Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Mardani Maming sudah menerima surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) terkait kasus dugaan suap izin pertambangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan menerima SPDP ini, Mardani Maming resmi ditetapkan menjadi tersangka.
Lantas, apakah statusnya sebagai Ketum HIPMI juga ikut berubah?
Advertisement
Saat ditanyai hal tersebut, Ketua Umum Bidang Keuangan dan Perbankan, Badan Pengurus Pusat HIPMI Anggawira belum mau banyak bicara. Dia mengatakan, pihaknya belum mengambil sikap atas adanya penetapan hukum itu.
"Saya no comment, belum ada keputusan organisasi," ujar Anggawira kepada Liputan6.com, Jumat (24/6/2022).
Adapun status baru Mardani Maming sebagai tersangka turut dikonfirmasi sang kuasa hukum, Ahmad Irawan. Ahmad menyebut, kliennya menerima surat penetapan tersangka pada Rabu, 22 Juni 2022 kemarin.
"Sudah. Terima hari Rabu, 22 Juni 2022 kemarin," ujar Ahmad saat dikonfirmasi.
Ahmad mengaku pihaknya belum memutuskan apakah akan melawan KPK melalui praperadilan atau tidak. Pasalnya, Mardani sempat menyatakan ada kriminalisasi dalam proses hukum terhadapnya.
"Kita pelajari dulu. Hak hukum yang diberikan dan ruang hukum yang tersedia kita akan manfaatkan untuk mendapatkan keadilan," kata Ahmad.
Mardani Maming adalah politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang menjabat Ketua Umum HIPMI periode 2019–2022. Selain itu ia juga menjabat sebagai Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2022–2027.
Sebelumnya, ia pernah menduduki posisi Bupati Tanah Bumbu periode 2010–2015 dan 2016–2018.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
KPK Pastikan Kantongi Bukti Dugaan Suap Ketum HIPMI Mardani Maming
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan telah memiliki bukti kuat dalam kasus dugaan tindak pidana suap yang menyeret nama Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Mardani H Maming.
Maming diduga terlibat tindak pidana suap izin pertambangan saat menjadi Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
"Dalam setiap penanganan perkara, KPK tentu bekerja berdasarkan kecukupan alat bukti sebagaimana koridor hukum, prosedur, dan perundang-undangan yang berlaku," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (21/6/2022).
Ali mengatakan, bukti yang dimiliki KPK sudah cukup saat menaikkan status penanganan dari penyelidikan ke penyidikan. Ali menyebut, kasus tersebut saat ini sudah di tahap penyidikan.
"Alat bukti berdasarkan KUHAP bisa berupa keterangan dari saksi, ahli, ataupun terdakwa, serta surat maupun petunjuk lainnya," kata Ali.
Ali mengatakan, tim penyidik KPK sudah memiliki minimal dua alat bukti saat mendalami kasus yang menyeret Mardani Maming ini. Bahkan, tim penyidik sudah menetapkan tersangka dalam perkara ini.
Hanya saja lembaga antirasuah belum bersedia membeberkan siapa pihak yang dijerat sebagai tersangka.
"Bagaimana konstruksi lengkap perkaranya dan siapa tersangkanya, sebagaimana kebijakan KPK, akan disampaikan ketika dilakukan upaya paksa penahanan atau pun penangkapan," kata Ali.
"Sekali lagi kami pastikan, KPK memegang prinsip bahwa menegakkan hukum tidak boleh dilakukan dengan cara melanggar hukum itu sendiri," ucap Ali menambahkan.
Advertisement
Analisis Pakar Hukum Soal Kasus Mardani Maming
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, memberikan pandangannya terkait kasus Penerbitan Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bambu, Nomor 296 tahun 2011 yang diteken Bendahara Umum PBNU, Mardani Maming.
Diketahui, SK itu berisi persetujuan pelimpahan izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP-OP) Batubara PT Bangun Karya Pratama Lestari ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).
Menurut Supardji, secara hukum SK persetujuan IUP tersebut sah karena telah melalui proses hukum teknis administrasi mulai dari tingkat dinas. Baik tentang persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial yang secara prosedural telah dilalui.
"Dalam kasus cacat prosedur merupakan Ranah Hukum Administrasi untuk penyelesaiannya. Kecuali jika terdapat maladministrasi, utamanya bila terjadi penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir)," jelas Suparji dalam keterangannya, Kamis (22/6/2022).
Dalam legal opinion, Suparji menyimpulkan bahwa penerbitan SK Bupati Tanah Bambu yang saat itu dijabat Mardani Maming sah.
Ia menegaskan, cacat administrasi dalam penerbitan SK Bupati Tanah Bambu No: 296 tahun 2011, itu cukup ditempuh dengan mengajukan permohonan pembatalan kepada pejabat yang menerbitkan SK tersebut, pejabat atasan Bupati, atau mengajukan gugatan pembatalannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Apalagi, menurut Suparji, Bendum PBNU itu tidak menerima gratifikasi sesuai pengakuan terdakwa di persidangan.
"(Dalam persidangan) Dwijono tetap menegaskan Mardani Maming tidak menerima grativikasi sama sekali. Uang haram itu hanya dinikmati sendiri oleh terdakwa Dwidjono," katanya.