Wall Street Anjlok, Indeks Dow Jones Sentuh Level Terendah Sejak 2021

Pada penutupan wall street, Kamis, 16 Juni 2022, indeks Dow Jones turun 2,42 persen atau 741,46 poin ke posisi 29.927,07.

oleh Agustina Melani diperbarui 17 Jun 2022, 07:15 WIB
Reaksi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah pada perdagangan Kamis, 16 Juni 2022. Indeks Dow Jones turun di bawah level 30.000 untuk pertama kali sejak Januari 2021.

Hal ini seiring investor khawatir pendekatan agresif the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS terhadap pengendalian inflasi akan membawa ekonomi ke dalam resesi.

Pasar telah reli pada Rabu pekan ini setelah the Fed mengumumkan kenaikan suku bunga terbesar sejak 1994, tetapi membalikkan kenaikan tersebut pada Kamis pekan ini.

Pada penutupan wall street, indeks Dow Jones turun 2,42 persen atau 741,46 poin ke posisi 29.927,07. Indeks S&P 500 tergelincir 3,25 persen menjadi 3.666,77. Indeks Nasdaq susut 4,08 persen menyentuh 10.646,10 dan sentuh level terendah sejak September 2020.

Rata-rata indeks acuan alami koreksi pekan ini. Indeks S&P 500 susut 6 persen. Sedangkan indeks Nasdaq tergelincir 6,1 persen. Indeks Dow Jones merosot 4,7 persen, pekan ini.

Indeks S&P 500 dan Nasdaq merosot ke wilayah pasar bearish, dan akhiri sesi turun masing-masing sekitar 24 persen dan 34 persen dari level tertinggi sepanjang masa.

Hal ini karena inflasi dan kekhawatiran perlambatan pertumbuhan ekonomi bebani investor. Indeks Dow Jones itu, 19 persen di bawah level tertinggi intraday pada 5 Januari 2022.

"Sentimen investor tampaknya hanya dapat fokus pada satu hal pada satu waktu. Kemarin, the Fed menyampaikan seperti yang diharapkan orang. Itu meredam inflasi yang jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan orang dan meningkatkan kekhawatiran inflasi yang begitu agresif,” ujar Susan Schmidt dari Aviva Investors, seperti dilansir dari CNBC, Jumat (17/6/2022).

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Gerak Saham di Wall Street

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Selain itu, pada perdagangan Kamis pekan ini, indeks Dow Jones diperdagangkan di bawah 30.000 sejak Januari 2021. Rata-rata indeks acuan itu pertama kali bergerak di atas level tersebut pada November 2020 ketika stimulus moneter dan fiskal besar-besaran memicu reli pasar yang lebih luas. Dipimpin saham teknologi dan membawa rata-rata indeks acuan ke level tertinggi.

Data keluar pada Kamis pekan ini menunjukkan perlambatan dramatis dalam kegiatan ekonomi. Perumahan mulai turun 14 persen Mei 2022, jauh lebih dalam dari penurunan 2,6 persen yang diperkirakan oleh ekonom yang disurvei Dow Jones. Indeks bisnis Fed Philadelphia pada Juni datang dengan pembacaan negatif 3,3, kontraksi pertama sejak Mei 2020.

Saham Home Depot, Intel, Walgreens, JPMorgan, 3M dan American Express mencapai posisi terendah baru dalam 52 minggu di tengah meningkatnya kekhawatirna resesi. Sementara itu, saham teknologi turun setelah melambung pada perdagangan Rabu, 15 Juni 2022. Saham Amazon, Apple dan Netflix turun hampir 4 persen.

Tesla dan Nvidia masing-masing susut 8,5 persen dan 5,6 persen. Saham perjalanan juga melemah pada Kamis pekan ini. United dan Delta masing-masing merosot 8,2 persen dan sektiar 7,5 persen. Sementara itu, saham jalur pelayaran Carnival, Norwegian Cruise Line dan Royal Caribbean anjlok sekitar 11 persen.


Pengetatan Kebijakan Moneter The Fed

Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas

Semua sektor saham tergelincir pada Kamis pekan ini, dipimpin oleh diskresi konsumen dan energi, masing-masing turun sekitar 5 persen.

Hanya empat di indeks Dow Jones yang menguat. Saham kebutuhan pokok dan ritel yang dikenal dengan arus kas stabil yang dapat bertahan selama resesi, diperdagangkan di wilayah positif. Saham Procter and Gamble dan Walmart sedikit menguat.

"The Fed memiliki jarum yang sangat ketat di sini dan saya pikir investor, dan pasar secara umum kehilangan banyak kepercayaan the Fed mungkin dapat melakukan itu,” ujar Chief Market Strategist LPL Financial, Ryan Detrick.

Ia menuturkan, the Fed seharusnya menaikkan suku bunga lebih agresif. “Mungkin mulai akhir tahun lalu melihat ke belakang, dan pasar menyadari itu,” kata dia.

Sementara itu, Mohamed El-Erian dari Allianz menuturkan, bank sentral secara global tertinggal dalam memerangi inflasi dan mengalami kebangkitan yang hebat.

"Sudah saatnya kita keluar dari suntikan likuiditas besar-besaran yang dapat diprediksi orang terbiasa dengan suku bunga nol. Di mana kita melakukan hal-hal konyol apakah itu berinvestsi di bagian pasar yang seharusnya tidak kita investasikan dan investasi dalam ekonomi dengan cara itu tidak masuk akal,” kata dia.

“Kami akan keluar dari rezim itu dan itu akan menjadi bergelombang,” ia menambahkan.


Bank Sentral Swiss dan Inggris Dongkrak Suku Bunga

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Pasar pada Rabu pekan ini awalnya menyukai rencana the Fed untuk menaikkan suku bunga 75 basis poin dan potensi kenaikan tambahan dengan besaran yang sama. Indeks Dow Jones dan S&P 500 pada Rabu pekan ini hentikan penurunan beruntun lima hari dan akhiri sesi lebih tinggi.

Sentimen pasar tampak suram sekali pada Kamis pekan ini. Hal ini karena bank sentral di seluruh dunia adopsi sikap kebijakan yang lebih agresif dan investor mempertanyakan apakah the Fed dapat melakukan soft landing.

Bank sentral Swiss menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam 15 tahun. Bank of England menaikkan suku bunga untuk lima kali berturut-turut. Ketika saham turun, imbal hasil treasury 10 tahun tergelincir pada Kamis pekan ini terakhir diperdagangkan sekitar 3,24 persen. Suku bunga acuan mencapai level tertinggi 11 tahun di atas 3.48 persen pada awal pekan ini.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya