Kenali 5 Macam Corak Kain Lurik Asal Tuban Sesuai Dengan Kegunaannya

Lurik daerah Tuban memiliki berbagai corak yang sesuai dengan kegunaannya dan menjadi ciri khas daerah

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Jun 2022, 12:00 WIB
Ilustrasi kain lurik. (Merdeka.com/Dinda Meutia)

Liputan6.com, Jakarta Kabupaten Tuban Jawa Timur memiliki beberapa jenis lurik Berbeda dengan lurik dari daerah lain.

Lurik Tuban memiliki berbagai corak yang sesuai dengan kegunaannya. Seperti lurik anaman wareg, lurik klontongan, batik lurik, lurik pakan tambah­an, disebut dengan istilah lurik kembangan dan lurik talenan.

Lurik Tuban berbeda dengan daerah lain seperti di Yogyakarta. Dihimpun dari berbagai sumber, berikut penjelasan makna corak pada Lurik Tuban.

Lurik Anaman Wareg

Anaman wareg, bahasa Jawa yang berarti anyaman polos. Lurik anyaman polos, baik bercorak lajuran (garis-garis) maupun ber­corak cacahan (kotak-kotak), di daerah ini dianggap kurang bergengsi, kecuali bebe­rapa corak yang mengandung makna sak­ral misalnya corak tuwuh/tuluh watu.

Pada umumnya jenis lurik ini dipakai untuk bakal klambi, (bahan pakaian – baha­sa Jawa) yaitu untuk sruwal (celana), baju, selendang, lurik klontongan (bahan untuk batik lurik) dan untuk keperluan lainnya seperti kain kasur, kain bantal dan lain-lainnya.

Kapas yang warna aslinya krem kecok-latan, disebut dengan istilah kapas lowo (kelelawar) karena warnanya yang menye­rupai warna kelelawar, dahulu ditenun de­ngan anaman wareg untuk berbagai keperlu­an antara lain untuk kain kasur, bantal dan lain-lain.

Namun kini dengan berbagai mo­difikasi, baik tata warna maupun corak se­perti corak sleret blungko, dipakai untuk busana yang cukup mendapat pasaran.

Lurik Klontongan

Klontongan yang bermakna kekosongan ji­wa dan badan. Lurik klontongan adalah lurik anyaman polos latar putih dengan berbagai corak lajuran (garis-garis) atau cacahan (kotak-kotak) yang kebanyak­an berwarna hitam, meskipun adakalanya yang berwarna merah. Dipakai sebagai ber­bagai bahan dasar untuk pembuatan batik lurik.

Lurik klontongan diang­gap masih kosong atau hampa, belum mempunyai makna dan identitas, karena belum mempunyai corak, nama dan makna. Corak lurik klontongan tertentu diperuntukan bagi bahan dasar corak lurik batik tertentu pula.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 


Batik Lurik

Batik lurik adalah lurik klontongan yang di-batik. Diperoleh dengan menutupi bagian-bagian tertentu yang berwarna putih dari sehelai lurik klontongan dengan malam, me­nurut berbagai bentuk corak geometris ter­tentu, yang terdiri dari titik-titik halus atau garis-garis lurus.

Sesu­dah dicelup dengan warna merah mengku­du atau biru indigo dan kemudian malam­nya dilorod (dibuang dengan jalan mere­bus dan/atau dikerok), maka akan didapat batik lurik dengan berbagai corak seperti co­rak: krompol, cuken, kijing miring, surna, kesatrian, tutul bang dan galaran kembang.

Lurik pakan tambahan/lurik kembangan Berlainan dengan di daerah Solo/Yogya, di mana lurik pakan tambahan dapat di kata­kan tidak lazim, di daerah Tuban kain de­ngan tehnik pakan tambahan masih di ker­jakan, disebut dengan istilah lurik kembang­an pakan.

Di samping ini di­buat pula lurik dengan tehmk floating warp yang dinamakan lurik kembangan lungsi an­tara lain dengan corak ular guling. Di daerah Tuban lurik pakan tambahan masih dibuat karena masih diperlukan, dipakai untuk upacara setempat.

Kemungkuiu. teknik pakan tambahan adalah pengaruh dari luar, seperti dari Bali, Sulawesi Sela­tan, Kalimantan Selatan dan daerah Su­matra. Daerah-daerah tersebut di atas ini memang terkenal dengan seni budaya tek­nik pakan tambahan (songket) yang cukup tinggi.

Lurik Talenan

Lurik talenan dari perkataan ditali/ diikat, adalah lurik corak lajuran dan kotak-kotak di mana di antara benang-benang lungsi dan/ atau benang pakannya terdapat be­nang-benang ikat yang sangat sederhana. Benang-benang ikat ini bercorak garis-garis pendek yang terputus-putus, dengan war­na putih dan biru indigo.

Kain lurik yang mempunyai benang ikat ini disebut dengan istilah talenan. Antara lain terdapat lurik dengan corak sleret talenan, di mana hanya pada benang lungsinya saja terdapat benang ikat, yang umumnya di­peruntukkan bagi kaum pria.

Lurik yang berpenampilan garis-garis terputus-putus baik ke arah vertikal (lungsi), maupun ke arah horisontal (pakan) yang disebabkan oleh benang ikat pada pakan maupun lungsinya, disebut dengan istilah lurik talenan/kentol dipakai oleh pria dan wanita. Kaum pria ada yang mena­makan lurik talenan dengan sebutan lurik kentol. 

Lurik Usik

Kain lurik usik adalah lurik yang benang pakannya terdiri dari benang tamparan istilah Tuban untuk benang plintir, yang menjadikan lurik ini sangat kuat dan tebal. Karena itu umumnya kain usik dipa­kai untuk bekerja di ladang oleh kaum pria.

Antara lain terdapat kain usik dengan nama Semar mendem. Semar adalah seorang dewa yang arif bijaksana, cerdas, berbudi luhur, berjiwa pengasuh dan pelindung serta mendambakan agar manusia berada dalam keadaan suasana sejahtera, damai dan terhindar dari segala macam musibah.

Mendem yang arti harfiah- nya mabuk, namun di sini kiasannya ada­lah sedemikian hanyutnya, gandrungnya Semar akan keselamatan, kesejahteraan dan kedamaian manusia.

Salah satu pe­nganan di Jawa Tengah ada yang dinama­kan Semar mendem yang menurut mereka bercita rasa sangat lezat menghanyutkan. Di daerah Tuban benang tamparan tidak dipergunakan untuk memperkuat pinggir­an kain, untuk itu mereka memasukkan dua helai benang di satu lobang sisir di ba­gian pinggiran kain.

Di daerah Solo/Yogya untuk memper­kuat pinggiran kain dipakai benang plin­tir. Di daerah ini terlihat antara lain pema­kaian benang plintir yang disisipkan di antara benang pakan, dengan effek yang menarik seperti pada lurik palen.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya