Liputan6.com, Jakarta - Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin atau 0,75 persen pada rapat dewan yang berlangsung pada pekan ini. Ini kenaikan kedua di tahun ini dan kenaikan dengan bunga tertinggi dalam 30 tahun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, kenaikan bunga the Fed ini akan berdampak ke membuat pemulihan ekonomi dan perekonomian Amerika Serikat dan Eropa. Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi di AS dan Eropa bakan negatif.
Advertisement
Oleh sebab itu, seluruh dunia harus mengantisipasi hal ini . Pasalnya, ekonomi AS dan Eropa sudah pasti akan mempengaruhi kinerja ekspor dan harga komoditas di pasar global.
"Pemulihan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi di Eropa dan AS mungkin akan negatif, pengaruhnya nanti kita harus lihat dari sisi ekspor harga komoditas," kata Sri Mulyani di SCIC, Sentul Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/6/2022).
Sri Mulyani menjelaskan, kenaikan suku bunga The Fed sudah diantisipasi Indonesia sejak terjadinya kenaikan inflasi. Sehingga langkah-langkah kebijakan fiskal dan moneter sudah disiapkan.
"Kenaikan (suku bunga) The Fed ini sudah kita antisipasi karena kenaikan inflasi kemarin masih tinggi. Jadi kita harus persiapkan langkah-langkah kebijakan moneternya," kata dia.
Dia menyebut pemerintah telah memperkirakan sinyal kenaikan suku bunga tersebut telah diperkirakan hingga 3 persen. Bahkan pembahasannya sudah masuk dalam perencanaan APBN 2023.
"Sinyak kenaikan suku bunga The Fed sudah kita antisipasi di atas 3 persen dalam perhitungan kita termasuk pembahasan dalam APBN 2023 nanti," kata dia.
Dari sisi kebijakan makro pun sudah diantisipasi. Kebijakan fiskal dan moneter akan diarahkan untuk terus menjaga momentum pemulihan acara tetap stabil.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ada Juga Faktor Internal
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, pengaruh pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya faktor eksteral seperti kenaikan suku bunga the Fed saja. Melain kan juga banyak faktor dari dalam negeri yang bisa menahan laju pertumbuhan ekonomi.
Faktor tersebut antara lain penyebaran wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak, penunjukkan menteri perdagangan yang berlatar belakang politisi, arah kebijakan fiskal 2023, penyesuaian tarif listrik dan pembatasan BBM subsidi, hingga mulai naiknya kasus Covid-19.
"Downside risk tidak saja karena faktor eksternal tapi bersumber dari fundamental ekonomi yang mulai terganggu. Surplus perdagangan pada Mei mulai mengecil, karena beberapa harga komoditas seperti batu bara dan sawit alami koreksi," kata Bhima dalam pesan singkat kepada Liputan6.com, Jumat (17/6/2022).
"Pemerintah dalam hal ini Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sebaiknya segera lakukan stres test kembali terhadap lembaga keuangan yang rentan atau memiliki exposure terhadap pembiayaan di luar negeri. Tingkatkan devisa ekspor dengan mendorong porsi produk industri bernilai tambah," lanjutnya.
Advertisement
Ketergantungan Impor
Selain itu, Bhima juga mengatakan bahwa kini penting untuk mengurangi ketergantungan pada impor pangan dan bahan baku, sebisa mungkin mendorong kapasitas produksi didalam negeri.
"Berikan tambahan alokasi belanja untuk jaring pengaman sosial khususnya bagi kelas menengah rentan," bebernya.
Bhima mengakui imbas kenaikan suku bunga The Fed yang eksesif telah membuat arus keluarnya dana asing dari pasar keuangan Indonesia meningkat.
"Investor wajar cemas soal tekanan inflasi di AS, dan risiko suku bunga menimbulkan sinyal resesi ekonomi meningkat di berbagai negara. Pelaku pasar akhirnya melepas aset berisiko, seperti saham teknologi dan berpindah ke aset yang lebih aman," ujarnya.
Dollar indeks menguat 8,2 persen menjadi 104,1 sebagai pelarian sesaat.
" IHSG pada sesi pagi ini turun 2,3 persen sepekan terakhir. Winter di pasar keuangan nampaknya akan berlanjut sejalan dengan kenaikan tingkat suku bunga AS hingga 4 kali tahun ini," ungkap Bhima.
The Fed Berpotensi Kembali Naikkan Suku Bunga pada Juli 2022
Ketua Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) Jerome Powell menuturkan, bank sentral dapat menaikkan suku bunga dengan besaran sama pada pertemuan kebijakan berikutnya pada Juli 2022. Sebelumnya the Fed dongkrak suku bunga acuan 0,75 persen pada pertemuan Juni 2022.
"Dari perspektif hari ini, kenaikan (suku bunga-red) 50 basis poin atau 75 basis poin tampaknya paling mungkin terjadi pada pertemuan kami berikutnya,” ujar Powell pada konferensi pers, dikutip dari CNBC, Kamis (16/6/2022).
Ia mengatakan, pihaknya mengantisipasi kenaikan suku bunga yang sedang berlangsung akan sesuai. "Perubahan laju itu akan terus bergantung pada data yang masuk dan prospek ekonomi yang berkembang,” ujar Powell.
Ia menambahkan, kenaikan suku bunga 75 basis poin merupakan luar biasa besar. “Saya tidak berharap pergerakan sebesar ini menjadi hal biasa,” ujar dia.
Bank sentral AS menaikkan suku bunga acuan 75 basis poin menjadi 1,5 persen-1,75 persen, dan mencatat kenaikan paling agresif sejak 1994.
Powell membiarkan pintu terbuka untuk kenaikan besar lainnya sebagai kejutan positif bagi pasar karena banyak investor mendesak ketua the Fed menunjukkan komitmen dalam meredam lonjakan inflasi. Rata-rata indeks acuan di wall street menguat ke posisi tertinggi setelah pernyataan Powell.
Advertisement