Simplifikasi Cukai Rokok Dikhawatirkan Bakal Matikan Industri Rokok Nasional

Simplifikasi cukai rokok dinilai sebagai skenario satu perusahaan asing besar yang ingin mematikan industri rokok di tanah air.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jun 2022, 23:24 WIB
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Upaya menyederhanakan penarikan cukai atau yang disebut simplifikasi cukai rokok, adalah skenario satu perusahaan asing besar yang justru ingin mematikan industri rokok di tanah air.

Mereka masuk ke segala level untuk melobi pemerintah agar menyetujui dan membuat kebijakan simplifikasi. Harusnya negara hadir untuk melindungi industri rokok nasional sekaligus juga melindungi petani tembakau dan buruh industri rokok dengan menolak keinginan simplifikasi cukai rokok.

Hal tersebut disampaikan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Komisi IV Firman Subagyo.

“Simplifikasi itu pada akhirnya akan membahayakan industri rokok di Indonesia. Juga membahayakan dari sisi tenaga kerjanya yang cepat atau lambat akan kehilangan lapangan pekerjaannya,” tegas Firman Subagyo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (22/6/20222).

Jika Industri rokok nasional mati, menurut Firman Subagyo dari mana pemerintah dapat mencari sumber pendapatan negara yang selama ini disumbang dari cukai rokok mencapai Rp 178 triliun setiap tahunnya.

Selain itu dari mana pemerintah dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 5-7 juta buruh indutri rokok dan tembakau nasional. Sementara mengalihkan profesi petani tembakau dan buruh industri rokok ke sektor lain bukanlah pekerjaan muda.

Lebih lanjut, Firman Subagyo menjelaskan, saat ini satu perusahaan asing yang tengah merekrut orang-orang Indonesia untuk melobi berbagai instansi pemerintah termasuk para pejabat tinggi negara. Tujuannya satu, agar kebijakan simplifikasi cukai yang hanya menguntungkan satu perusahaan asing tersebut disetujui pemerintah.

“Sekarang ini yang keluyuran kemana-mana itu ada perusahaan asing dengan karyawannya orang Indonesia yang direkrut. Mereka masuk ke segala level untuk melobi dan juga mempengaruhi soal cukai. Simplifikasi cukai arti bahasanya yaitu menyederhanakan. Saya sudah pelajari. Ini justru dengan kebijakan penggabungan grade industri justru malah bisa mematikan,” papar Firman Subagyo.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Harus Lindungi Industri Rokok

Ilustrasi Tembakau Rokok. Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com.

Firman Subagyo mengingat para pejabat negara, agar tidak terpengaruh lobi perusahaan asing yang ingin kebijakan simplifikasi segera diterapkan. Pemerintah harus melindungi industri rokok dan tembakau nasional. Sekaligus juga melindungi buruh industri rokok dan para petani tembakau.

“Ada grand scenario perusahaan asing untuk mematikan industri dalam negeri lewat simplifikasi cukai rokok. Ini yang bahaya. Kalau seperti itu, di mana kehadiran negara untuk melindungi warga dan melindungi industri rokok nasional? Negara harus melindungi industri rokok nasional beserta buruh dan petani tembakaunya,” tegas Firman Subagyo.

Pada kesempatan tersebut Firman Subagyo juga membantah jika ada pendapat atau wacana yang menyebutkan bahwa kebijakan simplifikasi cukai rokok adalah untuk melindungi Kesehatan masyarakat.

Menurutnya jika pemerintah peduli pada Kesehatan masyarakat, pemerintah harus membatasi produksi kendaraan bermotor dan mengawasi keluarnya gas buang yang mengotori udara dan lingkungan yang membuat Kesehatan masyarakat terganggu.

“Saya mau tanya kalau sehat itu dari sisi apanya? Kalau rokok menganggu kesehatan dari segi asapnya, maka mana lebih dahsyat asap mobil yang setiap hari diisap dengan asap dari rokok? Tapi kenapa pabrik mobil tidak dipersoalkan?,” tanya Firman Subagyo.

Firman Subagyo menyesalkan adanya perusahaan rokok nasional yang besar membiarkan perusahaan rokok asing yang terus berupaya memaksakan agar simplifikasi diterapkan di Indonesia.

Padahal jika simplifikasi itu jadi diterapkan di Indonesia akan mematikan industri rokok nasional dan hanya satu perusahaan rokok asing saja yang eksis. Sehingga terjadi monopoli industri dan perdagangan produk tembakau di Indonesia. Padahal, jelas jelas praktek monopoli maupun oligopoli sangat dilarang di Indonesia.

“Harusnya, industri rokok kecil, menengah, dan besar bersatu untuk melawan industri rokok asing yang terus memaksakan penerapan kebijakan simplifikasi cukai rokok,” harap Firman Subagyo

 


Tekanan Asing

Firman Subagyo juga menyesalkan kebijakan pemerintah yang menaikan cukai rokok setinggi tingginya setiap tahun. Kebijakan menaikan cukai rokok setinggi tingginya setiap tahun itu juga akibat tekanan asing. Menaikan cukai rokok setiap tahun pada akhirnya juga akan mematikan industri rokok nasional.

“Ini satu kebijakan yang menurut saya salah. Meningkatkan target cukai dengan tekanan-tekanan internasional di balik kebijakan tersebut. Justru dengan kenaikan cukai ini dapat menghancurkan industri rokok menengah dan kecil,” papar Firman Subagyo.

Firman Subagyo juga membantah adanya pendapat yang menyebutkan kenaikan cukai rokok setiap tahun adalah untuk menekan laju konsumsi rokok untuk meningkatkan Kesehatan masyarakat. Padahal kenyataannya kenaikan cukai rokok setiap tahun itu menghidupkan rokok illegal yang justru merugikan negara itu sendiri.

“Agar secara tidak langsung industri rokok secara lambat laun mati. Argumentasinya kan untuk menekan laju produksi rokok. Tapi di sisi lain, adanya tekanan itu menjadi celah masuknya rokok ilegal. Rakyat itu kan senang merokok dan mereka tidak bicara soal merek. Jika cita rasanya cocok ya mereka beli. Saya waktu kecil dulu juga menjual rokok-rokok semacam itu yang diproduksi secara home industri secara rumahan dan dijual ke warung-warung,” papar Firman Subagyo.

 

(Liputan6.com / Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya