Cacar Monyet Muncul di Singapura dan Korea Selatan, Gejala Sakit Kepala

Dua negara yang dekat Indonesia telah mencatat kasus cacar monyet alias monkeypox.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 23 Jun 2022, 09:00 WIB
Para wisatawan mengunjungi Taman Merlion di Singapura pada 6 Maret 2020. Tempat-tempat wisata utama di Singapura sepi dari turis di tengah epidemi virus corona COVID-19. (Xinhua/Then Chih Wey)

Liputan6.com, Singapura - Seorang pasien yang baru datang dari Jerman telah menjadi kasus pertama cacar monyet (monkeypox) di Korea Selatan. Kondisinya kini diisolasi di Incheon Medical Center.

Korea Disease Control and Prevention Agency (KDCA) menyebut pasien itu tiba pada 22 Juni 2022 pukul 16.00 dan kemudian dinyatakan positif cacar monyet, demikian laporan Yonhap, Kamis (23/6/2022).

Dua hari sebelum berangkat ke Korea Selatan, orang itu dilaporkan sakit kepala, kemudian demam, radang tenggorokan, lesu, dan mengalami lesi kulit. Survei epidemiolog menunjukkan bahwa pasien tidak ada kontak dekat risiko tinggi dalam kasus ini, seperti anggota keluarga, atau kontak dekat regular maupun seksual selama 21 hari terakhir.

KDCA telah meningkatkan risiko cacar monyet dari "attention" menjadi "caution".

Kasus Singapura Sempat ke Tempat Pijat

Singapura juga telah mencatat kasus cacar monyet terbaru. Kementerian Kesehatan berkata pasien adalah warga Inggris yang bekerja sebagai pramugara. Pelaku beberapa kali keluar-masuk Singapura pada sepekan terakhir.

Pria itu dinyatakan positif monkeypox pada 20 Juni 2022. Ia mengalami sakit kepada pada 14 Juni, kemudian demam pada 16 Juni, sebelum mengalami masalah kulit pada 19 Juni.

Singapura lantas melakukan contact tracing. Pasien juga sempat ke tempat pijat dan makan di tiga lokasi berbeda pada 16 Juni 2022.

"Secara umum, risiko penularan pada para pengunjung di lokasi-lokasi tersebut rendah, sebagaimana data telah tunjukkan bahwa cacar monyet menular melalui kontak fisik dekat atau kontak jangka panjang. Semua empat lokasi yang dikunjungi oleh kasus itu sedang melalui pembersihan dan disinfeksi," ujar Kemenkes Singapura.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


WHO Ubah Nama Cacar Monyet

Ilustrasi Cacar Monyet (Istimewa)

Sebelumnya dilaporkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan secara resmi mengganti nama penyakit cacar monyet atau "monkeypox", di tengah kekhawatiran munculnya stigma dan tindakan rasisme karena nama virus tersebut.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengumumkan pada Selasa 14 Juni 2022 pagi bahwa organisasi tersebut "sedang bekerja sama dengan mitra dan pakar dari seluruh dunia mengenai penggantian nama virus cacar monyet dan organisme penyebab virus tersebut".

Tedros mengatakan WHO akan mengumumkan nama baru dari cacar monyet secepat mungkin.

Keputusan WHO tersebut muncul kurang dari seminggu setelah 30 ilmuwan internasional menulis laporan mengenai "segera perlunya" untuk "menggunakan nama yang tidak bersifat diskriminatif dan tidak memberikan stigma berkenaan dengan virus cacar monyet."

Sejauh ini, seperti diberitakan ABC Australia, Kamis (16/6), WHO menyebut adanya dua jenis virus yang disebut sebagai "clade" atau klad cacar monyet di situs mereka, satu dari Afrika Barat, dan lainnya dari Cekungan Kongo (Afrika Tengah).

Namun menurut para ilmuwan dari Afrika dan dari bagian dunia lain tersebut, pemberian nama penyakit menular berdasarkan di mana penyakit tersebut pertama kali terdeteksi adalah hal yang tidak akurat.

Dalam usulannya, para ilmuwan meminta adanya klasifikasi cacar monyet yang sejalan dengan penamaan penyakit menular dengan cara "yang bisa memberikan dampak negatif seminimal mungkin terhadap bangsa, kawasan geografi, ekonomi dan orang dan juga mempertimbangkan evolusi dan penyebaran virus".


Pertemuan Darurat

Direktur Jenderal World Health Organization (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus memuji Indonesia yang saat ini mampu mengendalikan COVID-19. (Foto: tangkapan layar Youtube Kemenkes RI)

Hari Selasa lalu 14 Juni, Dirjen WHO Tedros mengatakan telah memutuskan untuk mengadakan pertemuan darurat tanggal 23 Juni karena virus tersebut telah menunjukkan perilaku yang "tidak biasa" belakangan ini dengan menyebar ke negara di luar kawasan Afrika di mana penyakit itu sudah menjadi endemi.

"Kami berkeyakinan bahwa ini memerlukan respons terkoordinasi karena penyebarannya yang meluas," katanya kepada wartawan.Lebih dari 1.600 kasus dan hampir 1.500 kasus suspek atau diduga sudah dilaporkan tahun ini di 39 negara. Ini termasuk di tujuh negara di mana sebelumnya virus ini tidak ada selama bertahun-tahun.

Total 72 kematian sudah dilaporkan. Namun tidak ada kematian di negara-negara yang baru tersebut termasuk Inggris, Kanada, Italia, Polandia, Spanyol dan Amerika Serikat.

Sementara, CDC Amerika Serikat merilis "Peringatan - Tingkat 2" bagi para pelancong untuk "mempraktikkan tindakan pencegahan yang ditingkatkan" karena penyebaran cacar monyet. Itu diidentifikasi pihaknya sebagai "penyakit langka yang merupakan sepupu cacar biasa."

Pada peringatannya, melansir CNN, Rabu (8/6/2022), CDC mengatakan bahwa risiko terhadap masyarakat umum rendah. "Tapi, Anda harus segera mencari perawatan medis jika mengalami ruam kulit baru yang tidak dapat dijelaskan (lesi pada bagian tubuh mana pun), dengan atau tanpa demam dan menggigil," pihak CDC menambahkan.

CDC memiliki tiga jenis tingkat yang mungkin dikeluarkan karena kasus telah dilaporkan di lusinan tujuan perjalanan. Levelnya adalah Watch - Level 1: lakukan tindakan pencegahan biasa, Alert - Level 2: meningkatkan kewaspadaan, dan Warning - Level 3: hindari perjalanan yang tidak penting.


Kasus Cacar Monyet Tembus 2.103 Kasus

Ilustrasi demam, gejala awal cacar monyet. Credits: pexels.com by Polina Tankilevitch

Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyebutkan bahwa dari 1 Januari 2022 hingga 17 Juni 2022 sudah ada 2.103 kasus cacar monyet atau monkeypox.

Penyebaran kasus cacar monyet yang biasanya hanya di daerah endemis kini sudah tercatat di 42 negara di lima benua.

Dari angka di atas, sekita 84 persen atau 1.773 asus dilaporkan dari Eropa. Lalu, disusul ada 24 kasus atau 12 persen dari Amerika dan ada 64 kasus dilaporkan dari Afrika.

Dari angka 2.103 itu, peningkatan drastis yakni sebesar 98 persen kasus terjadi sejak Mei  seperti mengutip laman resmi WHO pada Senin, 20 Juni 2022.

Penyakit yang biasanya hanya ada di negara endemik yakni di Afrika ini malah di tahun ini kasus terbanyak berasal dari Inggris (524), Spanyol (313), Portugal (241), Jerman (263). Lalu Prancis dan Kanada juga sudah di angka 100-an orang di sana terkonfirmasi cacar monyet.

"Semakin lama virus ini beredar, semakin luas jangkauannya maka semaki kuat kehadiran cacar monyet di negara-negara non-endemik," kata Direktur WHO Eropa, Hans Kluge.

Melihat angka kasus yang terus bertambah di negara non-endemik, Kluge meminta negara-negara Eropa untuk meningkatkan pengawasan, pengujian diagnostik, melakukan whole genome sequencing. Tak ketinggalan perlu juga melacak kontak dari pasangan seksual yang terinfeksi cacar monyet.

Infografis Gejala dan Pencegahan Cacar Monyet (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya