digambarkan Washington sebagai agresi China, AS telah berulang kali mengisyaratkan dukungannya untuk Taiwan. Tetapi Washington berhati-hati untuk tidak menunjukkan bahwa mereka mengakui Taiwan, meskipun tindakan Kongres yang disahkan pada 1979 mengharuskan AS untuk menyediakan senjata ke Taiwan untuk pertahanan diri.
Gedung Putih mengatakan Biden akan mematuhi kebijakan lama AS "Satu China", yang mengakui Beijing tetapi memungkinkan hubungan informal dan hubungan pertahanan dengan Taipei.