Menkes Wanti-wanti Kasus COVID-19 Masih Naik sampai Juli 2022

Kasus COVID-19 di Indonesia masih akan naik sampai Juli 2022.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 27 Jun 2022, 12:00 WIB
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin memberikan keterangan pers usai Rapat Terbatas Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Istana Merdeka Jakarta pada Senin, 18 April 2022. (Dok Sekretariat Kabinet RI)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mewanti-wanti masyarakat agar tetap waspada terhadap kenaikan kasus COVID-19 yang telah terjadi sejak pekan lalu. Kenaikan pun diperhitungkan masih akan berlanjut sampai Juli 2022.

Apalagi penambahan kasus baru COVID-19 nasional tiga hari lalu di tengah penyebaran subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 sempat menembus angka 2.000. Walau begitu, angka kasus baru terbilang fluktuatif dengan kisaran angka berada di atas 1.000. 

"Di seluruh dunia, kenaikan kasus yang sekarang karena adanya varian baru. Yang sekarang ada subvarian baru, varian barunya tetap Omicron, ya 'anaknya' Omicron lah," kata Budi Gunadi usai Serah Terima Donasi Hibah Vaccine Refrigerator di Gedung Utama Jakarta International Container Terminal (JICT), Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Minggu, 26 Juni 2022.

"Tadinya kan ada BA.1 dan BA.2, sekarang naik BA.4 dan BA.5."

Apabila melihat kasus COVID-19 di Afrika Selatan, menurut Budi Gunadi, kenaikan kasus sangat cepat. Namun, kasus baru perlahan-lahan turun.

"Kalau kita amati adanya BA.4 dan BA.5 di Afrika Selatan naiknya cepat sekitar 30 hari, sesudah itu turun. Nah, kalau kita melihat, misalnya polanya sama dengan Afrika Selatan, perkiraan puncaknya kita mungkin akan terkena di minggu kedua atau minggu ketiga Juli," jelasnya.

"Jadi, kita pasti akan ada kenaikan pada minggu kedua sampai ketiga Juli."

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Puncak Omicron BA.4 dan BA.5

Pacific Explorer berlabuh di terminal penumpang luar negeri di Pelabuhan Sydney ketika otoritas Australia mencabut larangan kapal pesiar setelah relaksasi pembatasan Covid 19, Senin (18/4/2022). Australia mencabut larangan masuk untuk kapal pesiar internasional, mulai 17 April 2022. (SAEED KHAN/AFP)

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI per 26 Juni 2022, puncak kasus subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 di Afrika Selatan, Australia, dan Portugal sekitar 30 sampai 50 persen dari puncak subvarian Omicron sebelumnya, yakni BA.1 dan BA.2.

Waktu yang dibutuhkan gelombang BA.4 dan BA.5 untuk mencapai puncak lebih cepat dari subvarian Omicron sebelumnya. Sebaran dari puncak Omicron BA.4 dan BA.5 di beberapa negara di dunia, antara lain:

  1. Afrika Selatan BA.4/BA.5 22 hari dan BA.1/BA.2 37 hari
  2. Portugal BA.4/BA.5 33 hari dan BA.1/BA.2 104 hari
  3. Australia BA.4/BA.5 16 hari dan BA.1 29 hari/BA.2 45 hari
  4. Austria BA.4/BA.5 15 hari dan BA.1/BA.2 77 hari
  5. Inggris BA.4/BA.5 15 hari dan BA.1 56 hari/BA.2 25 hari
  6. Italia BA.4/BA.5 15 hari dan BA.1 89 hari/BA.2 19 hari

Kenaikan Sepertiga dari Puncak Omicron Sebelumnya

Seorang wanita, dengan anak di pangkuannya, divaksin COVID-19 di sebuah lokasi dekat Johannesburg, Rabu (8/12/2021). Kasus Omicron telah dikonfirmasi setidaknya di sembilan negara Afrika, dengan Afrika Selatan tetap menjadi episenter awal ditemukannya varian baru tersebut. (AP Photo/Denis Farrell)

Melihat data sebaran subvarian Omicron BA.4 dan BA.5, Budi Gunadi Sadikin menekankan, kenaikan kasus COVID-19 di Afrika Selatan hanya sepertiga dari puncak Omicron BA.1. Angka hospitalisasi juga rendah dibanding puncak Omicron sebelumnya.

"Kalau kita lihat di negara pertama kali BA.4 dan BA.5 ditemukan di Afrika Selatan. Polanya memang ada kenaikan, tapi kenaikan di Afrika Selatan itu hanya sepertiga dari puncak Omicron BA.1 yang biasa terjadi,"

"Di Afrika juga tingkat hospitalisasi sekitar sepertiga dari puncaknya Omicron sebelumnya. Kemudian kematiannya sekitar 10 persen ya dari puncak Omicron."

Jika pola di atas sama dengan yang akan terjadi di Indonesia, maka tingkat hospitalisasi juga rendah ketimbang puncak Omicron sebelumnya.

"Kalau kita meniru yang terjadi di Afrika Selatan ya kita belum tahu juga sih (di Indonesia). Tapi kalau polanya sama dengan Afrika Selatan yang kira-kira nanti 30 persen dari puncaknya Omicron itu sekitar 18.000 atau 17.000 kasus dengan yang masuk rumah sakit dan juga kematian jauh lebih rendah dibandingkan puncak Omicron," terang Menkes Budi Gunadi.


Masih di Bawah 17.800 Kasus

Tenaga kesehatan melintas di dekat pasien Covid-19 di RSDC Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Senin (7/3/2022). Pemerintah menurunkan status PPKM menjadi level 2 untuk wilayah Jabodetabek dan Surabaya dikarenakan penurunan kasus konfirmasi harian. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Data Kemenkes per 19 Juni 2022 mencatat, ada 1.309 pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit. Rinciannya, 447 (34 persen) suspek/probable COVID-19 dan 862 (66 persen) yang terkonfirmasi positif COVID-19.

Adapun kasus harian nasional kembali mengalami kenaikan sebulan pasca Lebaran 2022. Kenaikan yang terjadi dari angka 200 kasus hingga sempat menembus 2.000.

"Memang ada kenaikan (kasus COVID-19) dari 200 ke 2.000. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah memberikan standar Level 1, yakni 20 kasus per minggu per 100.000 penduduk,"

"Kalau ditranslate ke Indonesia sekitar 17.800 kasus per hari. Kalau kita sekarang ini masih di bawah 17.800 kasus per hari. Artinya, 400 kasus per hari ya masih di Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 1," beber Menkes Budi Gunadi Sadikin.

Infografis Ragam Tanggapan Kasus Positif Covid-19 di Indonesia Tembus Angka 1.000. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya