5 Jurus Pemerintah Bentengi Ekonomi RI dari Terjangan Resesi Global

Bank Dunia telah memangkas ramalan pertumbuhan ekonomi banyak negara, namun proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk Indonesia pada tahun 2022 adalah 5,1 persen.

oleh Tira Santia diperbarui 23 Jun 2022, 09:30 WIB
Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso, mengatakan, meskipun Bank Dunia telah memangkas ramalan pertumbuhan ekonomi banyak negara, namun proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk Indonesia pada tahun 2022 adalah 5,1 persen atau masih dalam target yang ditetapkan pemerintah.

Susiwijono, menyebut terdapat lima strategi yang dilakukan Kementerian koordinator bidang perekonomian untuk menjaga agar target pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut dapat tercapai.

Pertama, Pemerintah akan terus melanjutkan kebijakan pengendalian pandemi Covid-19 terutama merespon munculnya varian virus baru BA.4 dan BA.5, agar aktivitas ekonomi masyarakat tetap berlangsung dengan baik.

"Percepatan dan perluasan vaksinasi terus dilakukan termasuk dengan dukungan koordinasi pemerintah daerah," kata Susiwijono kepada Liputan6.com, Kamis (23/6/2022).

Kedua, APBN diarahkan untuk menjadi shock absorber, yaitu untuk memastikan terlindunginya daya beli masyarakat serta terjaganya pemulihan ekonomi.

Ketiga, kebijakan perlindungan sosial akan dipertebal untuk menjaga daya beli masyarakat miskin dan menengah ke bawah yang menjadi kelompok paling rentan seperti masyarakat miskin ekstrem dari dampak kenaikan harga pangan seperti bansos minyak goreng, Bantuan Tunai untuk PKL Warung dan Nelayan (BTPKLWN).

Keempat, Pemerintah juga akan memperkuat berbagai program pemberdayaan untuk meningkatkan produktivitas serta pendapatan masyarakatseperti seperti program padat karya, pembiayaan usaha mikro seperti KUR, UMi, dan peningkatkan kapasitas SDM serta UMKM seperti Kartu Prakerja.

Kelima, "dalam jangka menengah-panjang, pemerintah juga memiliki agenda reformasi strukural dan transformasi digital dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi agar lebih terakselerasi," pungkasnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kenaikan Suku Bunga AS Picu Resesi, Pertumbuhan Ekonomi RI Terancam Mandek?

Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Sabtu (17/10/2020). International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5 persen pada Oktober, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Ekonom sekaligus Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira, menilai rencana kenaikan tingkat suku bunga acuan Amerika Serikat atau Fed rate yang eksesif bahkan bisa 3 sampai 4 kali kenaikannya di Tahun 2022 ini, bisa memicu terjadinya Resesi ekonomi.

“Karena terjadi kenaikan biaya bunga atau cost of fund bagi pelaku usaha khususnya pelaku usaha yang memiliki rasio utang yang cukup tinggi mereka akan kesulitan membayar pinjaman,” kata Bhima kepada Liputan6.com, Sabtu (11/6/2022).

Sementara tidak semua permintaan mengalami kenaikan atau  belum semua permintaan mengalami kenaikan kembali kepada pra pandemi. Jadi, ada disrupsi rantai pasok, sebelumnya juga sudah terjadi konflik di Ukraina membuat harga pangan naik, harga energi naik, dan akhirnya menjadi beban bagi pemulihan ekonomi dihampir seluruh negara.

Menurut Bhima, kenaikan suku bunga AS yang berlebihan juga akan memicu larinya modal asing secara masif terutama kembali ke aset-aset yang dinilai aman. Sehingga mereka akan mengurangi investasi di negara-negara berkembang atau negara emerging market.

“Nah, situasi ini bisa berdampak pemulihan ekonomi Indonesia yang ditargetkan tumbuh 5 persen bisa terkoreksi bahkan bisa kembali minus. Kita harus mempersiapkan dari gelombang adanya instabilitas moneter secara global,” ujarnya.


Pemerintah Perlu Bersiap

Suasana gedung bertingkat dan permukiman warga di kawasan Jakarta, Senin (17/1/2022). Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 mencapai 5,2 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Hal pertama  yang perlu dipersiapkan Pemerintah Indonesia adalah bagaimana pemerintah all out, dengan berbagai cara menjaga agar fiskal ini bisa menjadi bantalan, yakni dengan menggelontorkan subsidi energi secara masif, menambah alokasi subsidi energi, subsidi pangan bahkan juga bantuan untuk pupuk kepada para petani.

“Sehingga baik inflasi energi maupun inflasi dari pangan bisa terjaga sampai akhir tahun, sampai pemulihan daya beli masyarakat Indonesia pulih seperti pra pandemi,” ujarnya.

Kedua, Pemerintah Indonesia bisa mengurangi ketergantungan terhadap impor Karena transmisi dari Resesi ekonomi di Amerika Serikat akan menjalar ke nilai tukar, dan akan membuat barang-barang impor terutama impor pangan akan menjadi lebih mahal.

“Jadi ini adalah kesempatan untuk mendorong produktivitas pangan di dalam negeri sehingga ketergantungan terhadap impor nya bisa ditekan,” pungkasnya.  


Kebijakan Moneter AS Picu Krisis, BI Diminta Naikkan Suku Bunga Acuan

Pemandangan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pertengahan tahun ini ada beberapa kondisi yang harus diwaspadai bisa menjadi pemicu krisis. Beberapa di antaranya adalah perubahan kebijakan moneter Amerika Serikat.

Menanggapi, Ekonom Indef, Nailul Huda, mengatakan, efek dari kenaikan suku bunga acuan the Fed AS, yang paling terasa nantinya di pasar keuangan, seperti saham-saham berpotensi anjlok, kemudian berdampak ke nilai tukar.

Tak hanya itu saja, dampak lainnya yaitu uang investor akan balik lagi ke AS dan pasar Indonesia menjadi kurang menarik.

“Pun dengan suku bunga utang kita jadi tidak menarik bagi investor. Menurut saya harus diwaspadai efek dari kenaikan suku bunga acuan the Fed AS,” kata Nailul kepada Liputan6.com, Rabu (8/6/2022).

Dia pun menyarankan, agar Pemerintah melalui Bank Indonesia mempertimbangkan untuk menaikkan suku bunga acuan BI. “Dimana inflasi juga sebenarnya sudah meningkat dan ada celah kesempatan menaikkan suku bunga acuan,” kata Nailul.  

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya