Liputan6.com, Jakarta - Sudah banyak perusahaan berinvestasi ke sektor ekonomi hijau. Beberapa bank sudah berkomitmen hanya memberikan pembiayaan ke perusahaan hijau dan tidak sedikit manajer invetasi melirik sektor-sektor yang memiliki program keberlanjutan.
"Mereka menggunakan keberlanjutan sebagai kriteria utama dalam profilnya," kata Direktur Pengembangan PT Bursa Efek Indonesia, Hasan Fawzi, dalam Webinar Investasi Berkelanjutan dan Perdagangan Karbon: Peluang dan Tantangan, Jakarta, Senin (20/6/2022).
Advertisement
Hasan menilai tren ini akan terus meningkat. Sebab para manajer investasi saat ini semakin berlomba membahas alternatif invetasi hijau karena nilainya terus meningkat.
"Para manajer invetasi semakin lama akan berlomba membahas alternatif investasi hijau jadi nilai asetnya akan meningkat," kata dia.
Kondisi ini sejalan dengan upaya pemerintah menurunkan emisi karbon lewat kebijakan pajak karbon. Salah satu skema yang dibuat yaitu cap and tax.
Pemerintah akan mengenakan pajak karbon terhadap perusahaan yang melepaskan emisi di atas batas yang ditetapkan. Skema ini nantinya akan dikembangkan sebagai perdagangan karbon.
Hasan berharap akan banyak muncul inisiatif baru dari perusahaan untuk bertransisi menggunakan energi berkelanjutan. Selain itu makin banyak perusahaan yang memanfaatkan peluang dari ekosistem perdagangan karbon.
"Banyak inisiatif yang yang sudah dimulai untuk menawarkan investasi di sektor ini," kata dia.
Terlebih Indonesia merupakan negara yang sangat berpotensi dalam mengembangkan ekonomi hijau. Disisi lain permintaan terhadap penyerapan karbon sangat besar di dunia.
"Ini jadi potensi yang besar sebagai negara dengan karbon kredit terbesar di dunia," kata dia.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Indonesia Terapkan Ekonomi Hijau dan Biru Bangun Perdagangan-Investasi
Sebelumnya, dunia terus berubah dan terus menghadirkan berbagai tantangan. Setelah menghadapi perubahan positif dalam pemulihan ekonomi nasional dan ditambah dengan tingkat kasus aktif Covid-19 yang lebih rendah, saat ini dunia dihadapkan pada ketegangan geopolitik di Ukraina yang juga berdampak signifikan pada agenda pemulihan ekonomi.
Dalam upaya pemulihan ekonomi, mitra bisnis Eropa secara tradisional merupakan mitra bisnis utama serta juga merupakan mitra dalam pembangunan untuk mencapai pertumbuhan dan kemakmuran. Untuk itu, Indonesia selalu berupaya untuk memperkuat hubungan ekonomi sambil meningkatkan jaringan dan kolaborasi yang lebih besar melalui forum bilateral, regional, dan bahkan multilateral.
“Kenaikan harga dan kelangkaan energi dan pangan mengharuskan setiap negara untuk mempersiapkan dan menerapkan kebijakan yang lebih baik agar dapat mengatasi tantangan yang ada secara efektif,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto secara virtual pada acara Eurocham Webinar dengan tema Strengthening the Indonesian Economy in The Post-Pandemic Era, Kamis (14/04).
Seperti kebanyakan negara di Eropa, Indonesia juga menerapkan kebijakan yang efektif untuk menghindari tekanan ekonomi yang lebih dalam dan mendukung pemulihan ekonomi sekaligus menahan penyebaran pandemi.
Dari sisi penanganan pandemi Covid-19, Indonesia saat ini memiliki tingkat rawat inap yang rendah serta lebih dari 140 juta penduduk telah divaksinasi lengkap. Sementara itu, Pemerintah juga terus mendorong pemberian vaksinasi booster bagi masyarakat.
Sementara itu dari sisi pemulihan ekonomi, pertumbuhan ekonomi berhasil tumbuh positif menjadi 5,02 persen (yoy) pada Q4-2021 dengan pertumbuhan keseluruhan pada tahun 2021 mencapai sebesar 3,69 persen (yoy). Lebih lanjut, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan meningkat dalam kisaran 5,0 persen hingga 5,5 persen pada tahun ini.
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi didorong oleh pertumbuhan positif pada konsumsi, aktivitas manufaktur, investasi, dan ekspor. Demikian pula dari sisi penawaran, hampir semua sektor tumbuh positif sebagai respon dari peningkatan permintaan.
Advertisement
Surplus Perdagangan
Di bidang perdagangan, tahun 2021 Indonesia berhasil memperoleh surplus perdagangan sebesar USD 35,3 miliar, terutama dari siklus super komoditas unggulan.
Foreign Direct Investment (FDI) juga tercatat berhasil mencapai sebesar USD 31,6 miliar, di mana sekitar USD 2,4 miliar berasal dari negara-negara anggota Uni Eropa.
Indonesia juga telah membuat kemajuan luar biasa dalam reformasi struktural dengan mengesahkan UU Cipta Kerja. Undang-undang tersebut meningkatkan kinerja perdagangan dan investasi meskipun ada kendala mobilitas karena undang-undang tersebut mendorong lebih banyak efisiensi dan kejelasan peraturan.
Selain itu, untuk mempercepat investasi, Indonesia merumuskan kembali Daftar Prioritas Investasi yang didukung oleh perizinan usaha berbasis risiko melalui Online Single Submission, termasuk membentuk Indonesia Sovereign Wealth Fund/INA untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur.
Selain pandemi dan ketegangan geopolitik saat ini, ancaman lain yang membayangi dan membahayakan planet bumi adalah perubahan iklim. Indonesia sangat berkomitmen untuk mengurangi emisi rumah kjaca (GRK) sebanyak 29 persen melalui usaha sendiri atau 41 persen jika dengan dukungan internasional pada tahun 2030.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com