Liputan6.com, Jakarta - Warner Bros. Discovery Amerika Latin telah memperoleh hak streaming dan TV berbayar untuk serial animasi anak-anak produksi Indonesia The Beachbuds. Serial animasi ini rencananya akan diputar di Amerika Latin dengan tanggal tayang yang belum diumumkan, lapor Variety, Rabu (22/6/2022).
Musim pertama The Beachbuds terdiri dari 52 episode berdurasi 11 menit dan merupakan serial animasi anak-anak yang berlatar di Zoobak Resort, surga pulau tropis dengan teman berbulu menggemaskan. Ditujukan tepat untuk anak usia 6–-11 tahun, serial ini disebut "menghibur anak-anak sambil mengajarkan tentang harmoni, keramahan, dan humor."
Baca Juga
Advertisement
Pemenang Emmy Primetime Steven Banks yang terlibat dalam Lego: City Adventures dan SpongeBob SquarePants) bekerja sama dengan penulis berbakat, termasuk Ken Goin yang portofolionya antara lain Family Guy dan Tripping the Rift, serta John R Morey, yang juga terlibat dalam proyek Family Guy, The George Lopez Sho, dan sutradara, George Samilski yang telah menggarap The Dragon Prince, Reboot, dan Stormhawks.
Karakter-karakter serial animasi Indonesia ini mencakup Bayo, otoritas resor yang ramah; Alejandro, penjaga pantai yang bodoh; Nola, penjaga keamanan yang cantik dan berani; Mr. Putu, manajer yang segan bekerja; Pon Pon, koki yang pemarah; dan Ozo, si tukang ngambek.
"Kami percaya The Beachbuds akan memikat hati anak-anak dan keluarga di seluruh dunia dan kami sangat yakin dengan kemampuan dan pengalaman luas OEA untuk berhasil mendistribusikan serial ini secara global," kata Iskander Tjahjadi, presiden dan produser eksekutif di perusahaan produksi Indonesia di balik serial tersebut, Studio JToon.
Sementara, CEO dan pendiri OEA Michael Favelle mengucapkan, "Kami sangat senang dengan kesuksesan waralaba baru ini dan Warner Bros. Discovery Latin America adalah mitra yang ideal."
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Peluang Memperbaiki Kualitas Animasi Indonesia
Melansir laporan kanal Regional Liputan6.com pada 2019, industri animasi dan komik di Indonesia memang masih dihadapkan pada sejumlah tantangan, terutama di tengah gempuran animasi impor. Namun, kondisi tidak selalu ideal itu justru memberi peluang karena kualitas animasi di Indonesia mampu bersaing untuk meraih ceruk pasar lebih besar.
Deputy of Collaboration Asosiasi Industri Animasi dan Kreatif Indonesia (AINAKI) Ehwan Kurniawan mengatakan, potensi industri animasi di Indonesia masih menjanjikan. Bahkan, sejumlah animasi karya anak bangsa sudah mulai diterima banyak orang.
"Industri animasi kita sudah menggairahkan, terutama sejak munculnya animasi Si Juki ke layar lebar. Kemudian, ada juga animasi Sopo Jarwo, animasi Warkop DKI, dan animasi Nusa yang (saat itu) bakal tayang di layar lebar," kata Ehwan.
Kualitas animasi karya anak bangsa, menurut Ehwan, tidak kalah saing dengan animasi dari negara lain. Selain itu, tidak sedikit pula animator Indonesia yang dilirik studo-studio animasi luar negeri. Salah satunya adalah Ronny Gani yang ikut membuat animasi untuk film Avenger terkait visual efek.
Advertisement
Dipakai Biro Iklan di Luar Negeri
Lebih lanjut Ehwan mengatakan, ada juga banyak animator-animator freelance yang karya ansimasinya digunakan sederet biro iklan di luar negeri. "AINAKI merangkul potensi-potensi animator untuk kolaborasi menghasilkan karya yang menarik dan secara industri pasarnya cukup menunjang untuk kesejahteraan bagi animator," kata dia.
Ehwan pun punya trik untuk animator yang baru mulai debutnya dalam membuat animasi. Menurutnya, untuk meraih ceruk pasar industri animasi, animator ditutut bergaul dan membangun jaringan koneksi sesama industri animasi dan komikus.
"Animator juga bisa memulai dari yang kecil, tapi potensinya bisajadi lebih besar. Yang murah bisa memanfaatkan media YouTube. Contoh lain serial animasi Nusa yang memulai dari YouTube kemudian sekarang mulai ke layar lebar," ia melanjutkan.
Kemudian, serial animasi Si Juki yang berangkat dari cerita komik, kata Ehwan, bisa jadi pakem lainnya bagi animator dalam memulai debutnya. Para animator tidak harus langsung memulai dengan karya yang besar karena pasti membutuhkan biaya besar pula, ia menambahkan.
Sosok Lainnya
Teladan lainnya pun datang dari Charles Santoso, seorang WNI di balik film animasi Hollywood. The Lego Movie dan Legend of the Guardians: The Owls of Ga'Hoole adalah salah dua film animasi yang merupakan karya Charles.
Mengaku gemar menggambar sejak kecil, Charles awalnya berkarier sebagai desainer grafis selama 3,5 tahun di Australia, tempatnya mengenyam pendidikan. Ia lalu mendapat kesempatan untuk bergabung dengan salah satu studio film besar di Negeri Kanguru, Animal Logic, sebagai concept artist.
"Setelah lulus, saya bekerja sebagai graphic designer, tapi selama waktu luang, saya selalu menggambar, karena menggambar sudah jadi kesukaan saya dari kecil," alumnus Universitas New South Wales (UNSW) itu mengatakan pada ABC Australia Plus, 11 September 2017, lapor kanal Global Liputan6.com.
Ia menyambung, "Lalu saya ada kesempatan buat masuk ke film industry yang waktu itu di Australia salah satu film studio ter-okay, Animal Logic, yang sebelumnya bikin (film) Happy Feet, bikin film Matrix. Jadi, mereka pertama buat efek-efek untuk film Hollywood, lalu mulai bikin film mereka sendiri."
Advertisement