Wakil Ketua Komisi IX DPR: Indonesia Harus Mulai Kajian Ganja untuk Kepentingan Medis

Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris, menilai Indonesia perlu melakukan kajian tentang pemanfaatan ganja untuk kepentingan medis.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 28 Jun 2022, 15:15 WIB
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Charles Honoris

Liputan6.com, Jakarta -n Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris, menilai Indonesia perlu melakukan kajian tentang pemanfaatan ganja untuk kepentingan medis. Ia menyebut 50 negara sudah memiliki program ganja medis seperti Thailand dan Malaysia.

"Indonesia harus sudah memulai kajian tentang manfaat tanaman ganja (Cannabis sativa) untuk kepentingan medis. Kajian medis yang obyektif ini akan menjadi legitimasi ilmiah, apakah program ganja medis perlu dilakukan di Indonesia," kata Charles dalam keterangannya, Selasa (28/6/2022).

Menurut Charles, negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand juga telah memiliki payung hukum terkait ganja medis.

"Di seluruh dunia kini terdapat lebih dari 50 negara yang telah memiliki program ganja medis, termasuk negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand," kata dia.

Charles menyebut sejak akhir 2020, Komisi Narkotika PBB (CND) sudah mengeluarkan ganja dan resin ganja dari Golongan IV Konvensi Tunggal tentang Narkotika tahun 1961. Artinya, ganja sudah dihapus dari daftar narkoba paling berbahaya yang tidak memiliki manfaat medis.

"Sebaliknya, keputusan PBB ini menjadi pendorong banyak negara untuk mengkaji kembali kebijakan negaranya tentang penggunaan tanaman ganja bagi pengobatan medis," kata dia.

Politikus PDIP ini menambahkan riset penting dilakukan, meski nantinya Indonesia memutuskan tidak melakukan program ganja medis.

"Terlepas Indonesia akan melakukan program ganja medis atau tidak nantinya, riset adalah hal yang wajib dan sangat penting dilakukan untuk kemudian menjadi landasan bagi pengambilan kebijakan/penyusunan regulasi selanjutnya," tutur Chares.

Lebih lanjut, Charles mengatakan riset medis harus terus berkembang dan dinamis demi tujuan kemanusiaan. Ia menyebut pentingnya menyelamatkan anak sakit radang otak yang memerlukan terapi ganja medis.

"Demi menyelematkan kehidupan Pika, dan anak penderita radang otak lain, yang diyakini sang ibunda bisa diobati dengan ganja. Negara tidak boleh tinggal berpangku tangan melihat ‘Pika-Pika’ lain yang menunggu pemenuhan hak atas kesehatannya," tandas Charles.


Kata Polisi soal Aksi Ibu Bawa Poster Tolong Anakku Butuh Ganja Medis

Polisi turut berkomentar terkait aksi pasangan suami istri (pasutri) Santi Warastuti dan Sunarta yang berjalan kaki ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat pada Hari Anti Narkotika Internasional, Minggu, 26 Juni 2022 kemarin.

Saat itu Santi dan suaminya berjalan kaki sambil menenteng satu poster bertuliskan "Tolong anakku butuh ganja medis".

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan mengatakan, kepolisian dalam bertindak selalu mengacu pada undang-undang yang berlaku di Indonesia.

"Kalau kepolisian bekerja menggunakan undang-undang. Itu amanat dari pada yang ada diberikan negara," ujar Zulpan di Polda Metro Jaya, Senin (27/6/2022).

Menurut Zulpan, kepolisian sebagai aparat penegak hukum tentunya tak berwenang mengubah isi undang-undang. Adapun dalam kaitan Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika diuraikan bahwa ganja termasuk narkotika golongan satu.

"Ganja tetap dilarang, tidak bisa digunakan, kalau mau mengubah undang-undang kewenangannya bukan di kita, (tapi) di DPR," jelas Zulpan.

Sebelumnya, Hari Antinarkotika Internasional yang jatuh pada 26 Juni 2022 dimaknai pasangan suami-istri Santi Warastuti dan Sunarta sebagai sebuah harapan.

Mereka menanti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) berkenaan dengan uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mereka berharap ganja yang masuk dalam daftar narkotika golongan 1 itu dapat digunakan untuk kepentingan medis.

Santi bersama dua rekannya yakni Dwi Pertiwi, dan Novi menggugat Pasal 6 ayat 1 huruf H, Pasal 8 ayat 1 ke Mahkamah Konstitusi pada November 2020 silam.


Belum Juga Dikabulkan

Namun, selama hampir dua tahun lamanya tidak ada kabar kelanjutannya lagi. Padahal, Santi bersama dengan pemohon lain telah menjalani hampir delapan kali sidang.

"Saya menunggu kepastian dari Mahkamah Konstitusi, sudah dua tahun sejak mengajukan permohonan Undang-Undang Narkotika belum ada kepastian hukum sampai sekarang," kata Santi saat berbincang, Minggu 26 Juni 2022.

Keputusan MK sangatlah penting untuk keberlangsungan hidup anak semata wayangnya yang bernama Pika Sasikirana. Apalagi, jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan melegalkan tanaman ganja untuk kepentingan medis.

Keinginan Santi untuk mendesak putusan ini semakin besar ketika mengingat Musa, anak dari salah satu pemohon bernama Dwi meninggal dunia di tengah proses persidangan pada 26 Desember 2020, setelah 16 tahun berjuang melawan penyakit Cerebral Palsy. Santi tak ingin anaknya bernasib sama seperti Musa.

"Beberapa minggu terkahir ini, ada beberapa teman kita yang meninggal tanpa sakit tanpa nge-drop, jadi kan sebagai ibu saya khawatir," ujar dia.

Minggu pagi kemarin, bersama suami dan anak, Santi berjalan kaki dari Jalan Sudirman-Thamrin menuju ke Mahkamah Konstitusi. Santi mau menyuarakan aspirasi di Hari Anti Narkoba Internasional yang jatuh pada Minggu, 26 Juni 2022. Selain itu, hari ini merupakan ulang tahun pernikahannya dengan suami.

Santi melangkah sambil menenteng satu poster bertuliskan "Tolong anakku butuh ganja medis". Sementara suaminya, mendorong kursi roda yang diduduki anaknya, Pika.

Infografis: Pro Kontra Legalisasi Ganja Untuk Obat Medis (Liputan6.com / Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya