Liputan6.com, Jakarta - Literasi gizi keluarga dinilai sangat penting untuk mencegah stunting. Di Indonesia, stunting tidak hanya terjadi pada kelompok yang miskin namun juga terjadi karena pola pengasuhan dan pengetahuan gizi yang rendah.
Oleh karena itu, pemerintah terus memberikan perhatian guna menekan prevalensi stunting di Indonesia. Salah satu caranya dengan literasi gizi, tidak hanya diterapkan kepada ibu hamil, tapi juga keluarga dan lingkungannya.
Advertisement
Pemerintah berupaya mewujudkan target penurunan angka prevalensi stunting di tanah air hingga 14 persen pada 2024. Berdasarkan data survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi angka stunting nasional masih ada di angka 24,4 persen. Dari jumlah tersebut maka masih ada sekitar 6 juta anak yang mengalami gangguan pertumbuhan.
Pemerintah dan DPR bersama-sama fokus penanganan stunting guna memastikan kualitas sumber daya manusia Indonesia lebih baik. Bersama Ketua DPR RI Puan Maharani, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy dan Kepala BKKBN Hasto Wardoyo meninjau langsung keluarga stunting, disabilitas, dan lansia di Kel. Karangrejo, Kec. Karangrejo, Magetan, Kamis (16/6).
“Intervensi apapun bentuknya, jika sudah terkena stunting tak akan optimal. Maka itu mencegah stunting sangat vital untuk pembangunan Indonesia,” jelas Menko PMK.
Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan generasi penerus bangsa menurutnya harus cukup gizi dan sehat.
“Melihat situasi yang ada saya memberikan perhatian penuh kepada stunting karena ini menjadi satu hal yang harus kita hilangkan segera,” ujar Puan.
Dialog Ketua DPR dengan Keluarga Stunting
Dalam kesempatan itu, Ketua DPR RI berdialog dengan keluarga stunting dan penerima manfaat bansos lain.
Dalam dialognya, diketahui rata-rata stunting terjadi karena pada 1000 hari pertama kehidupan bayi asupan gizinya tidak terpenuhi.
“Tadi saya tanya langsung, ternyata penyebabnya kebanyakan karena memang asupan gizinya kurang. Dalam artian, saat hamil ibunya kesulitan makan atau bayinya yang sulit makan dan pola asuh juga,” jelasnya.
Meski demikian, Kabupaten Magetan termasuk salah satu daerah yang sudah maju dalam mengatasi stunting. Tercatat prevalensi stunting di Kab. Magetan berada di angka 17,2 persen.
Adapun dalam peninjauan tersebut turut hadir Bupati Magetan Suprawoto, Ketua DPRD Magetan Sujatno, OPD, Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), Tim Pendamping, Perangkat Daerah, para lansia, disabilitas, dan keluarga resiko stunting.
Pada kesempatan itu, Ketua DPR RI sekaligus memberikan bantuan secara simbolis kepada keluarga stunting, disabilitas dan lansia.
Di antaranya 150 paket sembako, satu unit Antropometri, 9 unit kursi Roda, 7 unit tripod, dan 2 unit kursi roda adaptif elektrik, serta bantuan HP untuk penyandang tuli.
Advertisement
PR Besar Pemerintah
Stunting menjadi pekerjaan rumah besar bagi Pemerintah. Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden Suprayoga Hadi menjelaskan, untuk menurunkan angka stunting nasional, pemerintah telah mengelompokkan 12 provinsi yang akan menjadi prioritas dalam menurunkan angka stunting pada anak.
"Ada 12 provinsi khusus dalam percepatan penanganan stunting pada anak," kata Suprayoga Hadi dalam Pembukaan Kegiatan Sosialisasi Arah Kebijakan DAK Stunting Tahun Anggaran 2023, Jakarta, Selasa (14/6/2022).
Yoga menjelaskan dari 12 provinsi tersebut 7 diantaranya merupakan provinsi dengan prevalensi anak mengalami stunting tertinggi. Sedangkan 5 provinsi lainnya merupakan daerah dengan jumlah anak mengalami stunting terbanyak.
"Dari 12 provinsi tersebut telah mencapai 60 persen dari total anak balita yang mengalami stunting di Indonesia," ungkapnya.
Hanya Dilakuakn di 12 Provinsi Prioritas
Yoga mengatakan program penurunan stunting pada anak tidak hanya dilakukan di 12 provinsi prioritas saja. Kepada 22 provinsi lainnya dilakukan program serupa demi mencapai target pemerintah yang kurang dari 2 tahun ini. "Kita tetap lakukan program yang sama untuk menurunkan angka stunting di wilayah lainnya," kata dia.
Untuk itu, pihaknya telah meminta pemerintah untuk mengalokasikan anggaran khusus dalam penanganan stunting pada anak. Kemudian pada tahun 2019 pemerintah mulai mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dan non fisik untuk mengatasi masalah stunting di Indonesia.
Hanya saja, dia menyayangkan belum semua daerah bisa memanfaatkan DAK tersebut secara optimal. Sehingga dampaknya belum terasa signifikan. Padahal pemerintah menargetkan pada tahun 2024 prevalensi angka stunting nasional turun ke angka 14 persen.
"Banyak daerah yang belum memanfaatkan secara optimal DAK yang ada untuk penurunan stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024," kata dia.
Baca Juga
Advertisement