Liputan6.com, Yogyakarta TB atau tuberkulosis merupakan salah satu penyakit menular mematikan di dunia. Menurut WHO, di seluruh dunia, TB adalah penyebab kematian ke-13 dan pembunuh menular nomor dua setelah COVID-19 pada 2020. Sebanyak 1,5 juta orang meninggal karena TB pada tahun 2020.
Baca Juga
Advertisement
Salah satu penyebab belum tuntasnya penanganan TB adalah stigmatisasi dalam masyarakat. Penyebab paling umum dari stigma TB adalah persepsi risiko penularan dari individu yang terinfeksi TB ke anggota masyarakat yang rentan. Hal ini menyebabkan penanganan TB juga memerlukan pendekatan psikologis baik bagi pasien maupun keluarganya.
Peran psikolog untuk menghapus stigma TB ini dibahas di Seminar Nasional Kesehatan Stop Stigmatisasi TB yang dihadiri oleh psikolog klinis puskesmas di seluruh Kabupaten Sleman dan psikolog klinis secara umum pada Sabtu(18/06/2022).
"Bagaimana TB nggak kelar-kelar (penyebabnya) salah satu perilaku stigma. Sehingga ketika dia punya kondisi sakit (TB), dengan stigma ini membuat mereka tidak bisa berterus terang." ujar Chatarina Fiertrika atau yang akrab disapa Ika, Psikolog Klinis RS Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga.
Lingkaran setan stigma TB
Menurut Ika, stigma TB seperti lingkaran setan. Ketika ketidaktahuan akan TB dibiarkan berlangsung, ia akan memunculkan pendiaman, ketakutan, stigma, sampai pada akhirnya muncul diskriminasi.
"Hingga kini, masih banyak ditemukan pasien TB dikeluarkan dari pekerjaan. Ada juga yang meninggal bukan karena TB itu sendiri, tapi karena depresi yang dihadapinya." jelas Ika.
Ika memaparkan, stigma bisa menimbulkan perubahan mengenai bagaimana seseorang dipandang oleh orang lain. Akan terjadi penolakan dan penurunan penerimaan dalam interaksi sosial. Stigma juga menyebabkan keterbatasan kesempatan akan akses layanan kesehatan, pekerjaan, sampai tenpat tinggal.
Pada akhirnya, stigma menimbulkan perasaan malu dan benci pada diri sendiri. Ini kemudian dapat menurunkan kualitas hidup seseorang.
Advertisement
Pentingnya intervensi psikolog
Di DIY khususnya Sleman, salah satu misi penanganan TB adalah Bebas TB pada 2030. Ini merupakan langkah mewujudkan Indonesia Bebas TB tahun 2050. Salah satu upaya yang dilakukan Kabupaten Sleman untuk mewujudkan DIY Bebas TB 2030 adalah mempersiapkan tenaga psikolog untuk menghapus stigma yang ada.
"Kalau kita bisa bersama-sama menanggulangi TB ini dengan semakin banyak kekuatan mudah-mudahan eliminasi TB di tahun 2030 ini bisa terwujud, tidak hanya di Sleman tapi di seluruh Indonesia." ujar Kepala Dinas Kesehatan Sleman, dr. Cahya Purnama.
Cahya menjelaskan, psikolog berperan penting dalam pengendalian TB. Mulai dari prevetif dan promotif dengan mencegah kelompok rentan tertular TB. Lalu kuratif untuk memberi konseling kepatuhan pengobatan TB bagi pasien dan keluarga. Serta rehabilitatif dengan menjaga kesehatan jiwa pasca pemulihan TB.
Untuk mengimplementasikannya, psikolog perlu menguasai pengetahuan dasar tentang TB, pencegahan, penularan, dan kenapa pasien TB perlu didampingi. Kemudian disiplin dalam etika dan bekerja dalam tim dengan selalu melakukan penyegaran informasi. Psikolog juga perlu bekerja sesuai profesi dengan melakukan asesmen psikologi.
Arum Sukma Kinasih yang merupakan penyintas TB juga berbagi pengalaman tentang pentingnya penanganan psikologis bagi pasien TB. Arum yang juga seorang psikolog klinis sempat mengalami kecemasan dan ketakutan ketika menghadapi penyakitnya.
Menurut Arum, psikolog sangat penting dalam penanganan TB terutama dalam proses penerimaan diri. Intervensi psikolog juga penting untuk persiapan pasca bersih dari TB dan mengurangi risiko tertular kembali.
Melalui dampingan psikolog, pasien akan lebih kuat menjalani proses pengobatan yang panjang dan mendapat pemahaman risiko resistensi. Jika TB tulang belakang butuh terapi operasi, dan meningkatkan daya tahan tubuh ketika proses pengobatan dampingan secara psikologis sangat krusial.
"Semua dokter, obat, orang tua, itu adalah supporter kamu, tapi yang bisa menyembuhkan itu adalah diri kamu sendiri, itu adalah kata-kata yang membuat oke saya harus sembuh." ujar Arum.
Psikolog juga dibutuhkan untuk membantu menghadapi stigma ketika sakit dan pasca sakit. Psikolog terutama penting memberi dukungan dari perspektif keahlian yang tidak dimiliki oleh keluarga lingkungan sekitar.
Penyebab TB
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang menyerang jaringan paru. Selain menjangkit paru-paru, bakteri ini bisa menyerang bagian lain di tubuh yang juga dikenal dengan ekstra paru.
TB ekstra paru bisa muncul di ujung kepala sampai ujung kaki. Contoh TB ekstra paru seperti meningitis TB, TB mata, laringitis TB, TB jantung, TB tulang, TB sendi, TB otak, TB saluran kencing.
"TB itu bisa menular ke mana saja karena memang penularannya macam-macam ada yang dari aliran darah, aliran kelenjar, atau ke paru. Yang perlu diketahui, TB itu sebelum ke mana-mana, dia tidak mungkin tidak ke paru-paru dulu" ujar dokter spesialis paru RS PKU Muhammadiyah Gamping, dr Ardorisye .S. Fornia atau yang akrab disapa Popy.
Popy mengatakan, penanganan TB bukan hanya bagian dari tugas dokter paru di rumah sakit saja, melainkan setiap elemen tenaga kesehatan, salah satunya di puskesmas. Layanan puskesmas yang bisa menjangkau elemen masyarakat bisa membantu penanganan TB. Ini juga termasuk stigma yang masih mengakar di masyarakat.
Advertisement
Komitmen kuat
Salah satu tenaga kesehatan yang berperan menghapus stigma TB di masyarakat adalah psikolog, khususnya psikolog puskesmas. Untuk itu, dibutuhkan komitmen kuat baik dari psikolog klinis, organisasi profesi, maupun dinas kesehatan.
"IPK Indonesia selaku Organisasi Profesi (OP) itu akan membantu dulu memfasilitasi teman-teman untuk mengetahui dulu apa sih TB itu, kemudian bagaimana penanganan kasus TB karena tidak semua teman-teman psikolog klinis sudah memahami penanganan kasus TB ini." ujar Rifqoh Ihdayati Ketua Ikatan Psikolog Klinis wilayah DIY.
Psikolog Puskesmas yang merupakan gatekeeper kesehatan jiwa di masyarakat sangat berperan dalam penanganan TB khususnya untuk mengurangi stigma yang ada.
"Sekarang penanganan TB masuk dalam indikator SPM jadi ini yang jadi concern juga dari mulai perencanaan sampai penganggaran juga banyak, indikator keluarga sehat juga masuk. Jadi Upayanya mulai dari promotif, prevetif, kuratif, dan rehabilitatif, semuanya terlibat." ujar Berta Devi Aryani, Psikolog Puskesmas Mlati II Sleman.
Kabupaten Sleman sendiri sudah menyusun SK pengendalian TB untuk seluruh Puskesmas Kabupaten Sleman. Dalam pelaksanaannya, seluruh elemen Puskesmas dilibatkan mulai dari programmer TB, dokter, perawat, analis, kepala puskesmas, dan seluruh profesi di puskesmas.