Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan LM Rusdianto Emba, adik Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba dan Kepala Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Mua, Sukarman Loke, sebagai tersangka kasus dugaan suap dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur.
"Berdasarkan hasil pengumpulan berbagai informasi dan data hingga kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke penyidikan, dengan menetapkan tersangka," tutur Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (23/6/2022).
Baca Juga
Advertisement
Penetapan tersangka itu merupakan pengembangan dari perkara yang telah menjerat mantan Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Mochamad Ardian Noervianto (MAN); Bupati nonaktif Kolaka Timur, Andi Merya Nur (AMN); dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M Syukur Akbar (LMSA).
Ghufron menyebut, Rusdianto Emba (LM RE) bersama dengan Laode M Syukur Akbar dan Sukarman Loke (SL) diduga menjadi perantara suap dari Andi Merya Nur kepada Ardian Noervianto. Suap dari Andi Merya Nur sekitar Rp2,4 miliar kepada Ardian dilakukan melalui rekening Laode M Syukur agar Kabupaten Kolaka Timur mendapat alokasi pinjaman dana PEN.
"Proses pemberian uang dari AMN pada MAN dilakukan melalui perantaraan LM RE, SL, dan LMSA di antaranya melalui transfer rekening bank dan penyerahan tunai. Atas pembantuannya tersebut, SL dan LMSA diduga menerima sejumlah uang dari AMN melalui LM RE yaitu sejumlah sekitar Rp750 juta," jelas dia.
Atas perbuatannya, Rusdianto sebagai tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Sukarman yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penyidik kini menahan Sukarman selama 20 hari ke depan terhitung mulai tanggal 23 Juni 2022 sampai dengan 12 Juli 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1. Sementara untuk Rusdianto belum ditahan.
"KPK mengimbau agar tersangka LM RE untuk kooperatif hadir sesuai dengan jadwal pemanggilan tim penyidik berikutnya," kata Gufron menandaskan.
Rusman Emba Diperiksa KPK
Sebelumnya, Bupati Muna, La Ode Muhammad Rusman Emba, dicecar soal pengajuan pinjaman dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) Kabupaten Muna.
Rusman Emba dicecar tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat diperiksa sebagai saksi dalam pengembangan penyidikan perkara dugaan suap terkait pengajuan dana PEN Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021. Rusman Emba diperiksa di Gedung KPK pada Senin, 20 Juni 2022.
"La Ode Muhammad Rusman Emba (Bupati Muna) didalami terkait dengan pengajuan dana PEN bagi Kabupaten Muna," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (21/6/2022).
Selain soal pengajuan dana PEN Kabupaten Muna, tim penyidik juga menyelisik adanya campur tangan dari pihak lain dalam proses pengajuan dana PEN Kabupaten Kolaka Timur.
"Dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan keterlibatan pihak yang terkait dengan perkara ini untuk turut campur dalam proses pengajuan dana PEN Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021," kata Ali.
Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba mengakui adiknya LM Rusdianto Emba merupakan tersangka dalam pengembangan kasus dugaan suap pinjaman dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) di Kabupaten Kolaka Timur.
Dia membeberkan informasi itu usai diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Kuningan Persada, Senin (20/6/2022)
"Iya (Rusdianto tersangka)," ujar Rusman.
Rusman tak berbicara banyak. Dia hanya mengamini adiknya sudah jadi tersangka dalam perkara ini.
Nama Rusdianto muncul dalam dakwaan mantan Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto. Ardian Noervianto didakwa menerima suap sebesar Rp 2.405.000.000 atau Rp 2,4 miliar.
Advertisement
Suap Rp 2,4 M untuk Dana PEN
Tim jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini Ardian menerima suap itu agar Kabupaten Kolaka Timur mendapatkan dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun anggaran 2021.
"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, yaitu menerima hadiah atau janji, yakni menerima uang seluruhnya Rp 2.405.000.000,00," ujar jaksa KPK dalam surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (16/6/2022).
Jaksa menyebut uang itu diterima Ardian dari Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur dan LM Rusdianto Emba selaku adik dari Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba.
Jaksa menyebut, awalnya yakni pada Maret 2021, Andi Merya yang saat itu masih menjabat Plt. Bupati Kolaka Timur menyampaikan keinginan untuk mendapatkan dana tambahan pembangunan Infrastruktur di Kabupaten Kolaka Timur kepada Rusdianto Emba.
Kemudian Rusdianto menyampaikan keinginan Andi Merya kepada Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna Sukarman Loke yang memiliki jaringan di pusat agar membantu mewujudkan keinginan Andi.
Selanjutnya Sukarman menyampaikan informasi tersebut kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna La Ode M. Syukur Akbar yang sedang mengurus pengajuan pinjaman dana PEN Daerah Kabupaten Muna.
Selanjutnya pada 1 April 2021, Sukarman menyarankan agar Kabupaten Kolaka Timur mengajukan dana pinjaman PEN Daerah dengan bunga yang lebih rendah dari pinjaman lainnya. Kemudia Kolaka Timur mengajuka kepada Ardian Noervianto dana PEN Daerah sejumlah Rp 350 miliar.
Kemudian pada 4 Mei 2021, Andi Merya bersama La Ode M. Syukur menemui Ardian di ruang kerjanya di Kemendagri. Dalam pertemuan tersebut Ardian menyanggupi Rp 300 miliar dana PEN untuk Kolaka Timur.
Setelah pertemuan, M. Syukur beberapa komunikasi dengan Ardian menanyakan soal dana PEN Kolaka Timur. Kemudian Ardian menyebutkan posisi Kabupaten Kolaka Timur nomor urutan 48 sehingga kemungkinan tidak akan mendapat dana pinjaman PEN untuk tahun 2021.
Namun lantaran kerap ditanya soal dana pinjaman PEN untuk Kolaka Timur, Ardian menyarankan agar Kolaka Timur mengikuti Kabupaten Muna yang pernah menerima dana PEN Daerah.
Uang Suap Dana PEN Dibagi-bagi
Atas saran tersebut, pada 10 Juni 2021 diadakan pertemuan antara Ardian, M. Syukur, dan Sukarman di Kemendagri. Dalam pertemuan itu Ardian meminta fee sebesar 1 persen kepad M. Syukur.
"Atas permintaan Terdakwa (Ardian) tersebut, selanjutnya disampaikan oleh Sukarman melalui Rusdianto Emba. Selanjutnya Andi Merya meminta Mujeri Dachri Muchlis (suami Andi Merya) mentransfer uang seluruhnya sebesar Rp 2 miliar ke rekening Roesdianto Emba untuk diserahkan kepada Terdakwa melalui M. Syukur dan Sukarman," kata jaksa.
Atas hal itu, Ardian memprioritaskan dengan membahasnya dalam Rakortek dengan PT. SMI, Pemkab Kolaka Timur, Kemenkeu (DJPK) dan Kemendagri yang hasilnya Kabupaten Kolaka Timur mendapatkan pinjaman dana PEN sebesar Rp 151 miliar.
"Oleh karena Terdakwa meminta agar usulan PEN Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur disesuaikan, sehingga Andi Merya membuat surat usulan baru yang ditujukan kepada PT SMI dengan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Bina Keuangan Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp 151 miliar," kata jaksa.
Setelah pengajuan dana PEN itu berhasil, uang suap dari Andi dibagi-bagi. Ardian mendapatkan Rp 1,5 miliar, sedangkan Rp 500 juta sisanya disimpan Sukarman untuk dibagikan ke beberapa orang yang membantu.
Selain itu, menurut jaksa, Ardian, Laode, dan Sukarman juga menerima beberapa uang lain terkait pengurusan dana PEN Kolaka Timur. Sehingga, total yang yang diterima oleh Ardian bersama Laode dan Sukarman mencapai Rp 2,4 miliar.
Ardian didakwa melanggar Pasl 12 huruf a Jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, atau Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Advertisement