Liputan6.com, Jakarta Kelangkaan pupuk menjadi salah satu pangkal kenaikan harga pangan dunia. Hal ini disebabkan adanya larangan ekspor pupuk yang diberlakukan Rusia sejak 4 Februari hingga 31 Agustus mendatang.
Akibatnya, harga pupuk sampai di tingkat petani menjadi mahal. Petani pun terpaksa menaikkan harga jual hasil panen agar tetap bisa menutupi biaya produksi yang melonjak.
Advertisement
Dalam kondisi ini, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai pemerintah harus menambah alokasi subsidi pupuk untuk petani. Setidaknya dua kali lipat dari anggaran yang telah dialokasikan pada APBN 2021.
"Idealnya Rp 50 triliun hingga Rp 70 triliun untuk subsidi pupuk," kata Bhima saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Selasa (21/6).
Pada UU APBN 2021, pemerintah menganggarkan subsidi pupuk tahun ini sebesar Rp 25 triliun. Dari jumlah tersebut akan disalurkan sekitar 8,8 juta ton - 9,55 juta ton pupuk kepada petani.
Alokasi anggaran tersebut disusun pemerintah setahun lalu, ketika belum ada perang antara Rusia dan Ukraina yang menyebabka Rusia menahan ekspor pupuknya. Padahal 20 persen kebutuhan pupuk dunia dipenuhi oleh Rusia.
Untuk itu, Bhima menilai sudah seharusnya pemerintah menambah pupuk subsidi. Idealnya, tambahan subsidi pupuk dua kali lipat dari yang dianggarkan sebelumnya.
"Iya harus dua kali lipat dari alokasi saat ini, tapi disertai pengawasan yang lebih optimal," kata dia.
Bersifat Mendesak
Hal ini sebagaimana yang dilakukan pemerintah untuk menahan kenaikan harga BBM. Total subsidi energi yang dikeluarkan pemerintah hingga pertengahan 2022 menjadi Rp 502,4 triliun. Padahal awalnya subsidi energi yang dianggarkan hanya Rp 152,2 triliun saja.
Penambahan anggaran subsidi tersebut menjadi keharusan lantaran bersifat mendesak. Tambahan dana subsidi tersebut juga harus diiringi dengan pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi.
"Itu mendesak dilakukan. Alokasi subsidi pupuk harus ditambah dan (disalurkan) lebih tepat sasaran," katanya.
Bhima menambahkan, selain alokasi untuk subsidi pupuk, pemerintah juga harus mulai mencari jalan keluar lainnya. Salah satunya meningkatkan produktivitas lahan agar tidak lagi bergantung pada impor bahan pangan untuk kebutuhan nasional.
"Untuk antisipasi kondisi global, jalan keluarnya adalah tingkatkan produktivitas lahan di dalam negeri sehingga ketergantungan impor bisa menurun," pungkasnya.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Ada Subsidi Pupuk dan Bansos, Sri Mulyani Heran Nilai Tukar Petani Turun
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mempertanyakan terjadinya penurunan terhadap Nilai Tukar Petani (NTP) yang dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada April 2022. Sedangkan, Pemerintah telah mendukung dari sisi fiskal guna membantu kelompok petani.
"Seperti subsidi pupuk, PKH dan bansos diterima petani itu sebetulnya membantu kenaikan NTP. Mungkin tidak dimasukan ke dalam NTP, ini akan kami tanyakan ke Pak Margo Yuwono (Kepala BPS)," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, di Gedung DPR, Rabu (8/6/2022).
Berdasarkan data BPS, tercatat NTP secara nasional periode April 2022 sebesar 108,46. Angka ini turun 0,76 persen, dibanding NTP pada bulan sebelumnya yaitu 109,29 pada Maret 2022.
Oleh karena itu, Menkeu menginginkan berbagai kebijakan fiskal yang diberikan Pemerintah kepada kelompok petani dapat dimasukkan dalam komponen perhitungan BPS saat menetapkan NTP, tujuannya agar nilai NTP meningkat lagi.
"Nanti terserah BPS mungkin punya kemampuan untuk melihat metodologi nya dan dari sisi akurasi penghitungan NTP seperti apa, karena saya tahu bahwa di dalam pos-pos anggaran kita cukup signifikan belanja untuk pertanian,” ujarnya.
Anggaran Sektor Pertanian
Menkeu menyebut, sebenarnya tahun 2022 Pemerintah sudah menggelontorkan anggaran sebesar Rp 93 triliun untuk sektor pertanian. Bahkan, hampir 60 persen bantuan PKH diterima juga oleh kelompok tani.
"Harusnya itu bisa membantu nilai tukar mereka karena itu meningkatkan daya beli petani dan nelayan juga," tegas Menkeu.
Dalam kesempatan sama, Kepala BPS, Margo Yuwono mengakui, perhitungan NTP komponen subsidi pemerintah yang diberikan petani tidak dimasukan. Kendati demikian, hal itu akan menjadi catatan BPS dalam menghitung NTP.
“Terkait dengan NTP memang ini belum dimasukkan komponen subsidi dari Pemerintah kepada para petani dan nelayan. Ini akan menjadi catatan kami, kedepan NTP tahun ini sedang perbaikan metodologi,” pungkas Margo.
Advertisement