Liputan6.com, Helsinki - Admiral NATO Rob Bauer mengunjungi Finlandia atas undangan Komandan Pasukan Pertahanan Finlandia, Jenderal Timo Kivinen. Kunjungan terlaksana saat terjadinya invasi Rusia, dan Finlandia berminat untuk menjadi anggota NATO.
Finlandia dan Swedia ingin masuk NATO setelah Rusia menyerang Ukraina. Salah satu alasan Rusia menyerang Ukraina adalah agar negara itu tidak masuk NATO, namun kini dua negara Nordik yang kaya raya tersebut justru ingin masuk NATO.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan laporan situs resmi NATO, Minggu (19/6/2022), Admiral Bauer bertemu dengan Presiden Finlandia Sauli Niinisto, Menteri Luar Negeri Pekka Haavisto, dan Menteri Pertahanan Antti Kaikkonen.
Admiral Bauer merupakan ketua dari Komite Militer NATO. Ia menyambut positif rencana bergabungnya Finlandia.
"Finlandia adalah salah satu partner terdekat NATO dan kontributor kuat dari keamanan Euro-Atlantic. Kami berbagi nilai-nilai yang sama dan menghadapi banyak tantangan-tantangan yang sama," jelas Admiral Bauer.
Ia pun menggarisbawahi kapabilitas militer Finlandia yang mampu beroperasi bersama Finlandia, atau kemampuan interoperability. Militer Finlandia memang secara reguler selalu latihan bersama NATO dan sekutu-sekutunya.
Bergabungnya Finlandia ke NATO lantas dinilai bisa memperkuat keamanan di High North (daerah Arktika).
Admiral Bauer juga mengunjungi Komando Angkatan Laut Finlandia, serta pusat lokasi pelatihan untuk melawan serangan hybrid, yakni European Centre of Excellence for Countering Hybrid Threats.
Selain itu, Admiral Bauer juga mendapatkan briefing terkait latihan BALTOPS 22 yang melibatkan 14 negara, termasuk Finlandia.
"Selama BALTOPS 22, lebih dari 7.000 pasukan dari 14 negara telah berlatih kemampuan-kemampuan esensial maritim, seperti evakuasi medis, pencarian personal gabungan, pertahanan udara, operasi interdiksi maritim, perang anti-submarine, perlawanan terhadap ranjau, dan operasi amfibi," kata Admiral Bauer.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Swedia Tegaskan Ingin Gabung NATO
Pemerintah Rusia memutuskan menyerang negara berdaulat Ukraina karena tidak setuju apabila negara itu dekat-dekat dengan NATO. Rusia mengaku tidak nyaman jika negara yang berdekatan dengannya malah bergabung dengan aliansi militer tersebut.
Sejauh ini, Rusia masih belum berhasil menjatuhkan Ukraina. Presiden Volodymyr Zelensky juga masih bertahan di ibu kota Kiev.
Sekarang NATO justru bersiap menyambut dua anggota baru dari negara kaya raya: Finlandia dan Swedia.
Pada acara The Ambassador, Duta Besar Swedia Marina Berg mengungkap bahwa negaranya ingin masuk NATO karena invasi Rusia ke Ukraina. Menjadi anggota NATO dianggap penting bagi keamanan rakyat Swedia.
"Insiden ini adalah satu-satunya alasan kenapa pemerintah Swedia menyimpulkan bahwa keamanan rakyat Swedia akan terlindungi secara terbaik di aliansi NATO. Ini juga dibeking oleh dukungan luas di Parlemen Swedia," ujar Dubes Swedia Marina Berg secara virtual dari Bali.
Militer Swedia juga tidak asing terhadap operasi-operasi NATO Sama seperti militer Finlandia, sudah sejak lama militer Swedia berkolaborasi dengan NATO.
Ekonomi Swedia adalah salah satu yang terbesar di Uni Eropa. Berdasarkan data Komisi Eropa, Swedia adalah kontributor urutan ketujuh dalam GDP di Uni Eropa pada 2020.
Dubes Marina Berg mengaku heran dengan agresi dan kekerasan Rusia yang tak kunjung berhenti. Tindakan Rusia secara efektif telah mengubah lanskap geopolitik di Benua Biru.
"Situasi geopolitk di Eropa sudah berubah secara drastis karena agresi Rusia terhadap Ukraina," ujar Dubes Swedia.
Advertisement
Jurnalis Rusia Lelang Medali Nobel Perdamaian Demi Rusia
Seorang jurnalis Rusia dan pemenang hadiah Nobel untuk perdamaian, Dmitry Muratov, sedang melelang medali Nobelnya untuk membantu para pengungsi Ukraina.
Dia sudah putus asa dengan pengikisan media independen di Rusia, di mana dia mengatakan, semakin sedikit warga Rusia yang mendukung kampanye militer Moskow, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Minggu (19/6/2022).
Muratov adalah pendiri dan editor utama dari "Novaya Gazeta", sebuah harian yang kritis terhadap Kremlin. Didirikan pada 1993 dengan uang hadiah Nobel Perdamaian dari mantan presiden Soviet Mikhail Gorbachev.
Selama bertahun-tahun harian itu melawan pembatasan semakin ketat terhadap media yang membangkang, tetapi bulan Maret lalu akhirnya "Novaya Gazeta" menghentikan kegiatan cetak dan onlinenya setelah diberlakukan Undang-undang yang melarang pemberitaan apa saja tentang konflik Ukraina yang menyimpang dari versi yang ditetapkan oleh pemerintah (Kremlin).
“Negara saya melakukan invasi ke Ukraina. Kini ada lebih dari 15,5 juta pengungsi. Kami berpikir lama apa yang bisa kami lakukan? Dan kami berpendapat semua orang harus memberikan sesuatu yang berharga untuk mereka, penting untuk mereka,” kata Muratov dalam wawancara dengan Reuters.
Melelang medali Nobel Perdamaian tersebut menurutnya berarti dia telah berbagi lewat cara tertentu dengan "nasib para pengungsi yang juga kehilangan kenang-kenangan mereka dan “masa lalu” mereka,” kata Muratov.
Penyelidik PBB Ungkap Kemungkinan Bukti Kejahatan Perang Rusia di Ukraina
Dalam sebuah konferensi pers di Kiev, Ukraina Rabu 15 Juni 2022, para penyelidik PBB yang menyelesaikan kunjungan pertama ke Ukraina mengatakan bahwa informasi yang mereka kumpulkan selama 10 hari terakhir menunjukkan ada kemungkinan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan kemungkinan dilakukan oleh pasukan Rusia.
Mengutip VOA Indonesia, Kamis (16/6), Dewan HAM PBB pada bulan Mei membentuk Komisi Penyelidikan yang beranggotakan tiga orang, untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan kekejaman di Ukraina yang dikoyak perang.
Dalam kunjungannya, komisi HAM mengutamakan empat wilayah yaitu: Bucha, Irpin, Kharkiv, dan Sumy, lokasi dari beberapa kekejaman terburuk yang dilakukan pada akhir Februari dan Maret.
Ketua Komisi Erik Mose menjelaskan kunjungan pertama sangat produktif, namun ia menambahkan terlalu dini untuk memperoleh membuat temuan-temuan faktual.
"Namun tergantung konfirmasi lebih lanjut, informasi yang diterima dan lokasi penghancuran yang dikunjungi kemungkinan bisa mendukung klaim bahwa pelanggaran serius terhadap hukum HAM dan kemanusiaan internasional, yang mungkin bisa dianggap sebagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan telah dilakukan di daerah-daerah itu," ungkapnya.
Anggota komisi Jasminka Dzumhur mengatakan, banyak orang berbagi cerita yang menyakitkan. Dia mengatakan, komisi mendapat kesaksian dari orang-orang yang mengungsi di dalam negeri tentang penghancuran dan penjarahan properti sipil, penganiayaan, penghilangan warga sipil dan pemerkosaan serta bentuk-bentuk pelecehan seksual lainnya.
"Kami menganggap perlu untuk menyelidiki laporan lebih lanjut tentang dugaan pemindahan anak-anak yang ditempatkan di lembaga-lembaga di wilayah yang sementara diduduki ke Federasi Rusia, juga informasi tentang kewarganegaraan yang dipercepat dan proses adopsi untuk sebagian anak-anak itu," ujar Dzumhur.
Para penyelidik merencanakan kunjungan lebih lanjut ke bagian-bagian lain Ukraina dalam beberapa bulan ke depan untuk mengumpulkan informasi dan bukti-bukti kekejaman. Mereka mengatakan, temuan mereka akan diajukan ke Dewan Hak Asasi Manusia pada bulan September.
Advertisement