JobStreet: Gaji dan Kompensasi Jadi Faktor Terpenting bagi Pekerja

Job Outlook Report 2022 juga menyoroti faktor ketertarikan utama bagi pekerja di Indonesia, yakni gaji dan kompensasi menjadi faktor terpenting.

oleh M Hidayat diperbarui 24 Jun 2022, 18:00 WIB
Ilustrasi pekerja peremuan yang saat ini dilindungi oleh UU TPKS terkait kasus kekerasan seksual di dunia kerja. /pexels.com Mikhail Nilov

Liputan6.com, Jakarta - JobStreet merilis laporan terbarunya yang bertajuk "JobStreet Job Outlook Report 2022".

"JobStreet menyadari pentingnya mempersiapkan para pencari kerja dalam menemukan pekerjaan dan industri yang tepat, sehingga JobStreet menerbitkan JobStreet Job Outlook Report 2022," ujar Sawitri Hertoto, Country Marketing Manager di JobStreet Indonesia.

Laporan itu, kata Sawitri, memuat data terkini seputar industri-industri yang telah mulai pulih di tengah pandemi dan sedang mencari karyawan, serta posisi apa saja yang saat ini sedang banyak dilamar pencari kerja.

"Kami berharap para pencari kerja dapat lebih memahami sentimen dan kondisi pasar kerja saat ini untuk bisa memajukan karir mereka," tutur Sawitri.

Di sisi lain, lanjut Sawitri, dia berharap laporan ini dapat perusahaan manfaatkan untuk menyusun lowongan pekerjaan dan penawaran renumerasi menarik bagi pencari kerja.

Menurut Job Outlook Report 2022, sejak bulan Juli 2021 lowongan pekerjaan dan tingkat pengangguran mulai membaik dan iklan lowongan kerja meningkat.

Job Outlook Report 2022 juga menyoroti faktor ketertarikan utama bagi pekerja di Indonesia, yakni gaji dan kompensasi menjadi faktor terpenting.

"Dengan inisiatif-inisiatif seperti Job Outlook Report 2022 dan fitur Panduan Gaji serta Kalkulator Gaji, JobStreet ingin membantu masyarakat Indonesia (pekerja) untuk menentukan kelanjutan perjalanan karier mereka," kata Sawitri.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Temuan

Berikut ini sejumlah temuan menarik lainnya seputar kondisi pasar kerja Indonesia menurut Job Outlook Report 2022:

  • Terdapat peningkatan dalam jumlah lowongan kerja hingga 2 kali lipat dari tahun 2020 ke tahun 2021.
  • Seiring banyaknya masyarakat Indonesia yang telah menerima vaksinasi, jumlah lowongan kerja pun meningkat 45,8% dari bulan Juli sampai Desember 2021.
  • Lima industri dengan pertumbuhan dan pemulihan yang kuat adalah transportasi dan logistik; grosir; layanan kesehatan dan medis; perawatan, kecantikan dan kebugaran; serta zat kimia, pupuk dan pestisida.
  • Industri manufaktur menjadi industri dengan iklan lowongan kerja terbanyak; dan kecantikan, kesehatan dan kebugaran menjadi spesialisasi dengan iklan lowongan kerja terbanyak.
  • Jumlah total lamaran kerja di tahun 2021 adalah sebanyak 110,8 juta lamaran. Di antara jumlah tersebut, industri manufaktur menjadi industri dengan volume lamaran terbanyak dan Admin & HR menjadi spesialisasi dengan volume lamaran terbanyak. 

Startup Ramai-Ramai PHK Karyawan, Ada Masalah Apa?

Belakangan ini banyak perusahaan rintisan atau startup di Tanah Air yang telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi karyawannya.

Setidaknya ada 6 startup yang melakukan PHK. PHK yang terjadi pada startup ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Beberapa startup internasional juga melakukan PHK besar-besaran tahun ini, seperti Netflix dan Robinhood.

“Fenomena yang dihadapi startup saat ini bukanlah semata permasalahan tidak adanya pendanaan, bahkan kondisi ekonomi masyarakat pun terbilang cukup baik dan kondisi pasar semakin pulih. Kendala justru terletak dari penggunaan dana operasional masing-masing startup," kata CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani, Selasa (21/6/2022).

Sejumlah perusahaan teknologi rintisan (startup) Indonesia juga tengah menghadapi permasalahan yang dikenal sebagai fenomena bubble burst.

Mengutip laman Investopedia, fenomena ini merupakan kondisi bisnis yang cepat mengalami kenaikan, tetapi cepat juga mengalami penurunan.

Adanya fenomena pecahnya gelembung tersebut dikarenakan saat ini perusahaan startup sulit untuk mendapatkan pendanaan serta tidak mempunyai aset.

Padahal, untuk meraih pengguna kebanyakan dari startup harus melakukan strategi bakar uang, seperti promosi melalui televisi, baliho, digital, program cashback, hingga diskon besar-besaran.


Kebijakan The Fed

Ditambah lagi dengan The Fed yang juga melakukan kebijakan menaikkan suku bunga, sehingga investor-investor luar negeri cenderung menarik dana mereka dan memilih untuk menyimpan uang mereka daripada berinvestasi ke industri teknologi di Indonesia.

Hal ini berimbas pada semakin selektifnya investor dalam memberikan pendanaan kepada perusahaan rintisan (startup). Menurut Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Fintech Indonesia (AFTEC) Rudiantara, saat ini banyak modal ventura yang mulai beralih fokus di mana mulai melihat kinerja keuangan perusahaan dibanding melihat traction dari para startup ini.

Traction ialah melihat seperti jumlah pengguna atau pengunduh dan loyalitas pengguna terhadap jasa atau produk startup tersebut. Di mana, terkadang untuk mencapai traction yang bagus, para startup ini melakukan berbagai cara. Salah salah satunya adalah dengan melakukan strategi bakar uang.

Dana yang disuntik besar bahkan hingga triliunan rupiah, namun hasilnya nihil, venture capital (VC) pun enggan menyuntikkan dananya lagi. Alhasil, tsunami besar pemutusan hubungan kerja (PHK) di startup pun mulai menghantui.


Infografis Subsidi Gaji Pekerja Biar Apa?

Infografis Subsidi Gaji Pekerja Biar Apa? (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya