Covid-19 di China Bikin Pabrik Baru Tesla Rugi Bandar

Pabrik baru Tesla menghadapi kerugian miliaran dolar AS karena kekurangan baterai dan gangguan pasokan yang disebabkan oleh lockdown Covid-19 di China.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 24 Jun 2022, 14:47 WIB
Kendaraan Tesla Model 3 yang diproduksi di China (made in China) di gigafactory Tesla di Shanghai, China. Biaya bahan baku untuk kendaraan listrik naik lebih dari dua kali lipat selama pandemi Covid-19.(Xinhua/Ding Ting)

Liputan6.com, Jakarta - Elon Musk mengungkapkan bahwa pabrik baru Tesla di Jerman dan AS menghadapi kerugian hingga miliaran dolar AS karena kekurangan baterai dan gangguan pasokan di China, yang selama 2 bulan memberlakukan lockdown Covid-19.

"Baik pabrik di Berlin dan Austin adalah tungku uang raksasa saat ini. Ini benar-benar seperti suara menderu raksasa, yang merupakan suara uang terbakar," ujar Musk, dikutip dari BBC, Jumat (24/6/2022).

Pabrik "kehilangan miliaran dolar AS sekarang. Ada banyak biaya dan hampir tidak ada output," tambah CEO Telsa dalam sebuah wawancara dengan Tesla Owners of Silicon Valley.

Musk menyebut, pabrik Tesla di Austin saat ini memproduksi hanya sejumlah kecil mobil, sebagian karena beberapa komponen untuk baterainya masih terjebak di pelabuhan China "tanpa ada yang benar-benar memindahkannya".

"Ini semua akan diperbaiki dengan sangat cepat tetapi membutuhkan banyak perhatian," beber miliarder terkaya di dunia itu.

Dia pun mengakuit bahwa lockdown Covid-19 di Shanghai sangat sulit bagi Tesla, yang dilaporkan menghentikan sebagian besar produksinya di 'gigafactory' di kota itu selama berminggu-minggu.

Wawancara Musk bersama Tesla Owners of Silicon Valley sebenarnya sudah direkam pada akhir bulan lalu, tetapi percakapan ini baru diposting pada Rabu 22 Juni 2022.

Lockdown Covid-19 di China tahun ini termasuk di Shanghai, yang merupakan lokasi pabrik besar Tesla semakin mempersulit operasi dan produksi.

Dalam beberapa minggu terakhir, Musk juga telah memperingatkan tentang pemutusan hubungan kerja di Tesla.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Tesla Naikkan Harga Mobil Di Tengah Kenaikkan Harga Bahan Baku

Tesla Model 3, mobil listrik ketiga Tesla siap dikirim ke konsumen. (Carscoops)

Pekan lalu, Telsa menaikkan harga seluruh unit mobilnya di AS hampir 5 persen, karena biaya bahan baku termasuk aluminium dan lithium naik.

Pekan ini, Elon Musk mengatakan Tesla berencana untuk melakukan PHK terhadap 3,5 persen dari tenaga kerja globalnya setelah sebelumnya mengungkapkan ada "perasaan yang sangat buruk" tentang ekonomi AS.

Sementara itu, pembuat mobil Jerman BMW mengatakan bahwa mereka telah secara resmi telah memulai produksi di pabrik baru senilai USD 2,2 miliar di kota Shenyang, China.

BMW mengatakan pabrik di Shenyang, yang merupakan pabrik ketiganya di China, akan meningkatkan produksi tahunan di negara itu dari yang semula 700.000 menjadi 830.000.


Harga Kendaraan Listrik Lebih Mahal Imbas Biaya Bahan Baku Meroket Selama Covid-19

Foto yang diabadikan pada 26 Oktober 2020 ini menunjukkan kendaraan Tesla Model 3 yang diproduksi di China (made in China) di gigafactory Tesla yang terletak di Shanghai, China timur. (Xinhua/Ding Ting)

Biaya bahan baku untuk kendaraan listrik naik lebih dari dua kali lipat selama pandemi Covid-19. Hal itu diungkapkan dalam sebuah laporan oleh perusahaan penasihat keuangan dan konsultan global asal AS, alixpartners.

Lonjakan biaya bahan baku ini membuat produsen seperti General Motors, Tesla, hingga Lucid dan Rivian terpaksa menaikkan harga kendaraan baru mereka secara signifikan.

Dilansir dari CNBC International, Kamis (23/6/2022) biaya bahan baku rata-rata untuk kendaraan listrik pada Mei 2022 mencapai USD 8.255 (Rp. 122,4 juta) per unit, atau naik 144 persen.

Harga terbaru itu menandai kenaikkan signifikan karena awalnya dirogoh USD 3.381 (Rp. 50,1 juta) per kendaraan pada Maret 2020, ketika wabah Covid-19 mulai menyebar luas di sejumlah negara.

Kenaikan harga ini mencakup bahan-bahan seperti kobalt, nikel, dan lithium, yang semuanya penting untuk produksi baterai untuk mobil listrik dan truk.

Biaya khusus kendaraan listrik telah meningkat menjadi USD 4.500 (Rp. 66,7 juta) dari yang awalnya sekitar USD 2.000 (Rp. 29,6 juta) dalam dua tahun terakhir, menurut AlixPartners.

Ternyata, kenaikkan biaya produksi tidak hanya terjadi pada kendaraan listrik.

AlixPartners mengungkapkan, biaya bahan baku untuk kendaraan tradisional dengan mesin pembakaran internal juga meningkat lebih dari dua kali lipat selama periode yang sama, menjadi USD 3.662 (Rp. 54,3 juta) per kendaraan atau naik 106 persen. 

Naiknya harga yang cukup tinggi ini dipicu oleh kenaikan pada baja dan aluminium.

Lonjakan biaya datang ketika pembuat mobil secara agresif meluncurkan model kendaraan listrik baru selama beberapa tahun ke depan.

AlixPartners memperkirakan jumlah model kendaraan listrik yang tersedia di pasar global akan meningkat dari 80 tahun lalu menjadi lebih dari 200 pada tahun 2024 mendatang.

Akibatnya, AlixPartners memprediksi biaya yang lebih tinggi akan memaksa perlambatan relatif dalam peluncuran kendaraan listrik, karena produsen kembali fokus pada profitabilitas.

Infografis Boleh Lepas Masker Kode Keras Pandemi ke Endemi Covid-19 (Liputan6.com/Trieyasni)
Banner Infografis Selamat Datang Era Mobil Listrik di Indonesia. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya