Liputan6.com, Jakarta Dokter spesialis kedokteran jiwa di Rumah Sakit Pondok Indah Bintaro Jaya, Ashwin Kandouw mengatakan bahwa setiap orang memiliki potensi untuk menjadi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
“Semua orang memiliki potensi menjadi ODGJ. Gangguan jiwa adalah gangguan fungsi otak, jadi semua orang punya potensi menjadi ODGJ,” kata Ashwin kepada Disabilitas Liputan6.com melalui pesan tertulis dikutip Sabtu (25/6/2022).
Advertisement
Ashwin menambahkan, ada tiga faktor yang membuat seseorang menjadi ODGJ. Ketiga faktor itu adalah faktor biologis, faktor psikologis, dan faktor sosial.
“Secara biologis semua hal yang bisa mempengaruhi fungsi otak seperti infeksi, trauma, genetik dapat membuat seseorang menjadi ODGJ.”
Sedangkan, faktor psikologis terkait dengan hal-hal seperti trauma akibat perang, perkosaan, bencana alam, near death experience, pandemi yang dapat memengaruhi fungsi otak.
“Faktor sosial seperti bullying dan pola asuh yang salah juga dapat mempengaruhi fungsi otak.”
Ia juga menggarisbawahi, orang yang terlihat memiliki gangguan mental tak serta-merta bisa langsung ditetapkan sebagai ODGJ yang harus dirawat di rumah sakit jiwa. Ada beberapa kriteria tertentu yang merujuk pada kondisi tersebut.
Kriteria-kriteria yang dimaksud termasuk memiliki sekumpulan gejala yang khas untuk gangguan jiwa tertentu (seperti yang dimuat di pedoman diagnosis gangguan jiwa).
“Gejala-gejala tersebut menyebabkan penderitaan dan gangguan fungsi kehidupan. Namun, untuk menegakkan diagnosis ODGJ dibutuhkan kemampuan profesional seperti psikiatri/dokter spesialis kedokteran jiwa,” kata Ashwin.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Memiliki Kondisi yang Berbeda
Jika diperhatikan, orang dengan gangguan jiwa memiliki karakter yang berbeda-beda. Ada yang suka mengamuk dan ada pula yang tenang.
Menurut Ashwin, hal ini berkaitan dengan gangguan di area otak yang berfungsi mengendalikan emosi.
“Di otak manusia ada area yang berfungsi mengendalikan emosi. Apabila area ini mengalami gangguan maka penyandang ODGJ dapat mengalami gangguan pengendalian emosi dan mudah mengamuk,” katanya.
Orang dengan gangguan jiwa yang hidup di jalanan dan belum mendapat perawatan di rumah sakit jiwa acap kali tak terpantau kesehatannya. Mereka tidak bisa menerapkan gaya hidup bersih sehat layaknya masyarakat umum. Seperti mandi, mengganti pakaian, menyikat gigi, dan menjaga kebersihan tubuh secara rutin.
Hal ini kemudian memicu berbagai penyakit. Beberapa penyakit yang rentan menyerang ODGJ salah satunya gangguan kesehatan kulit.
“Yang paling umum adalah gangguan kesehatan kulit seperti infeksi bakteri, jamur, maupun parasit, gangguan gigi, gangguan saluran pernapasan seperti TBC atau pneumonia, dan gangguan saluran cerna seperti cacingan,” kata Ashwin.
Advertisement
Pulihkan Kesehatan Mental
Disabilitas mental yang terjadi pada ODGJ menunjukkan bahwa menjaga kesehatan mental menjadi hal yang penting. Sebelum menuju pada kondisi yang terlampau berat, maka ada beberapa cara yang dapat dilakukan guna memulihkan kondisi mental agar kembali sehat.
Cara-cara tersebut yakni:
-Membiasakan hidup sehat
-Makan makanan sehat
-Tidur cukup
-Olahraga
-Membiasakan diri berpikir lebih positif
-Hadapi dan selesaikan masalah yang ada
-Lebih bersyukur
-Usahakan punya support system yang baik
-Cari pertolongan profesional (psikiatri/psikolog) jika diperlukan.
Sebaliknya, jika kondisi kesehatan mental dibiarkan terganggu maka dapat memicu gangguan yang lebih serius seperti yang terjadi pada ODGJ.
Di Indonesia sendiri, ODGJ masih menghadapi masalah seperti kurang tersedianya rumah sakit jiwa. Saat ini belum semua provinsi mempunyai rumah sakit jiwa sehingga tidak semua orang dengan gangguan jiwa mendapatkan pengobatan sebagaimana mestinya.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Dr. Celestinus Eigya Munthe.
Masalah Lainnya
Menurut Celestinus, kurangnya jumlah rumah sakit jiwa atau RSJ bukan satu-satunya permasalahan ODGJ. Permasalahan lain adalah terbatasnya sarana prasarana dan tingginya beban akibat masalah gangguan jiwa.
“Masalah sumber daya manusia profesional untuk tenaga kesehatan jiwa juga masih sangat kurang, karena sampai hari ini jumlah psikiater sebagai tenaga profesional untuk pelayanan kesehatan jiwa kita hanya mempunyai 1.053 orang,” ucapnya dalam keterangan pers, Selasa (12/10/2021).
Artinya, satu psikiater melayani sekitar 250 ribu penduduk. Menurutnya, ini suatu beban yang sangat besar dalam upaya meningkatkan layanan kesehatan jiwa di Indonesia, sambungnya.
Tak hanya itu, masalah kesehatan jiwa di Indonesia juga terkendala stigma dan diskriminasi dari masyarakat awam.
“Kita sadari bahwa sampai hari ini kita mengupayakan suatu edukasi kepada masyarakat dan tenaga profesional lainnya agar dapat menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan gangguan jiwa, serta pemenuhan hak asasi manusia kepada orang dengan gangguan jiwa,” tutur Celestinus.
Advertisement