Liputan6.com, Seoul - Pemerintah Korea Selatan mencari klarifikasi usai pemerintah Rusia mengabarkan ada empat petarung Korea Selatan yang tewas di tengah invasi yang terjadi. Para petarung Korea itu membela pihak Ukraina.
Dilaporkan Yonhap, Minggu (19/6/2022), pemerintah Korea Selatan telah meminta perwakilannya di Kyiv untuk mencari tahu kebenaran dari kabar kematian empat orang Korea tersebut.
Baca Juga
Advertisement
"Kami telah memerintahkan Kedutaan Besar Korea Selatan di Rusia untuk mengidentifikasi fakta-faktanya," ujar seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Korea Selatan.
Sebelumnya, pemerintah Rusia mengungkap data-data petarung militer dari luar negeri yang membantu Ukraina. Data itu menyebut ada 13 orang Korea Selatan yang masuk Ukraina untuk bertarung.
Empat orang dinyatakan tewas, delapan orang sudah pulang ke Korea Selatan, dan satu lainnya masih berada di Ukraina.
Pada data itu, Rusia tidak mengungkap nama-nama dari orang Korea Selatan yang ikut bertempur di Ukraina.
Pemerintah Korea Selatan berkata telah mendapatkan informasi pada April 2022 tentang kematian warganya. Informasi itu berasal dari negara-negara sahabat Korea.
Sejak Februari, pemerintah Korea Selatan telah melarang warganya pergi ke Ukraina tanpa izin pemerintah.
Ada seorang YouTuber yang punya pengalaman militer dari Korea Selatan bernama Rhee Keun (Ken Rhee) yang terbang ke Ukraina untuk ikut bertempur. Ia juga memposting fotonya yang memakai seragam bertempur di Ukraina. Namun, pria itu dilaporkan terluka dan sudah pulang ke Korea Selatan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jurnalis Rusia Lelang Medali Nobel Perdamaian Demi Ukraina
Seorang jurnalis Rusia dan pemenang hadiah Nobel untuk perdamaian, Dmitry Muratov, sedang melelang medali Nobelnya untuk membantu para pengungsi Ukraina.
Dia sudah putus asa dengan pengikisan media independen di Rusia, di mana dia mengatakan, semakin sedikit warga Rusia yang mendukung kampanye militer Moskow, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Minggu (19/6/2022).
Muratov adalah pendiri dan editor utama dari "Novaya Gazeta", sebuah harian yang kritis terhadap Kremlin. Didirikan pada 1993 dengan uang hadiah Nobel Perdamaian dari mantan presiden Soviet Mikhail Gorbachev.
Selama bertahun-tahun harian itu melawan pembatasan semakin ketat terhadap media yang membangkang, tetapi bulan Maret lalu akhirnya "Novaya Gazeta" menghentikan kegiatan cetak dan onlinenya setelah diberlakukan Undang-undang yang melarang pemberitaan apa saja tentang konflik Ukraina yang menyimpang dari versi yang ditetapkan oleh pemerintah (Kremlin).
“Negara saya melakukan invasi ke Ukraina. Kini ada lebih dari 15,5 juta pengungsi. Kami berpikir lama apa yang bisa kami lakukan? Dan kami berpendapat semua orang harus memberikan sesuatu yang berharga untuk mereka, penting untuk mereka,” kata Muratov dalam wawancara dengan Reuters.
Melelang medali Nobel Perdamaian tersebut menurutnya berarti dia telah berbagi lewat cara tertentu dengan "nasib para pengungsi yang juga kehilangan kenang-kenangan mereka dan “masa lalu” mereka,” kata Muratov.
Advertisement
Penyelidik PBB Ungkap Kemungkinan Bukti Kejahatan Perang Rusia di Ukraina
Dalam sebuah konferensi pers di Kiev, Ukraina Rabu 15 Juni 2022, para penyelidik PBB yang menyelesaikan kunjungan pertama ke Ukraina mengatakan bahwa informasi yang mereka kumpulkan selama 10 hari terakhir menunjukkan ada kemungkinan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan kemungkinan dilakukan oleh pasukan Rusia.
Mengutip VOA Indonesia, Kamis (16/6), Dewan HAM PBB pada bulan Mei membentuk Komisi Penyelidikan yang beranggotakan tiga orang, untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan kekejaman di Ukraina yang dikoyak perang.
Dalam kunjungannya, komisi HAM mengutamakan empat wilayah yaitu: Bucha, Irpin, Kharkiv, dan Sumy, lokasi dari beberapa kekejaman terburuk yang dilakukan pada akhir Februari dan Maret.
Ketua Komisi Erik Mose menjelaskan kunjungan pertama sangat produktif, namun ia menambahkan terlalu dini untuk memperoleh membuat temuan-temuan faktual.
"Namun tergantung konfirmasi lebih lanjut, informasi yang diterima dan lokasi penghancuran yang dikunjungi kemungkinan bisa mendukung klaim bahwa pelanggaran serius terhadap hukum HAM dan kemanusiaan internasional, yang mungkin bisa dianggap sebagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan telah dilakukan di daerah-daerah itu," ungkapnya.
Anggota komisi Jasminka Dzumhur mengatakan, banyak orang berbagi cerita yang menyakitkan. Dia mengatakan, komisi mendapat kesaksian dari orang-orang yang mengungsi di dalam negeri tentang penghancuran dan penjarahan properti sipil, penganiayaan, penghilangan warga sipil dan pemerkosaan serta bentuk-bentuk pelecehan seksual lainnya.
"Kami menganggap perlu untuk menyelidiki laporan lebih lanjut tentang dugaan pemindahan anak-anak yang ditempatkan di lembaga-lembaga di wilayah yang sementara diduduki ke Federasi Rusia, juga informasi tentang kewarganegaraan yang dipercepat dan proses adopsi untuk sebagian anak-anak itu," ujar Dzumhur.
Para penyelidik merencanakan kunjungan lebih lanjut ke bagian-bagian lain Ukraina dalam beberapa bulan ke depan untuk mengumpulkan informasi dan bukti-bukti kekejaman. Mereka mengatakan, temuan mereka akan diajukan ke Dewan Hak Asasi Manusia pada bulan September.
Jerman Kumpulkan Bukti Kejahatan Perang Rusia
Sebelumnya dilaporkan, Jerman sudah mulai bergerak untuk mengumpulkan berbagai barang bukti untuk melaporkan kejahatan perang Rusia di Ukraina.
Dilaporkan DW Indonesia pada April 2022, Menteri Kehakiman Jerman Marco Buschmann meminta pengungsi Ukraina di Jerman untuk menghubungi polisi "jika mereka telah menjadi korban atau saksi kejahatan perang". Komentarnya muncul dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Jerman Welt am Sonntag. Dia juga mengatakan kepada surat kabar itu bahwa Jerman akan menuntut orang Rusia yang diyakini terlibat dalam kejahatan semacam itu.
"Jika kami menangkap warga Rusia dan dapat menuntut mereka berdasarkan bukti, maka kami akan menuntut mereka sesuai dengan prinsip yurisdiksi universal - seperti yang kami lakukan terhadap para penyiksa Suriah," katanya.
Buschmann juga mendukung pemberian perlindungan langsung dan tempat tinggal kepada "aktivis hak-hak sipil Rusia, jurnalis yang kritis terhadap Putin, dan seniman yang kritis terhadap rezim."
Dugaan kejahatan perang Rusia di Ukraina
Kejaksaan Agung Federal Jerman secara sistematis mulai mengumpulkan bukti kemungkinan Rusia melakukan kejahatan di Ukraina, demikian dilansir DPA.
Langkah itu didorong oleh munculnya laporan terjadinya serangan yang dilancarkan Rusia yang menyasar bangunan rumah sakit, permukiman dan infrastruktur sipil lainnya di Ukraina, serta dugaan penggunaan bom tandan oleh militer Rusia.
Advertisement