Eks Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil Ditunjuk jadi Penasihat Fintech Digiasia Bios

Digiasia Bios (DAB) mengumumkan kehadiran Sofyan A. Djalil sebagai advisor (penasihat) perusahaan.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Jun 2022, 16:42 WIB
Mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang-Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil ditunjuk menjadi advisor (penasihat) Digiasia Bios. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Digiasia Bios (DAB), perusahaan Fintech-as-a-Services (FaaS) mengumumkan kehadiran Sofyan A. Djalil sebagai advisor (penasihat) perusahaan.

Keputusan menggandeng Sofyan Djalil sebagai bagian dari tim diyakini dapat memperkuat kapabilitas perusahaan untuk terus melayani dan memberikan yang terbaik dalam hal digitalisasi serta literasi keuangan bagi masyarakat Indonesia.

"Kami bangga mengumumkan keikutsertaan Bapak Sofyan sebagai bagian dari Grup Digiasia Bios. Pengalaman beliau pernah menjabat di kementerian dan telah berkecimpung dalam berbagai bidang. termasuk dunia komunikasi, informatika, serta perekonomian dan pembangunan nasional Indonesia akan sangat berharga dan kamiyakini dapat memberikan kontribusi besar dalam mendukung Digiasia Bios sebagai perusahaanFintech-as-a-Service (FaaS) di Indonesia," kata President Director PT Digi Asia Bios Hermansjah Haryono dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (25/6/2022).

Hermansjah juga menjelaskan bahwa menambah penasihat yang mumpuni dalam sistem manajemenperusahaan merupakan salah satu langkah Digiasia Bios untuk memperkuat perusahaan agar dapatterus konsisten meningkatkan layanan maupun teknologi di industri finansial yang mereka hadirkan.

Selain Sofyan, Rudiantara, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia pada Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo (2014–2019), juga tergabung dalam jajaran advisory dan komisaris Grup DAB.

Sosok-sosok berwawasan dan berpengalaman ini diyakini juga akan mendorong kapasitas perusahaan dalam mendukung pemerataan literasi tentang digitalisasi keuangan di Indonesia, sehingga pemahaman serta minat masyarakat di seluruh lapisan dapat semakin berkembang.

“Saya mengapresiasi kepercayaan Grup DAB mengajak saya menjadi bagian dalam tim mereka. Saya meyakini adanya potensi besar dari visi dan misi perusahaan yang solid serta servis dan teknologi yang dihadirkan oleh Grup DAB. Indeks inklusi keuangan pada tahun 2021 mencapai 83,6 persen dimana terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya," ujar Sofyan A. Djalil, yang sempat menjabat sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang Indonesia di bawah Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo (2014-2019) dan Kabinet Indonesia Maju.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Inklusi Keuangan

Menteri ATR/BPN Sofyan A. Djalil memberikan keterangan saat rilis kasus sindikat mafia tanah, Jakarta, Rabu (12/2/2020). Subdit II Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya bersama Kementerian ATR/BPN mengungkap sindikat mafia tanah menggunakan sertifikat palsu dan E-KTP ilegal. (merdeka.com/Imam Buhori)

Sofyan pun berharap pengalaman yang dia miliki akan dapat mendukung peran DAB dalam memberikan kontribusi terhadap peningkatan serta kemajuan inklusi keuangan diIndonesia.

Hingga saat ini keempat afiliasi bisnis yang dimiliki oleh Digiasia Bios seperti KasPro (Digital Payment),KreditPro (P2P Lending), RemitPro (Remittances/ Pengiriman Uang) dan DigiBos (Layanan Keuangan Digital (LKD) juga masih terus menghadirkan sejumlah kemajuan teknologi dan kemitraan yang salingmenguntungkan.

“Kami yakin dengan bergabungnya Bapak Sofyan, kedepannya akan ada lebih banyak lagi inovasi,pengembangan serta kerja sama menarik yang dapat kami lakukan, bersama dengan para mitra maupuncalon mitra kami. Kemajuan ini yang nantinya akan kami maksimalkan untuk terus memberikan servisserta solusi fintech dengan standar yang jauh lebih tinggi daripada sebelumnya,” tutup Hermansjah.


Fintech Berhasil Dobrak Sistem Perbankan karena Lebih Manjakan Nasabah

Revolusi digital yang terjadi saat ini dinilai bakal mengancam industri perbankan yang telah eksis sejak zaman Kekaisaran Romawi.

Khususnya bagi bank-bank tradisional yang belum banyak beradaptasi terhadap layanan digital yang menawarkan kemudahan bagi para penggunanya, seperti yang disuguhkan perusahaan financial technology alias fintech. 

Regional Vice President, Head of FSI COE, Asia Pacific & Japan at SAP Bambang Moerwanto menilai, fintech tampaknya bisa lebih mengerti apa kebutuhan costumer dibanding bank, yang cakupan bisnisnya terlalu luas.

"Makanya fintech itu kalau term saya, saya bilang unbundling the actual banking system. Jadi mereka itu is really niche in specific area, dan mereka do it very well," kata Bambang di sela-sela acara Financial Industry Editors Forum 2022 yang digelar IBM di Singapura, Rabu (1/6/2022).

Bambang mengatakan, bank cenderung terlalu sibuk dengan lingkup bisnisnya yang terlalu luas, sehingga tidak bisa menjamah kebutuhan nasabah secara lebih spesifik. 

"Mungkin ada beberapa survei bilang, salah satu yang diinginkan dari customer adalah hyper personalization. Si bank harus tahu benar kebutuhan customer apa. Tapi bank karena terlalu banyak yang mau digarap maka enggak bisa seperti itu," tuturnya. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Tantangan Perbankan

Ilustrasi Bank

Dia lantas memaparkan beberapa tantangan bagi industri perbankan. Pertama, bila tak mau beradaptasi lebih lanjut dengan perkembangan teknologi, bisnis mereka bisa tak berlanjut ke depan. 

"Mereka sebenarnya challenge-nya ada baggage legacy yang membikin mereka itu susah untuk manuver dibandingkan sama fintech dan startup yang gak ada legacy burden. Sistem yang mungkin sudah seharusnya diganti," bebernya.

Kedua, jika dilihat dari struktur e-banking saat ini, bank juga melayani berbagai tipe pelanggan, mulai dari sektor korporat, ritel, hingga nasabah individual. 

"Tapi problem dari bank kebanyakan adalah mereka itu jalan sendiri, jadi creates more complexity. Untuk mereka gerak semakin susah dibanding sama fintech company, fintech kan lebih flat dari organisasi dan hirarki," tandasnya. 

Infografis Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Produk Domestik Bruto 2019-2021. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya