Cara Orangtua Minimalisir Wariskan Vitiligo ke Anak

Meski orangtua memiliki vitiligo, tak melulu mewariskannya kepada sang anak. Bagaimana cara meminimalisirnya?

oleh Putu Elmira diperbarui 24 Jun 2022, 09:03 WIB
Ilustrasi vitiligo (dok. Unsplash.com/@hanenboubahri)

Liputan6.com, Jakarta - Kekhawatiran tak jarang melanda orangtua dengan vitiligo akan mewariskan penyakit autoimun yang menyebabkan bercak putih pada kulit ini ke buah hati tercinta. Untuk meminimalisir kemungkinan tersebut, ada beberapa langkah yang dapat ditempuh oleh orangtua.

"Sekarang sudah cukup canggih pemeriksaan untuk screening vitiligo pada keturunan. Ada beberapa laboratorium besar bisa melihat genetiknya vitiligo atau autoimun lain," kata dokter spesialis kulit dan kelamin, Dr. dr. Reiva Farah Dwiyana, Sp.KK(K), M.Kes, FINSDV, FAADV, dalam konferensi pers virtual "I am Alive with Self Love" bersama Regenesis, Kamis, 22 Juni 2022.

dr. Reiva melanjutkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan pengambilan darah anak di usia berapa saja. "Nanti ada kecenderungan dan kecenderungan ini artinya kemungkinan ada, tapi belum tentu muncul, tingkatnya dari high, average, dan low," jelasnya.

Ia menegaskan, "Namun tidak serta merta hasil lab itu muncul (vitiligo) karena penyakit itu banyak faktor, bisa faktor lingkungan dan lainnya."

dr. Reiva menyampaikan bisa saja dalam darah anak bisa jadi vitiligo, namun jika sampai tua tidak tercetus, vitiligo tidak akan muncul. "Karena genetik itu tidak serta merta muncul artinya bisa faktor lingkungan, stres. Ini sekaligus menjawab pencegahan menekan potensi menurun," ungkapnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Hindari Faktor Pencetus

Ada beragam faktor pencetus vitiligo yang harus dihindari, mulai dari stres, panas-panasan di bawah terik matahari tidak menggunakan sunscreen, hingga zat kimia. Untuk autoimun sendiri, seseorang dianjurkan untuk hidup sehat dan seimbang karena autoimun tidak bisa lepas dan ada seumur hidup.

"Caranya bagaimana menekan supaya (potensi vitiligo) tidak muncul. Dihindari makan makanan banyak pengawet, banyak pewarna," kata dr. Reiva.

Ia menambahkan, sekitar 50 persen vitiligo itu muncul pada usia anak-anak. dr. Reiva tak jarang mendapat pasien anak yang memiliki tanda lahir putih yang membuat orangtua khawatir itu adalah vitiligo.

Orangtua bisa memeriksakan anak ke dokter untuk memastikannya. "Bawa dulu ke dokter pastikan ini vitiligo atau bukan, bisa saja ini penyakit tanda lahir yang sering dikhawatirkan vitiligo, dokter akan memberikan step by stepnya," terangnya.

dr. Reiva menjelaskan, "Vitiligo bukan penyakit sejak lahir, pengalaman saya (pasien) termuda berusia 7 bulan. Bisa membedakan tanda lahir yang putih atau rada pink muda, nanti 2 minggu baru kelihatan makin putih itu artinya tanda lahir."

ilustrasi ibu dan anak/Photo by Kenny Krosky on Unsplash

Ada beragam faktor pencetus vitiligo yang harus dihindari, mulai dari stres, panas-panasan di bawah terik matahari tidak menggunakan sunscreen, hingga zat kimia. Untuk autoimun sendiri, seseorang dianjurkan untuk hidup sehat dan seimbang karena autoimun tidak bisa lepas dan ada seumur hidup.

"Caranya bagaimana menekan supaya (potensi vitiligo) tidak muncul. Dihindari makan makanan banyak pengawet, banyak pewarna," kata dr. Reiva.

Ia menambahkan, sekitar 50 persen vitiligo itu muncul pada usia anak-anak. dr. Reiva tak jarang mendapat pasien anak yang memiliki tanda lahir putih yang membuat orangtua khawatir itu adalah vitiligo.

Orangtua bisa memeriksakan anak ke dokter untuk memastikannya. "Bawa dulu ke dokter pastikan ini vitiligo atau bukan, bisa saja ini penyakit tanda lahir yang sering dikhawatirkan vitiligo, dokter akan memberikan step by stepnya," terangnya.

dr. Reiva menjelaskan, "Vitiligo bukan penyakit sejak lahir, pengalaman saya (pasien) termuda berusia 7 bulan. Bisa membedakan tanda lahir yang putih atau rada pink muda, nanti 2 minggu baru kelihatan makin putih itu artinya tanda lahir."


Tanda Vitiligo

Ilustrasi vitiligo. (dok. Pexels.com/Photo by Armin Rimoldi)

Sedangkan jika anak yang memiliki vitiligo di usia 6 bulan ke atas muncul seperti bercak yang bisa ada di seluruh tubuh dengan warna mula-mula krem dan lama kelamaan berwarna putih. dr. Reiva menjelaskan, bisa pula mengenai mukosa atau selaput lendir yang terlihat di bibir.

"Atau bahkan uban, harus dilihat apakah kulitnya juga putih, itu bukan uban semata. Jika iya (kulit ada bercak) putih itu vitiligo," ungkapnya.

dr. Reiva menekankan bahwa vitiligo bisa disembuhkan. "Bisa (sembuh), cuma berbeda-beda setiap orang, ada yang cepat sembuhnya, ada yang lama, ada yang sudah sembuh muncul lagi atau ada yang malah enggak sembuh-sembuh malah tambah luas," katanya.

Patogenesis atau terjadinya vitiligo dikatakan dr. Revia begitu kompleks dengan berbagai faktor pemicu. Namun, faktor yang utama adalah stres. "Patogenesis atau mekanisme terjadinya vitiligo sangat kompleks dan komperhensif, kalau kita lihat bukti-buktinya vitiligo sudah ada dari zaman dahulu kala sebelum masehi dan tersirat di kitab-kitab suci," jelasnya.

 

 

Terapi Vitiligo

Ilustrasi vitiligo. (dok. Pexels.com/Photo by Armin Rimoldi)

dr. Reiva menegaskan, "Itu ibarat puzzle, banyak sekali kepingan-kepingan patogenesis antara lain faktor stres, genetik, lingkungan, hormon, dari eksternal juga dari paparan sinar matahari, zat kimia."

Sementara, terapi penyembuhan vitiligo sendiri ada lima golongan. dr. Reiva menyebut terapi pertama adalah terapi yang dioleskan atau terapi topikal, kedua adalah terapi minum obat-obatan tertentu yang mendukung penyembuhan.

"Lalu, fototerapi, keempat adalah terapi pembedahan, kelima psikoterapi. Kita melihat sejauh mana dan seluas apa vitiligo itu, ada istilah BSA atau body surface area atau luas permukaan tubuh. Satu telapak tangan pasien itu berarti satu persen," kata dr. Reiva.

Dikatakannya, "Biasanya secara teori kalau lebih dari 10 persen BSA baru kita lakukan fototerapi. Tapi sudah berbulan-bulan kurang dari 10 persen tapi sudah diterapi bisa kita lakukan fototerapi."

Bila bercak masih kurang dari 10 persen, akan dilakukan terapi oles dahulu. Langkah ini intinya untuk menekan autoimun atau menekan peradangan dan yang paling sering digunakan adalah streroid.

"Tapi steroid ini bagai pedang bermata dua, dia punya efek samping yang cukup banyak tapi efek pengobatannya juga banyak. Jadi, harus hati-hati pemakaian, biasanya dokter menganjurkan sebulan pakai, dua minggu off," terangnya.

Infografis 9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya